Menuju konten utama

Kisruh Dugaan Mobilisasi Polisi untuk Memenangkan Jokowi

Seorang polisi di Garut mengaku diminta atasannya memenangkan Jokowi. Dia pun dimutasi diduga karena mendukung Prabowo. Tapi ini semua dibantah atasan.

Kisruh Dugaan Mobilisasi Polisi untuk Memenangkan Jokowi
Petugas Kepolisian berlindung saat melakukan pengamanan eksekusi lahan permukiman warga di Kentingan Baru, Solo, Jawa Tengah, Rabu (19/12/2018). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/foc.

tirto.id - Sulman Aziz blak-blakan. Dia bilang polisi di Garut, Jawa Barat, diperintahkan oleh atasannya untuk memenangkan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin pada Pemilu 2019.

"Kami diperintahkan untuk melakukan penggalangan [suara masyarakat] dan mendukung 01," kata dia di firma hukum Lokataru, Jakarta, Minggu (31/3/2019) kemarin. 01 adalah nomor urut Jokowi-Ma'ruf dalam pilpres kali ini.

Perintah itu datang langsung dari Kepala Kepolisian Resor Garut, katanya, dalam forum yang diselenggarakan Februari lalu.

Sulman menggunakan kata "kami" karena memang dia adalah polisi. Dia sempat menjabat Kapolsek Pasirwangi (salah satu kecamatan di Kabupaten Garut), dengan pangkat AKP--sebelum akhirnya dimutasi karena alasan yang juga diduga politis.

Instruksi serupa diberikan kepada seluruh kapolsek di Garut yang jumlahnya 22 orang.

Dan perintah agar mereka membantu memenangkan Jokowi--yang menurut Sulman disebut dengan istilah 'penggalangan'--juga disertai ancaman. Jabatan mereka dipertaruhkan semisal suara 01 kalah di wilayah masing-masing.

Inilah kali pertama ada instruksi turut serta memenangkan kandidat presiden-wakil presiden, setelah aktif sebagai polisi selama 27 tahun terakhir, aku Sulman.

Tapi Sulman mengaku tak pernah melakukan apa yang diperintahkan. Dia berupaya netral, tapi toh dimutasi juga.

Dia bercerita kalau pemindahan tugas ada kaitannya dengan peristiwa yang terjadi pada 25 Februari lalu. Ketika itu di Pasirwangi, sekelompok orang mendeklarasikan dukungan terhadap Prabowo-Sandiaga.

Lantas dia berfoto bersama ustaz Zamzam selaku Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Besar Pasirwangi. Foto ini adalah pelengkap dari laporan kegiatan yang akan diberikan kepada Kapolres Garut, AKBP Budi Satria Wiguna.

Namun karena foto itu pula ia justru dituduh mendukung Prabowo-Sandiaga.

“Saya [datang ke lokasi] memastikan kegiatan yang dilakukan di wilayah saya berjalan lancar sesuai ketentuan. Dan foto buat laporan ke atasan bahwa saya sudah berkoordinasi dengan panitia,” katanya, membantah tuduhan.

Ia bahkan dituduh mendanai deklarasi tersebut. Ia jelas menampik. Sebagai polisi rendahan, ia mengaku tak punya cukup uang untuk membiayai acara seperti itu.

“Kira-kira orang kecil seperti saya mampu atau tidak membiayai acara itu?”

Terakhir, Sulman juga dituduh memobilisasi sembilan dari 12 kepala desa untuk memberikan dukungan kepada Prabowo-Sandi. Soal tuduhan ini, dia juga menampik. “Seolah-olah saya mengumpulkan mereka untuk mendukung paslon nomor 02.”

Setelah memaparkan semua hal di atas, Sulman lantas mengatakan "iklas" jika harus dihukum.

“Mungkin setelah pernyataan saya ini terbit [di media], saya akan ditangkap atau ditahan. Saya ikhlas dengan itu. Saya tidak ingin ada lagi polisi berbuat baik [tapi] malah dizalimi," pungkasnya.

Namun kesaksian Sulman dibantah seluruhnya oleh Kapolres Garut, AKBP Budi Satria Wiguna. Benar bahwa dia menginstruksikan 22 kapolsek untuk melakukan 'pendataan', tapi bukan dalam rangka menggiring masyarakat memilih Jokowi-Ma'ruf, melainkan untuk keperluan keamanan.

“Tidak ada arahan dari saya. Pendataan itu untuk memetakan keamanan,” kata Budi Satria ketika dikonfirmasi Minggu (31/3/2019) kemarin.

“Saya siap diperiksa kalau tindakan saya salah. Tapi saya merasa tidak ada bahasa [dalam instruksi] yang aneh-aneh,” tambahnya.

Lapor

Jika benar apa yang Sulman katakan, maka polisi jelas-jelas melakukan pelanggaran. Polisi adalah instansi negara yang wajib netral, dan itu diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Hal ini juga dipertegas dengan pernyataan Kapolri Tito Karnavian dalam pelbagai kesempatan.

Untuk membuktikan bahwa ucapannya benar, sebaiknya Sulman juga melapor ke Badan Pengawas Pemilu dan Divisi Propam Polri. Hal ini dikatakan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Andrea Poeloengan.

“Karena sebagai penegak hukum harusnya gunakan langkah hukum, bukan berbicara melalui konferensi pers,” kata Andrea.

Hal serupa bahkan dikatakan Joko Widodo pada Minggu malam. Dia bahkan mengaku siap mendengarkan laporan Sulman secara langsung.

"Ditanyakan saja siapa. Laporkan ke saya," kata Jokowi di Manado.

Tapi Sulman punya alasan kenapa ia bicara ke media. Dia khawatir keluhannya tak didengar oleh instansi resmi.

“Saya seorang bawahan. Siapa yang mau mendengarkan laporan saya?”

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino