Menuju konten utama

Komisi III DPR Cecar Komisioner yang Gugat UU KPK ke MK

Ketua KPK, Agus Raharjo mengatakan, permohonan judicial review ini hanyalah sikap pribadi, bukan sikap lembaga.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kedua kiri) didampingi Wakil Ketua KPK Alexander Mawarta (kanan), Saut Situmorang (kiri), dan La Ode Muhammad Syarif (kedua kanan) mengikuti rapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/11/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

tirto.id - Komisi III DPR RI mencecar pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal tindakan mereka yang maju menjadi pemohon judicial review atas revisi undang-undang KPK.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani mengaku khawatir kelak pimpinan lembaga lain akan ikut-ikutan menggugat peraturan yang merugikan mereka.

"Tentu sebagai warga negara bapak memiliki hak konstitusional, tapi ini bisa jadi pertanyaan dari sisi etika penyelenggara negara," kata Arsul.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari pun menyayangkan internal KPK yang melakukan resistensi terhadap revisi undang-undang KPK dan pemilihan Komisioner KPK periode 2019-2023.

Dia menilai, wajar jika masyarakat sipil melakukan gerakan resistensi. Namun, ketika itu dilakukan oleh internal KPK itu akan membuat proses transisi menjadi tidak mulus.

"Kalau teman-teman banyak mengatakan undang-undang KPK ini akan membunuh KPK. Kalau saya melihat dengan orang-orang di dalam KPK ikut dalam gerakan tersebut tidak membiarkan hanya masyarakat sipil saja justru bisa dikatakan KPK-nya bunuh diri," kata dia.

Ketua KPK, Agus Raharjo mengatakan, permohonan judicial review ini hanyalah sikap pribadi, bukan sikap lembaga.

Dia mengaku awalnya seluruh pegawai KPK yang berniat maju menjadi pemohon, tapi akhirnya pimpinan yang maju untuk mewakili.

"Bahwa mengenai etika tadi supaya lebih dimaklumi saja kalau hal seperti ini bisa terjadi," kata Agus.

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, pun menilai keberadaan undang-undang KPK versi revisi akan membuat KPK tidak efisien. Sebab tindakan yang selama ini hanya butuh tanda tangan pimpinan, kini harus ditambah persetujuan Dewan Pengawas.

Namun, kata dia, dari sisi penindakan dan independensi, ia yakin itu tidak akan menganggu KPK sebab moral di komisi antirasuah memang telah tertanam.

"Dewan Pengawas itu juga pasti di-challenge oleh penyidik kita yang sudah puluhan tahun di sana dan persis tahu bagaimana proses menentukan 2 alat bukti yang cukup," ujar Saut.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali