Menuju konten utama

KKP Gabungkan Pendekatan Kimia dan Fisika untuk Produksi Garam

KKP mempersiapkan wilayah Timur, seperti NTT dan NTB untuk swasembada garam.

KKP Gabungkan Pendekatan Kimia dan Fisika untuk Produksi Garam
Petani membawa garam menggunakan gerobak dorong saat panen di Desa Tambak Cemandi, Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (11/8). ANTARA FOTO/Umarul Faruq

tirto.id - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah mengupayakan pengembangan teknologi baru untuk memproduksi garam, dengan mengombinasikan pendekatan kimia dan fisika. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan cara produksi dengan sinar matahari.

Direktur Jasa Kelautan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Mohammad Abduh Nur Hidajat mengatakan, pengembangan teknologi baru itu diyakini bisa mempercepat proses evaporasi (penguapan), sehingga bisa mengurangi ketergantungan sinar matahari.

"Tekno yang mau diterapkan gimana? Kita sedang rancang kombinasi antara kimiawi dan fisika," ujar Abduh dalam acara “Peluncuran Hikayat Si Induk Bumbu” di Jakarta pada Kamis (22/2/2018).

Selama ini, proses produksi garam membutuhkan waktu sekitar 70 hari. Dengan teknologi baru ini, maka proses produksi hanya 7 hari. Selain itu, teknologi ini juga bisa menghemat biaya. "Jelas biaya produksi bisa ditekan. Tapi, belum tahu jangan dulu dibicarakan," kata Abduh.

Untuk menguji teknologi ini, KKP telah menerapkan proyek percontohan di lahan seluas 1 hektare (Ha). KPK sedang mempersiapkan teknologi ini bisa diterapkan seluruh petambak garam di Indonesia.

Namun, di tahap awal, KKP hanya mengkhususkan untuk sentra garam wilayah Barat, seperti Jawa dan Madura. "Kalau nanti daerah Timur minat, ya akan diterapkan ke Timur," ujarnya.

KKP Upayakan Swasembada Garam di Wilayah Timur Indonesia

Abduh Nur Hidajat mengatakan KKP telah mengupayakan swasembada garam di wilayah Timur, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Menurutnya, wilayah Timur masih memungkinkan untuk perluasan lahan garam.

Alasan lain, kata dia, wilayah Timur juga cenderung memiliki masa kemarau lebih panjang dari pada wilayah Barat, yaitu 6 sampai 8 bulan. Sedangkan di Jawa dan Madura, hanya 4 sampai 6 bulan.

Hasil garam di wilayah Timur akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan garam industri sebesar 2,2 juta ton per tahun dari total kebutuhan sekitar 4 juta ton per tahun.

"Kemenko Maritim sedang mengumpulkan para pelaku usaha untuk berinvestasi di tambak garam wilayah NTT dan NTB. Kita bentengin banget wilayah Timur untuk industri, kalau konsumsi kita udah lama swasembada," terang Abduh.

Kemudian, KKP juga tengah menggalakan integrasi lahan dengan membentuk koperasi petambak garam yang dibina KKP. Integrasi lahan di satu sentra ada sekitar 500 hektare. "Sekarang dengan integrasi lahan bisa lebih kuat produksinya, naik 10 kali lipat," sebut Abduh.

KKP Tekankan Pentingnya Swasembada Garam

Abduh mengatakan bahwa pemerintah harus melakukan swasembada garam. Meskipun tidak berdampak terhadap inflasi, seperti beras.

Namun, ia menyayangkan selama ini garam tidak dikategorikan sebagai bahan pokok penting. "Garam dihilangkan sebagai bapokting (bahan pokok penting),” kata dia.

Untuk itu, KKP sedang berupaya agar garam bisa dikategorikan lagi ke dalam daftar bapokting. Dengan begitu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) dapat mengatur regulasi berupa Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) terkait Harga Pokok Penjualan (HPP) garam.

"Usulannya untuk dibahas di rakortas udah, tapi belum dibahas. Belum waktunya aja kali untuk dibahas. Kalau dialog dengan petambak enggak mau jual harga tinggi-tinggi karena kompensasi. Mereka senang harga acuan stabil," tambahnya.

Baca juga artikel terkait GARAM atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto