Menuju konten utama

KLHK Segel Kegiatan Korporasi Lebur Logam Tanpa Izin di Banten

Penyegelan tersebut merupakan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT XLI.

KLHK Segel Kegiatan Korporasi Lebur Logam Tanpa Izin di Banten
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar (tengah) memberikan keterangan pers seusai mengikuti Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) Tingkat Menteri di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Kamis (2/7/2020). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz

tirto.id - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel kegiatan peleburan logam tanpa izin PT Xingye Logam Indonesia (XLI) di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Provinsi Banten pada 18 April lalu.

Saat itu, penyegelan dilakukan oleh Direktorat Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administratif Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPSALHK), Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Jabalnusra (Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara), dan didampingi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Serang.

Dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan Tirto pada Rabu (10/5/2023), Kepala Subdirektorat Penanganan Pengaduan dan Pengawasan Penaatan Direktorat Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi LHK, Damayanti Ratunanda, menyebut penghentian kegiatan perusahaan tersebut adalah tindak lanjut atas pengaduan masyarakat terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT XLI.

PT XLI merupakan sebuah perusahaan industri peleburan logam tembaga untuk dijadikan ingot (aluminium batangan) dengan status Penanaman Modal Asing (PMA). Berdasarkan temuan di lapangan, kata Damayanti, PT XLI menggunakan bahan baku yang berasal dari limbah B3, di antaranya copper ash (abu tembaga) dan debu sisa pembakaran Printed Circuit Board (PCB).

Damayanti melanjutkan, bahwa setelah diperiksa, perusahaan tersebut terbukti tidak memiliki izin persetujuan lingkungan untuk kegiatan pengelolaan limbah B3 dan persetujuan teknis pemanfaatan limbah B3.

"Kegiatan dumping limbah B3 tanpa izin ini merupakan pelanggaran berdasarkan ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tindakan tersebut juga telah mencemari lingkungan sekitar yang terbukti dengan hasil pengukuran insitu air lindi dumping limbah B3 di lahan persawahan yang nilai pH-nya hanya 0,92 (sangat asam)," katanya lewat keterangan tertulisnya.

Selain itu, PT XLI juga terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa melakukan impor limbah B3 berupa debu sisa pembakaran PCB. Hal ini melanggar Pasal 69 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Damayanti menyebut bahwa PT XLI diduga melanggar pidana sesuai dengan Pasal 98 ayat (1), Pasal 103, Pasal 104, Pasal 106 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

“Atas pelanggaran tersebut serta untuk mempertanggungjawabkan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh usahanya, PT XLI terancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah). Proses penegakan hukum pidana selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Penyidik lingkup Ditjen Gakkum KLHK,” kata Damayanti.

Baca juga artikel terkait PENCEMARAN LINGKUNGAN atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Restu Diantina Putri