Menuju konten utama
Periksa Fakta

Klaim-Klaim Menyesatkan dalam Pesan Berantai 'Paradox Vaksin'

Pesan-pesan dalam 'paradox vaksin' yang viral via WhatsApp memuat klaim-klaim salah dan menyesatkan.

Klaim-Klaim Menyesatkan dalam Pesan Berantai 'Paradox Vaksin'
Header Periksa Fakta. tirto.id/Quita

tirto.id - Belum lama ini beredar informasi tendensius via WhatsApp, yang disebar berulang kali, mengenai vaksin COVID-19; isinya kebiasaan mengenakan masker, menjaga jarak, imunitas pasca-vaksin, dan segala hal terkait vaksinasi sebagai tindakan sia-sia.

Lebih jelasnya, pesan berantai itu tertulis sebagaimana dalam tangkapan layar di bawah ini:

Periksa Fakta Paradoks Vaksin

Periksa Fakta Paradoks Vaksin. (FOTO/Whatsapp/Paradoks Vaksin)

Penelusuran Fakta atas Klaim-Klaim Menyesatkan

Kami menelusuri satu per satu kebenaran atas klaim-klaim dalam pesan tersebut.

Klaim pertama: “Bisakah saya berhenti memakai masker? Tidak”. Dari situsweb John Hopkins, setiap orang perlu konsisten bertindak preventif pada masa mendatang. Masih ada kemungkinan 5-10% vaksin tidak efektif. Maka, Anda masih berpotensi menyebarkan virus corona. Sementara para peneliti masih menilai kemungkinan vaksin bisa bikin kita terbebas dari virus. Ini menjawab klaim keempat soal kemungkinan penularan pasca-vaksinasi.

Klaim kedua soal membuka restoran dan tempat umum: Belum ada keputusan pemerintah mengenai hal ini. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menanggapi positif langkah Kementerian Kesehatan untuk menyertakan sektor pariwisata sebagai penerima vaksin COVID-19, dengan alasan sektor ini bersentuhan langsung dengan publik dan konsumen, menurut Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran.

Klaim keempat soal kemampuan vaksin melindungi seseorang dari COVID-19: Menurut CDC, vaksinasi bertujuan menciptakan sistem kekebalan tubuh, mengenali dan melawan SARS CoV-2, virus penyebab COVID-19, sehingga dapat melindungi kita dari penyakit. Maka, vaksinasi berperan penting mengingat orang tertular COVID-19 sangatlah beragam, dari tanpa gejala, gejala ringan, sedang, hingga gejala berat, dan dari segala umur.

Klaim mengenai sekolah tidak akan kembali normal: Menurut PBB pada 22 Januari 2021, pandemi COVID-19 tak akan berakhir hingga kapan pun. “Virus ini masih bisa berpindah ke populasi padat termasuk bermutasi dengan cepat,” menurut Obiora Okafor, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia dan solidaritas internasional.

Lantas, apakah memvaksinasi semua anak jadi langkah tidak perlu? Menurut situs Publichealth.org, vaksin tak hanya bekerja pada tingkat individu, tapi melindungi seluruh populasi. Semakin banyak populasi divaksin, maka bisa cepat memutus rantai penularan, yang bermanfaat bagi warga yang tidak divaksin. Bakteri atau virus tidak akan memiliki cukup inang untuk membangun pijakan dan pada akhirnya akan mati. Tahap ini disebut herd immunityalias imunitas kawanan atau kekebalan kelompok, tanpa perlu memvaksin setiap individu.

Menurut CDC per Februari 2021, anak-anak di bawah usia 16 tahun belum direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin mRNA Pfizer atau Moderna, salah satunya karena data penelitian tingkat efikasi untuk umur tersebut masih terbatas.

Soal klaim-klaim lain seperti menggunakan hand sanitizer, tidak berpelukan, tidak berkumpul, dan kebiasaan yang telah diterapkan selama pandemi COVID-19, cara kerja vaksinasi, sekali lagi, menciptakan kekebalan kelompok. Pemerintah Indonesia telah merencanakan vaksinasi kepada 181 juta penduduk atau 70 persen dari total populasi demi membentuk herd immunity.

Klaim bahaya vaksin: Sinovac telah mengantongi izin penggunaan darurat (emergency use authorization) dari Badan POM pada 11 Januari 2021, memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu. Tingkat efikasi vaksin Sinovac sebesar 65,3%, yang memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam persetujuan EUA untuk vaksin COVID-19, yakni minimal 50%.

Kesimpulan

Berdasarkan penelusuran fakta-fakta tersebut, klaim-klaim dalam pesan berantai via WhatsApp itu bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).

==============

Tirto mengundang pembaca untuk mengirimkan informasi-informasi yang berpotensi hoaks ke alamat email factcheck@tirto.id.

Apabila terdapat sanggahan ataupun masukan terhadap artikel-artikel periksa fakta maupun periksa data, pembaca dapat mengirimkannya ke alamat email tersebut.

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Irma Garnesia

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Irma Garnesia
Editor: Fahri Salam