Menuju konten utama

KLHK Dinilai Gagal Realisasikan Program Reforma Agraria

Kegagalan program tersebut disebabkan oleh ketidakseriusan KLHK untuk melaksanakan reforma agraria di kawasan hutan dan penyelesaian konflik agraria kehutanan.

KLHK Dinilai Gagal Realisasikan Program Reforma Agraria
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria melakukan aksi memperingati Hari Tani Nasional 2016 di Jakarta, Selasa (27/9). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Kementerian Kehutanan dan Lingkunagan Hidup (KLHK) dinilai gagal merealisasikan program reforma agraria sebagai program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dari pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK).

Kegagalan program tersebut disebabkan oleh ketidakseriusan KLHK untuk melaksanakan reforma agraria di kawasan hutan dan penyelesaian konflik agraria kehutanan, terutama di Pulau Jawa dan Bali.

Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli Ardiansyah menuturkan di tengah konflik agraria yang semakin banyak terjadi, ada harapan ketika Pemerintahan Jokowi-JK menempatkan reforma agraria sebagai salah satu program prioritas. Namun program RPJMN 2015-2019 tersebut tidak dapat mengubah struktur ketimpangan penguasaan tanah yang ada.

“Pemerintah hanya fokus terhadap legalisasi aset seluas 4,5 juta hektar, sementara 4,1 juta hektar pelepasan kawasan hutan serta penyelesaian konflik agraria kehutanan berjalan lambat dan cenderung mangkrak,” tutur Agus, Jumat (22/9/2017).

Sebelumnya, penetapan tenurial dan izin yang dikeluarkan KLHK untuk kawasan hutan menimbulkan banyak konflik agraria antara masyarakat dengan pemegang izin hak, serta instansi pemerintah seperti Perhutani maupun Dinas Kehutanan. Dalam proses penetapan tersebut, lahan pertanian dan wilayah pemukiman masyarakat masuk ke dalam wilayah teritorial kawasan hutan.

“Demi mempertahankan tanah yang sejak lama dikuasai untuk pemukiman dan lahan pertanian sebagai sumber penghidupan sehari-hari, masyarakat selalu menjadi korban intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi,” paparnya.

Agus Ruli juga menjelaskan, jika masyarakat telah mengajukan usulan data-data konflik kehutanan untuk diselesaikan dan dijadikan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA)kepada pemerintah. Akan tetapi KLHK malah menawarkan solusi melalui perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar. Masalahnya, perhutanan sosial hanya sebatas memberikan izin pengelolaan di kawasan hutan kepada rakyat, bukan reforma agraria.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan Sekertaris Umum DPP SPI kepada Tirto melalui telepon, Agus Rusli menegaskan, tiga tahun pemerintahan Jokowi berlangsung program reforma agraria yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 melalui pelepasan kawasan hutan untuk dijadikan TORA, per tanggal 24 Agustus 2017 hanya terealisasi 707.346 hektar (17,25 %) dari 4,1 juta hektar.

"Data ini pun perlu dipertanyakan keakuratannya, karena dimana lokasi kawasan hutan yang sudah dilepas kepada masyarakat dan berapa luasannya hingga sekarang belum jelas," ujarnya.

Dalam aksi bertemakan “Segera Selesaikan Konflik Agraria di Kawasan Hutan Melalui Reforma Agraria Sejati", Jumat (22/9/2017) di Kementerian LHK RI, Gedung Manggala Wanabakti, SPI juga menuntut agar pemerintah segera membentuk kelembagaan pelaksana reforma agraria dengan kewenangan yang kuat dan dipimpin langsung oleh Presiden untuk menjalankan mandat UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Baca juga artikel terkait REFORMA AGRARIA atau tulisan lainnya dari Suparjo Ramalan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Suparjo Ramalan
Penulis: Suparjo Ramalan
Editor: Yuliana Ratnasari