Menuju konten utama

KLHK Klaim Tailing Freeport Bisa Dikurangi Jika Jadi Bahan Bangunan

KLHK mengklaim salah satu solusi untuk mengurangi volume tailing Freeport ialah dengan memakai limbah itu menjadi bahan bangunan dan pelapis jalan.  

KLHK Klaim Tailing Freeport Bisa Dikurangi Jika Jadi Bahan Bangunan
Truk beroperasi di tambang tembaga dan emas PT Grasberg milik Freeport, Timika, Papua Barat (19/09/15). FOTO/REUTERS

tirto.id - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengklaim ada beberapa solusi mengatasi limbah tailing PT Freeport Indonesia (PTFI) yang sebagian besar mengendap di penampungan seluas 230 Km persegi.

Inspektur Jendral KLHK Ilyas Assad menyatakan kementeriannya telah meminta PTFI membangun tanggul tambahan secara melintang dari yang sudah ada sejak tahun 1997.

Namun, kata Ilyas, limbah tailing yang ditampung perlu dikurangi agar tidak menjebol tanggul yang menahannya. Ilyas menyebutkan bahwa KLHK telah meminta PTFI agar jumlah itu dikurangi, tetapi hal itu menemui jalan buntu lantaran bisa berdampak pada penurunan jumlah produksi.

“Saya waktu itu minta mereka kurangi, tapi katanya akan memengaruhi produksi,” ucap Ilyas kepada wartawan di Gedung KLHK, Jakarta pada Rabu (9/1/2019).

Alternatifnya, Ilyas menyebutkan limbah tailing yang mencapai 140 ribu-160 ribu ton per hari dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuatan batako maupun pelapis jalan.

Ilyas menambahkan KLHK telah meminta PTFI untuk membuat kajian soal pemanfaatan tailing untuk bahan bangunan. “Saya dengar tailing bisa dimanfaatkan untuk membangun kantor Bupati. Jangan-jangan bisa untuk seluruh jalan di Papua,” ucap Ilyas.

Ilyas menambahkan ada perusahaan swasta yang berminat untuk memanfaatkan limbah itu. Meskipun belum disebutkan secara pasti, Ilyas mengklaim perusahaan itu mampu menyerap 24 ribu ton tailing per hari.

Pemanfaatan tailing ini merupakan salah satu dari sejumlah solusi mengurangi volume limbah Freeport yang diwajibkan oleh KLHK.

Meski demikian, Ilyas mengklaim KLHK tetap mendorong agar volume produksi tailing PTFI dikurangi sesuai Keputusan Menteri KLHK Nomor 175 yang terbit pada April 2018 dan roadmap yang dibuat berdasarkan keputusan menteri No. 594 Tahun 2018.

Selain itu, KLHK telah menerapkan sejumlah sanksi atas kerusakan lingkungan akibat operasi PTFI seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri LHK Nomor 5559 Tahun 2017. Lebih detailnya, Ilyas mengatakan terdapat 48 sanksi. Sebagian di antara pelanggaran itu adalah:

a. Melakukan kegiatan tidak dilengkapi dengan izin lingkungan sebanyak 12 kegiatan

b. Melakukan kegiatan tidak sesuai dengan Amdal berdasarkan Kepmen LHK No. 55 Tahun 1997 sebanyak 7 kegiatan.

c. Tidak melakukan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebanyak 12 kegiatan

d. Tidak melakukan upaya pengendalian pencemaran air, sebanyak 5 kegiatan

e. Tidak melakukan upaya pengendalian pencemaran udara sebanyak 5 kegiatan

f. Tidak melakukan upaya-upaya pengelolaan limbah B3 sebanyak 7 kegiatan.

Baca juga artikel terkait LIMBAH TAILING atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom