Menuju konten utama

Klaim 'Setahun Maju Bersama' Anies yang Patut Dikritisi

Ada 31 klaim janji yang ditunaikan Anies selama setahun memimpin Jakarta, tapi bagaimana fakta di lapangan?

Klaim 'Setahun Maju Bersama' Anies yang Patut Dikritisi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencoba sebuah becak kayuh hasil inovasi warga Jakarta yang tergabung dalam Jakarta Creative Community (JCC) di Balai Kota, Jumat (11/5/2018). tirto.id/Naufal Mamduh

tirto.id - Anies Baswedan memamerkan apa saja yang sudah dikerjakan selama setahun menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sejumlah klaim prestasi itu dibuatkan dalam daftar dan dicuitkan Anies melalui akun twitternya pada 16 Oktober 2018.

”Alhamdulillah, hari ini genap setahun bertugas di Jakarta, mensyukuri bahwa satu per satu janji ditunaikan dan kita tetap berkomitmen terhadap apa yang sudah direncanakan,” cuit Anies dengan tagar #SetahunMajuBersama.

Ada 31 poin dalam daftar klaim keberhasilan Anies selama setahun. Lima urutan paling atas daftar: menghentikan reklamasi Teluk Jakarta; meluncurkan program SAMAWA DP 0 Rupiah yang akan dibuka pendaftarannya mulai 1 November; intergrasi 11 operator bus kecil bergabung dalam program OK OTrip (sekarang Jak Lingko) dan telah melayani 33 trayek; pemberian Kartu Jakarta Pintar Plus kepada 805 ribu siswa di DKI Jakarta; dan meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian.

Anies boleh saja mengklaim, tapi ada fakta-fakta yang ditutup dari klaim itu. Misalnya, untuk reklamasi teluk Jakarta, Anies memang benar menghentikan reklamasi, tapi tidak semuanya. Ia hanya menghentikan 13 proyek reklamasi, sedangkan 4 proyek reklamasi lain masih tetap berjalan.

Begitu pula program rumah SAMAWA DP 0 rupiah. Upaya Anies memberikan hunian terjangkau ini masih penuh tanda tanya. Anggota DPRD DKI Jakarta Bestari Barus mengatakan soal hak kepemilikan rumah itu menjadi bermasalah, sebab tanah yang digunakan merupakan aset daerah.

“Itu punya daerah, gimana nanti soal haknya?” kata Bestari kepada Tirto beberapa waktu lalu.

Selain soal hak kepemilikan, program ini bukan program subsidi. Pemprov DKI Jakarta sama sekali tidak memberikan subsidi pada pembiayaan rumah DP 0 Rupiah. Pemprov hanya menalangi lebih dulu DP maksimal 20 persen. DP itu nantikan akan dibayar oleh pembeli dengan disisipkan pada cicilan bulanan.

Fakta yang tidak semanis “prestasi” terlihat pada upaya integrasi transportasi lewat program OK Otrip yang kini berganti nama menjadi Jak Lingko. Per Juli 2018, baru ada 123 operator yang bergabung pada sistem integrasi itu. Jumlah itu jauh dari target pemerintah, yakni 2.609 angkutan pada 2018.

Keberhasilan Anies terlihat pada program KJP Plus. Dalam kurun waktu 10 bulan, sejak Pergub nomor 4 tahun 2018 tentang Kartu Jakarta Pintar Plus pada akhir Januari 2018, KJP Plus sudah diserahkan kepada 805 ribu siswa di DKI Jakarta. Ini bukan pekerjaan yang sulit sebab program tersebut modifikasi program KJP yang sudah ada.

Prestasi kelima yang dibanggakan Anies adalah opini WTP dari BPK. Fakta lain yang tidak lepas dari status WTP ini soal penggunaan anggaran. Selama setahun, ada banyak anggaran yang tidak terserap. Per-17 Oktober 2018 saja serapan anggaran baru mencapai 25,13 persen dari Rp3,27 triliun.

Pro Rakyat Kecil Tapi...

Di pengujung satu tahun kepemimpinannya, Anies mengeluarkan satu kebijakan pro rakyat kecil. Ia memperbolehkan kembali becak beroperasi di daerah tertentu di Jakarta. Anies sudah mengajukan draf revisi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

Becak-becak nantinya akan diakomodasi dengan pembuatan shelter. Kebijakan ini salah satu janji Anies dalam kampanye tahun lalu. Namun, sampai saat ini, draf revisi itu belum juga mendapat tanggapan dari DPRD DKI Jakarta.

Rencana memperbolehkan kembali becak beroperasi di Jakarta itu dikritik Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi. Menurut Prasetyo, becak sudah tidak lagi diperlukan di Jakarta karena transportasi yang ada sudah memadai.

"Janganlah di-downgrade lagi. Naikkan tingkat kehidupan masyarakat," kata Prasetyo.

Salah satu kebijakan populer sekaligus kontroversial Anies memenuhi janji adalah "penataan pasar Tanah Abang." Tapi, bukannya menata pasar, Anies menutup Jalan Raya Jati Baru, yang kemudian digunakan untuk lapak PKL Tanah Abang. Dampaknya, kemacetan tak terhindarkan dan trotoar untuk pejalan kaki dipenuhi PKL.

Kebijakan Anies yang pro rakyat kecil lain adalah membuka Jalan Sudirman untuk sepeda motor. Menurut Anies, pelarangan sepeda motor melintasi jalan itu membuat usaha mikro kecil dan menengah kehilangan mata pencaharian.

Menurut data yang didapatkan Anies ada 480 ribu pergerakan kendaraan ojek online di Sudirman-Thamrin pada jam-jam sibuk. Itu artinya ada potensi besar untuk pengembangan UMKM. Pencabutan aturan itu membuat pengantaran makan siang, kue-kue camilan, dan barang-barang lainnya menjadi lebih mudah.

"Kalau dipotong maka koridor bisnis utama di Jakarta tidak menarik usaha-usaha kecil di Jakarta. Enggak tersambung. Yang menyambungkan apa? Satu digital teknologi, dua alat transportasi rakyat kebanyakan," ungkapnya.

Infografik HL Indepth Setahun Anies

Banyak Pergub Tapi...

Selama setahun memimpin Jakarta, Anies sudah mengeluarkan 114 peraturan gubernur sebagai landasan kebijakannya. Namun, belum ada terobosan kebijakan yang dibuat oleh Anies. Kebijakan itu lebih banyak pada aturan yang rutin dikeluarkan saban tahun.

Misalnya, kebijakan soal penetapan penghitungan dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama yang diatur lewat Pergub 38 tahun 2018. Selain itu ada pergub soal Upah Minimum tahun 2018, yang diatur lewat Pergub 182 tahun 2017. Ada pula Pergub nomor 86 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah melalui Electronic Budgeting.

Upaya Anies untuk memecahkan kebuntuan lewat aturan baru yang dia buat justru berujung pada tumpang-tindih pekerjaan dan mubazir.

Contoh nyata adalah pembentukan Tim Pertimbangan Penyelenggaraan Kegiatan/Acara di Kawasan Monumen Nasional pada 2 Februari 2018. Ini adalah langkah Anies untuk merealisasikan janjinya bahwa Monas untuk "kegiatan keagamaan."

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur 267 tahun 2018, tim itu bertugas melakukan penelitian dan penilaian, menyusun laporan hasil penilaian, dan memberikan rekomendasi kepada gubernur tentang kelayakan penyelenggaraan kegiatan di kawasan Monas.

Tugas tim ini mubazir karena dalam Pergub sebelumnya sudah diatur syarat-syarat perizinan penggunaan kawasan Monas untuk kegiatan. Tiga syarat berlapis soal perizinan itu: acara diselenggarakan oleh pemerintah atau didukung pemerintah, mendapatkan izin keramaian dari Polda Metro Jaya, dan mendapatkan izin Kepala UPK Monas.

Dua institusi terakhir itu yang menjadi bagian dari tim bentukan Anies. Bila dua institusi itu sudah memutuskan memberi atau tidak memberi izin, lalu apa gunanya tim baru tersebut? Apalagi tim itu harus mengeluarkan Rp461 juta untuk insentif anggotanya.

Kebijakan macam ini bukan sekali dibuat oleh Anies. Salah satu yang menjadi sorotan adalah pembentukan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TUGPP). Tim ini dihasilkan dari Pergub nomor 196 Tahun 2017. Tim ini berjumlah 73 orang anggota dan digaji antara Rp8 juta hingga Rp51 juta.

Salah satu tugas Tim yang dikomandoi oleh Amin Subekti ini adalah memantau program prioritas gubernur, dari perencanaan hingga penganggaran. Masalahnya, tugas tim ini bertubrukan dengan tim lain, sehingga salah satu kritik yang muncul dari Gembong Warsono, ketua fraksi PDIP di DPRD, menyebut bahwa "tim pemerintahan Anies gemuk tapi tak produktif."

Menurut Amin, ada 60 kegiatan strategis daerah yang tugas-tugasnya kerap bersinggungan dengan tim lain yang dibentuk gubernur. "Pokoknya ada cukup banyak kami turunkan mengelola isu-isu di lapangan. Kegiatan strategis daerah itu masing-masing ada yang mengawal," katanya.

Baca juga artikel terkait PEMERINTAHAN ANIES atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam