Menuju konten utama

Komisi IX DPR Sepakati Asumsi Makro RAPBNP 2017

Komisi IX, Pemerintah, dan BI menyepakati asumsi makro dalam RAPBNP 2017, salah satunya pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen.

Komisi IX DPR Sepakati Asumsi Makro RAPBNP 2017
Jajaran gedung bertingkat di Jakarta, Senin (15/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2017 berada di angka 5,01 persen atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kuartal I 2016 di kisaran 4,92 persen. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Komisi XI DPR RI, pemerintah dan Bank Indonesia menyepakai asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2017. Dalam asumsi makro itu, pertumbuhan ekonomi dipatok 5,2 persen meningkat 0,1 persen dibandingkan asumsi dalam APBN 2017 yakni 5,1 persen.

Kenaikan tipis itu dikarenakan adanya penilaian bahwa konsumsi rumah tangga diprediksi sedikit membaik. Selain itu, kinerja ekspor impor yang diproyeksikan akan semakin positif karena meningkatnya harga komoditas dunia.

"Pertumbuhan ekonomi disepakati 5,2 persen," kata Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng di Jakarta, Senin (10/7/2017).

Sementara itu, untuk asumsi inflasi DPR dan pemerintah menyepakati 4,3 persen dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp13.400 per dolar AS. Untuk suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan, dipatok pada angka 5,2 persen.

Asumsi inflasi juga meningkat dari sebelumnya 4 persen karena adanya tekanan dari harga yang ditetapkan pemerintah atau administered prices.

Asumsi nilai tukar rupiah dalam RAPBNP 2017 juga melemah Rp100 per dolar AS dari sebelumnya Rp13.300 per dolar AS, dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global, khususnya terkait kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral AS The Fed.

Asumsi suku bunga SPN tiga bulan juga lebih rendah dibandingkan asumsi dalam APBN 2017 5,3 persen.

Pada rapat kerja tersebut, anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, mempertanyakan asumsi defisit anggaran sebesar 2,92 persen terhadap PDB atau sekitar Rp397,2 triliun dalam RAPBNP 2017.

Menurut Misbakhun, angka defisit yang meningkat dari sebelumnya 2,42 persen dalam APBN 2017 tersebut, sudah sangat riskan karena sudah mendekati ambang batas tiga persen sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

"Pemerintah memperlebar defisit tapi dengan menambah utang. Dengan apa menutupnya? Karena angka 2,92 persen itu sudah sangat dekat dengan 3 persen, apakah ini tidak terlalu berisiko?," ujar Misbakhun di Jakarta, Senin.

Sebelumnya, Pemerintah telah menyiapkan postur RAPBNP 2017 yang diantaranya berisi proyeksi pencapaian defisit anggaran sebesar 2,92 persen terhadap PDB atau sekitar Rp397,2 triliun.

Perkiraan defisit anggaran tersebut berasal dari target pendapatan negara dalam RAPBNP 2017 sebesar Rp1.714,1 triliun atau mengalami penurunan dari target APBN sebesar Rp1.750,5 triliun.

Pendapatan tersebut terdiri atas target penerimaan perpajakan sebesar Rp1.450,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp260,1 triliun.

Sedangkan, pagu belanja negara dalam RAPBNP 2017 diproyeksikan mencapai Rp2.111,4 triliun atau mengalami kenaikan dari pagu APBN sebesar Rp2.080,5 triliun.

Belanja negara itu terdiri atas pagu belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.351,6 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp759,8 triliun.

Belanja pemerintah pusat tersebut terdiri atas belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp773,1 triliun dan belanja non kementerian-lembaga sebesar Rp578,5 triliun.

Untuk menutup defisit anggaran tersebut, pemerintah menargetkan pembiayaan utang sebesar Rp461,3 triliun atau meningkat dari target pembiayaan dalam APBN sebesar Rp384,7 triliun.

Baca juga artikel terkait ASUMSI MAKRO

tirto.id - Ekonomi
Sumber: antara
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH