Menuju konten utama

Koalisi Aktivis: Komitmen Anies Hentikan Reklamasi Lemah

Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) menilai penerbitan IMB menunjukkan komitmen Gubernur Anies Baswedan dalam menghentikan reklamasi lemah. 

Koalisi Aktivis: Komitmen Anies Hentikan Reklamasi Lemah
Deretan bangunan yang berada di kawasan Pulau D hasil reklamasi, di kawasan pesisir Jakarta, Senin (17/6/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/nz.

tirto.id - Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) mengecam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan di atas pulau reklamasi. KSTJ menilai penerbitan IMB itu langkah mundur dalam penghentian reklamasi Teluk Jakarta.

"Hal ini menunjukkan lemahnya komitmen dari Gubernur Anies [Baswedan] dalam menghentikan reklamasi secara keseluruhan," kata anggota KSTJ Marthin Hadiwinata di kantor LBH Jakarta pada Jumat (21/6/2019).

Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengatakan Anies menerbitkan IMB ketika belum ada aturan yang menjelaskan rencana tata ruang di Pulau C dan Pulau D. Padahal salah satu syarat penerbitan IMB adalah kesesuaian fungsi bangunan dengan rencana tata ruang.

Seyogyanya, kata Marthin, bangunan yang telah berdiri tanpa IMB harus dibongkar sebagai bentuk sanksi administratif. Menurut dia, dalih Anies bahwa pengembang telah membayar denda hanyalah upaya mencari cara “memutihkan” pelanggaran tata ruang tersebut.

"Kami tetap konsisten untuk menuntut dibongkarnya pulau reklamasi yang sudah terbangun," kata Marthin.

Pendapat serupa disampaikan pengacara publik LBH Jakarta Ayu Eza Tiara yang juga bagian dari KSTJ. Menurut Eza, tidak seharusnya Anies menerbitkan IMB dengan menggunakan Pergub Nomor 206 tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D, dan E sebagai dasar hukum.

Alasannya, pergub itu bukan aturan tata ruang. Aturan tata ruang, kata dia, merupakan kebijakan publik yang harus ditetapkan dalam peraturan daerah yang pembahasannya melalui DPRD.

"Pemerintah seharusnya menentukan terlebih dahulu peruntukan Pulau C dan Pulau D sebelum menerbitkan IMB," kata Eza.

Dia menambahkan, pembangunan kawasan permukiman di pulau C dan D itu pun wajib memenuhi izin dan dokumen lingkungan. Sebab, luasan kawasan tersebut mencapai 25 hektare bahkan lebih.

"Sedangkan tidak jelas bangunan yang ada di Pulau C dan Pulau D sudah memiliki Amdal dan izin lingkungan [atau belum]," ujar dia.

Hal itu, menurut Elza, juga membuktikan Pemprov DKI Jakarta tidak transparan. Terlebih, penyusunan Amdal juga harus melibatkan warga pesisir pantai Jakarta Utara yang terdampak pembangunan pulau buatan tersebut.

Baca juga artikel terkait PROYEK REKLAMASI atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom