Menuju konten utama

Kolonel Priyanto Tolak Dakwaan Pembunuhan Berencana Sejoli Nagreg

Kolonel Infanteri Priyanto menolak dakwaan pembunuhan berencana dan penculikan terhadap Handi Saputra dan Salsabila.

Kolonel Priyanto Tolak Dakwaan Pembunuhan Berencana Sejoli Nagreg
Perwira menengah TNI Kolonel Infanteri Priyanto saat memberikan keterangan sebagai terdakwa kasus pembunuhan dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat, di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (7/4/2022). ANTARA/Tri Meilani Ameliya

tirto.id - Kolonel Infanteri Priyanto menolak dakwaan Oditur Militer terkait pasal pembunuhan berencana dan penculikan terhadap Handi Saputra dan Salsabila di Nagreg, Bandung, Jawa Barat.

Hal itu disampaikan anggota tim kuasa hukum Priyanto, Letda Chk Aleksander Sitepu dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022).

Aleksander menyampaikan Priyanto saat kejadian beranggapan Handi-Salsabila telah meninggal dunia. Priyanto kemudian membawa kabur keduanya dan membuang mereka ke Sungai Serayu.

“Kolonel Infanteri Priyanto tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Oditur Militer Tinggi pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP,” kata Aleksander saat membacakan nota pembelaan (pledoi) untuk Kolonel Priyanto.

Oditur mendakwa Priyanto melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP. Ancaman hukuman dari pasal tersebut berupa pidana mati atau penjara seumur hidup.

Sementara itu, Pasal 328 KUHP mengatur soal pidana penculikan dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.

Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy dalam persidangan bulan lalu menuntut majelis hakim memvonis terdakwa penjara seumur hidup.

Menurut Aleksander, Priyanto hanya bersalah melanggar Pasal 181 KUHP sebagaimana masuk dalam dakwaan subsider ketiga Oditur. Pasal 181 KUHP mengatur hukuman menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian seseorang. Perbuatan pidana itu diancam hukuman penjara maksimal 9 bulan.

Oleh karena itu, Aleksander meminta kepada majelis hakim yang dipimpin oleh Brigjen TNI Faridah Faisal untuk membebaskan Kolonel Priyanto dari dakwaan primer dan dakwaan kedua alternatif pertama, serta melepaskan dia dari segala tuntutan hukum yang berpedoman pada dua dakwaan tersebut.

“(Kami meminta majelis hakim) menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya atau apabila majelis hakim berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya,” kata Aleksander.

Dalam nota pembelaan yang sama, kuasa hukum juga meminta majelis hakim mempertimbangkan rekam jejak Priyanto selama berdinas di TNI Angkatan Darat.

“Terdakwa pernah mempertaruhkan jiwa raganya untuk NKRI melaksanakan tugas operasi di Timor-Timor (Timor Leste),” kata Aleksander.

Aleksander mengatakan Priyanto memperoleh tanda jasa Satya Lencana Kesetiaan 8 Tahun, 16 Tahun, dan 24 Tahun, serta Satya Lencana Seroja.

Kemudian, Aleksander juga mengklaim terdakwa menjalani persidangan dengan sikap yang baik, berterus terang, serta menyesal dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.

Baca juga artikel terkait KOLONEL PRIYANTO

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Gilang Ramadhan