Menuju konten utama

Klaim Jokowi Soal Dana Desa & Data Pengangguran yang Malah Naik

Jokowi mengklaim dana desa berhasil menurunkan angka kemiskinan di desa. Namun data BPS justru menyebut angka pengangguran di desa justru meningkat.

Klaim Jokowi Soal Dana Desa & Data Pengangguran yang Malah Naik
Presiden Joko Widodo menyampaikan arahan saat Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pusat dan Daerah Tahun 2018 di Jakarta, Senin (14/5/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Presiden Joko Widodo mengklaim dana desa berhasil membuat angka kemiskinan di desa turun dua kali lipat dibandingkan kota. Jokowi menyebut setidaknya 1,2 juta penduduk di desa sudah berhasil dientaskan dari kemiskinan. Sayangnya berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di desa justru naik tipis dibandingkan kota.

BPS menyatakan jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2018 adalah sebanyak 7 juta orang. Angka tersebut setara dengan 5,34 persen dari jumlah angkatan kerja di Indonesia yang tercatat sebesar 131,01 juta orang.

Apabila ditelusuri lebih detail, data BPS menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di kota masih lebih banyak ketimbang di desa. Pada Agustus 2018, misalnya, persentase pengangguran di kota tercatat sebesar 6,45 persen, sedangkan di desa adalah 4,04 persen.

Meski persentasenya lebih tinggi, tapi jumlah pengangguran di kota mengalami penurunan secara year-on-year. Pada Agustus 2017, persentasenya mencapai 6,79 persen, turun menjadi 6,45 persen pada Agustus 2018. Sebaliknya, secara year-on-year, pengangguran di desa mengalami kenaikan tipis dari 4,01 persen menjadi 4,04 persen.

Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan peningkatan angka pengangguran di desa itu disebabkan oleh jumlah pekerja di sektor pertanian yang menyusut. Menurutnya, para pekerja yang hengkang itu lantas memilih pergi ke kota atau bekerja di sektor lain.

Fenomena tersebut, kata Suhariyanto, sangat berpengaruh terhadap angka pengangguran mengingat sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian paling utama yang dijalankan masyarakat.

“Kalau ada transformasi ekonomi (aliran dana desa), tenaga kerja di sektor pertanian akan berkurang. Karena apabila dilacak, di sana ada penurunan untuk jumlah petani karet dan palawija,” kata dia, di kantornya, Jakarta, pada Senin (5/11/2018).

Menurut dia, program padat karya tunai selama ini lebih banyak dialokasikan untuk pembangunan konstruksi di desa dan tidak bersinggungan dengan pertanian.

Infografik Periksa Data Beda Data Kemiskinan

Ironi Dana Desa

Meski kenaikannya tidak besar, akan tetapi kenyataan ini cukup ironis mengingat pemerintahan Presiden Joko Widodo terus menggenjot kucuran dana desa. Bahkan untuk tahun depan, anggaran yang telah disiapkan mencapai Rp70 triliun. Jokowi pun belum lama ini sempat memamerkan dampak dana desa yang disebut ampuh menurunkan kemiskinan di desa hingga dua kali lipat.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menyebutkan dana desa itu mestinya bisa berkorelasi terhadap pembangunan infrastruktur guna mendorong pertumbuhan sektor pertanian di desa. Sehingga apabila kualitas lapangan kerja di sektor pertanian tidak bertambah baik, Bhima menilai perlu adanya evaluasi terhadap anggaran dana desa itu.

“Dana desa bisa dikatakan hampir gagal karena tidak bisa menciptakan lapangan kerja di desa,” ujar Bhima kepada reporter Tirto, Selasa (6/11/2018).

Menurut Bhima, para penduduk usia kerja lebih memilih untuk mencari pekerjaan di bidang lain, seperti perdagangan, industri manufaktur, dan konstruksi. Hal ini membuat sektor pertanian yang semestinya menyerap banyak tenaga kerja tidak efektif mengurangi angka pengangguran di desa. Menurut Bhima, pergeseran ini terjadi secara cukup cepat.

Di sisi lain, kata Bhima, jumlah lapangan kerja pada sektor non-pertanian itu penyerapan tenaga kerjanya tidak sebesar di sektor pertanian. Karena itu, Bhima menilai meskipun terjadi penyerapan pada sektor non-pertanian tetap ada, tapi pelaksanaannya tidak optimal. Inilah yang lantas menjadi pemicu munculnya para pengangguran di desa.

“Saya khawatir kalau terus seperti ini, angka pengangguran di desa jumlahnya bisa terus naik. Meskipun kenaikannya sedikit demi sedikit,” kata Bhima.

Koordinator Koalisi Rakyat untuk Ketahanan Pangan (KRKP) Said Abdullah membenarkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian terus mengalami tren penurunan. Said mengatakan cepatnya laju migrasi anak-anak muda dari desa ke kota sebetulnya cukup mengkhawatirkan, mengingat ketika bekerja di kota, mereka pun hanya bergeser ke tenaga kerja kasar.

“Sebagian besar alokasi dana desa justru tidak menyasar ke sektor pertanian. Ini agak anomali, terutama desa-desa yang memang basisnya adalah pertanian,” kata Said kepada reporter Tirto.

Said menyatakan selama ini dana desa lebih diprioritaskan untuk membangun infrastruktur yang tidak secara langsung membantu kerja petani. Padahal, kata dia, hal ini memunculkan masalah baru.

Menurut Said, dengan pembangunan infrastruktur yang lebih digenjot, ketimpangan antara si kaya dan si miskin di desa jadi melebar, sehingga peluang orang untuk keluar dari pekerjaannya di sektor pertanian semakin besar. Salah satu aspek yang dinilai memengaruhi ketimpangan itu ialah terkait penguasaan lahan yang muncul akibat adanya perbaikan infrastruktur di desa.

“Alokasi dana desa harus bisa meningkatkan usaha-usaha di sektor pertanian. Saya kira tidak ada pilihan lain untuk mengurangi gap kepemilikan lahan. Karena kalau ini terus dibiarkan, yang bekerja di pertanian tidak ada. Ini terkait dengan pendapatan,” ucap Said.

Baca juga artikel terkait TINGKAT KEMISKINAN atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz