Menuju konten utama

Komisi I DPR Soroti Lemahnya Perekaman Biometrik bagi Jemaah Umrah

Anggota Komisi I DPR RI Lena Maryana menyoroti lima kelemahan perekaman biometrik Visa Facilitation Service (VFS) Tasheel. 

Komisi I DPR Soroti Lemahnya Perekaman Biometrik bagi Jemaah Umrah
Ilustrasi. Aktifitas umrah di Ka'bah.

tirto.id - Anggota Komisi I DPR RI Lena Maryana menyoroti lima kelemahan perekaman biometrik Visa Facilitation Service (VFS) Tasheel. Oleh karena itu, menurutnya, implementasi perekaman biometrik untuk calon jemaah umrah tersebut harus dikaji ulang.

“Penerapannya malah jadi tidak berguna,” ujarnya kepada Tirto, Selasa (22/1/2019).

Lima hal yang disoroti Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mencakup, pertama, setelah calon jemaah melakukan perekaman biometrik di dalam negeri (di kantor VFS-Tasheel), mereka juga kembali menjalani perekaman serupa setibanya di imigrasi Jeddah dan Madinah.

Dengan begitu, perekaman di dalam negeri menjadi tidak berguna karena ada proses kedua yang dilakukan di tempat tujuan jemaah umrah.

Kemudian, kantor VFS-Tasheel ternyata tidak tersedia di seluruh kota atau kabupaten di Indonesia. Artinya, calon jemaah harus mengeluarkan waktu, biaya dan tenaga untuk menempuh perjalanan ke kantor VFS-Tasheel yang letaknya bahkan di luar provinsi. Misalnya, calon jemaah yang berada di Papua harus bepergian ke Makassar untuk melakukan perekaman biometrik.

“Di antara mereka bahkan ada yang menunggu hingga larut malam dan harus mengeluarkan biaya Rp3-5 juta untuk mengurus biometrik di kantor VFS-Tasheel yang letaknya di luar area domisili calon jemaah,” ucapnya.

Selanjutnya, kantor VFS-Tasheel tidak menyediakan pelayanan prioritas bagi calon jemaah dengan usia lanjut dan berkebutuhan khusus. Dengan begitu, mereka yang masuk dalam kelompok rentan tersebut harus ikut dalam antrean yang sama dengan calon jemaah lain.

Keempat, sistem VFS-Tasheel yang sering bermasalah (error) menyebabkan terhambatnya proses pendaftaran janji temu yang berdampak pada pengurusan pengajuan visa. Belum lagi soal teknis seperti pemberlakuan absen manual yang dilakukan oleh petugas keamanan kantor VFS-Tasheel.

Padahal pihak travel sudah mendaftarkan jemaah secara online sesuai dengan jam yang tersedia di sistem yang seharusnya tinggal masuk sesuai dengan jadwal janji temu.

Terakhir, penggunaan biometrik ini rentan kebocoran data pribadi. Tiga tahun yang lalu, 500 juta pengguna Yahoo mengalami kebocoran data. Data 87 juta pengguna Facebook juga mengalami kebocoran data. Terakhir, pekan lalu beredar kabar adanya 773 juta alamat email yang bocor.

“Kita perlu benar-benar hati-hati dalam merekam dan menyimpan data pribadi setiap orang. Apalagi perekaman biometrik ini dilakukan oleh pihak swasta dalam hal ini dilakukan oleh VFS Tasheel,” terangnya.

Menurut Lena, atas lima kelemahan itu, setiap stakeholder atau pemangku kepentingan terkait, baik itu Dirjen Aspasaf Kemenlu RI, Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag RI, Dirjen Protokol Kemenlu dan PIPM BKPM perlu menyiapkan kebijakan, strategi dan program, sehingga masalah-masalah yang terkait pemberlakuan biometrik proses pembuatan visa haji dan umroh bisa diatasi.

“Misalnya dengan melibatkan pemerintah dalam perekaman biometriknya atau meminta pemerintah Kerajaan Arab Saudi untuk memberikan kekhususan untuk Indonesia dalam perekaman biometrik ini mengingat jamaah haji dan umrah Indonesia merupakan yang terbesar di dunia sampai infrastruktur, SDM, dan kemudahan teknologi kita siap untuk pemberlakuan ini,” tuturnya.

Baca juga artikel terkait UMRAH atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri