Menuju konten utama

Kisah Suram Blackburn Rovers di Tangan Juragan Daging Olahan

Blackburn Rovers sempat jadi salah satu magnet di sepakbola Inggris. Kini kiprah mereka terus menurun, terutama sejak diambil alih oleh The Venky's, perusahaan olahan daging unggas asal India.

Kisah Suram Blackburn Rovers di Tangan Juragan Daging Olahan
Bos The Venky's, Anuradha Desai (kedua dari kanan) duduk di tribun sebelum pertandingan sepak bola Liga Utama Inggris timnya melawan Tottenham di Stadion Ewood Park, Blackburn, Inggris, Rabu, 2 Februari 2011. Jon Super / AP

tirto.id - Manchester United bisa saja merengkuh gelar juara Liga Inggris tiga kali beruntun pada musim 1994-1995. Capaian itu akan jadi torehan sensasional lantaran menjelang akhir musim mereka juga sukses menembus final Piala FA.

Namun, akhir indah yang sudah di depan mata buyar begitu saja. Di final Piala FA, Setan Merah dibenamkan Everton dengan skor tipis 1-0. Seolah belum cukup, Blackburn Rovers menggenapi penderitaan skuat asuhan Alex Ferguson itu dengan berhasil mengambil alih trofi Liga Inggris.

Meraih total 89 poin, Blackburn hanya unggul satu angka dari rival terdekatnya.

Capaian ini jelas sensasional. Sebab faktanya sudah 81 tahun mereka puasa gelar juara liga. Keberhasilan Blackburn bahkan membuat mereka jadi tim pertama selain MU yang bisa merengkuh gelar liga dengan format baru (Premier League).

"Saya benar-benar menikmati waktu saya di Blackburn. Pencapaian itu (juara Premier League 1994-1995) adalah hal yang hebat. Kami memulai dengan hati-hati dan terus membaik dari tahun ke tahun, kemudian puncaknya musim itu yang luar biasa," tutur Alan Shearer, eks penggawa Blackburn yang juga jadi pencetak gol terbanyak Liga Inggris musim itu.

Sayang, musim sensasional itu tidak awet. Blackburn terdegradasi ke divisi Championship pada 1998-1999, meski akhirnya bisa kembali musim 2001-2002.

Mereka lagi-lagi terdegradasi pada musim 2011-2012. Mengemas 31 poin saja, The Rovers finis di urutan ke-19. Bedanya, pada degradasi kedua ini, Blackburn tak kunjung sembuh. Alih-alih bangkit dan kembali ke divisi teratas, mereka justru anjlok ke divisi lebih bawah lagi yang diberi nama League One.

Meski musim 2017-2018 kemarin Blackburn akhirnya kembali ke Divisi Championship, namun hingga detik ini langkah mereka untuk naik ke Premier League tergolong berat. Saat ini The Rovers masih terbenam di peringkat 17 klasemen sementara dengan 47 poin, terpaut hingga 31 angka dari pemuncak klasemen sementara, Norwich City.

Intervensi Pemilik Baru

Kemarau prestasi yang dialami Blackburn tidak datang tanpa sebab. Semua berawal dari akuisisi perusahaan olahan daging unggas asal India, The Venky's, pada 2010. Mengutip BBC, pemilik Blackburn sebelumnya, Jack Walker, menjual 99,9 persen saham klub dengan nominal 43 juta pound sterling.

Saat pertama kali diumumkan sebagai pemilik, bos The Venky’s, Anuradha J Desai, berjanji bakal melanjutkan dan mempertahankan hal-hal bagus yang telah diwariskan pada era Jack Walker.

"Kami tentu respek terhadap warisan Jack Walker dan akan secara aktif mendukung manajemen untuk memastikan Blackburn Rovers tetap jadi salah satu klub terbaik di Premier League," ungkapnya.

Waktu lantas membuktikan kalau kalimat Desai itu cuma bualan. Hanya tiga pekan setelah menguasai Blackburn, The Venky’s mendepak pelatih utama Sam Allardyce.

Keputusan ini bikin barisan suporter Blackburn geleng-geleng kepala. Soalnya, pelatih berjuluk Big Sam itu sebenarnya punya portofolio lumayan.

Musim 2009-2010, dia mampu membawa Blackburn menembus semifinal Piala Liga. Di bawah asuhan Big Sam pula, pada musim yang sama, Blackburn sukses menempati peringkat 10 Premier League--capaian yang relatif baik untuk klub yang belum lama kembali dari jurang degradasi.

Belakangan, The Guardian mengungkap kalau salah satu dasar terdepaknya Big Sam adalah karena sang pelatih tidak terima dirinya diintervensi oleh petinggi klub.

The Venky’s disebut-sebut menghambat Allardyce mendatangkan pemain yang dibutuhkan klub. Tak cuma itu, mereka juga menyerahkan wewenang pemilihan pemain baru ke tangan pemilik agensi sepakbola bernama Jerome Anderson. Jerome diberi wewenang melebihi Big Sam lantaran menjadi sosok penting yang membantu akuisisi The Venky’s.

Jurnalis The Guardian, David Conn, menyebut pengalihan wewenang transfer itu sebagai hal yang memalukan dalam dunia sepakbola. Dia juga menyebut The Venky’s sebagai tempat berkumpulnya orang-orang yang sama sekali tak ingin memajukan industri si kulit bundar.

"Untuk segala kata-kata memabukkan Anuradha J Desai, ketika kemudian mendepak Allardyce karena tidak ingin memfasilitasi kebutuhannya, dia dan dua saudara laki-lakinya yang menjual daging ayam itu layak mengakui kalau pengetahuan dan minat mereka terhadap sepakbola sangat sedikit, bahkan sebelum membeli [Blackburn] Rovers," tulisnya.

Wewenang perekrutan pemain yang diintervensi berlebihan oleh petinggi klub akhirnya menemui efek paling telak pada musim 2011-2012. Akibat performa yang terus menurun, Blackburn yang saat itu dilatih Steve Kean terdegradasi ke Divisi Championship.

Keuangan Buruk

Tak cuma intervensi, anjloknya kiprah Blackburn di sepakbola Inggris turut didorong kondisi finansial yang terus memburuk. Buruknya kondisi finansial ini tidak bisa dilepaskan dari keberadaan The Venky’s.

Seperti diwartakan BBC pada 2010 lalu, sebelum kedatangan The Venky’s, Blackburn tercatat hanya punya utang ke pihak eksternal senilai 22 juta pound sterling. Dua tahun kemudian, Lancashire Telegraph membeberkan jika utang klub naik tiga kali lipat atau nyaris menyentuh 70 juta pound sterling.

Kini utang klub terus melonjak. Per Mei 2017 lalu saja, media-media Inggris melansir kalau utang Blackburn menyentuh 113 juta pound sterling. Beberapa bulan kemudian, The Venky’s sempat memangkas jumlahnya jadi 106 juta pound sterling, namun angka yang tersisa tetap tidak realistis untuk dilunasi dalam waktu dekat. Soalnya, alih-alih semakin mendapat banyak sumber dana, dari waktu ke waktu pendapatan Blackburn terus menurun.

Saat Blackburn mampu promosi dari League One ke Divisi Championship pada musim 2017-2018 kemarin saja, klub malah mengalami kerugian sebesar 16,8 juta pound sterling. Kerugian ini disebabkan operasional untuk menggaji pemain, staf, dan kebutuhan sehari-hari tidak sepadan dengan penghasilan klub.

Ditambah, pada saat yang sama investor enggan menambah suntikan duit ke klub.

Angka 16 juta pound sterling saat itu membuat Blackburn jadi klub dengan kerugian terbesar di League One. Kerugian mereka bahkan jauh lebih tinggi dibanding tim paling rugi kedua, Wigan Athletic (9 juta pound sterling) dan Rotherham FC (1,6 juta pound sterling).

Soal performa finansial dan niatan memajukan klub yang serba tak jelas, suporter Blackburn sudah melancarkan protes keras kepada The Venky’s selama beberapa tahun terakhir. Namun komplain itu tidak pernah didengar.

Alih-alih mengakomodir, The Venky’s bahkan disebut-sebut tidak lagi hadir di stadion untuk menyaksikan Blackburn bermain selama tiga tahun terakhir.

Di sisi lain, perusahaan yang tertarik mengambil alih Blackburn sebetulnya tidak sedikit. Pada 2016 lalu misalnya, sebuah perusahaan bernama Seneca sempat menawar 51 persen dari total saham yang dimiliki The Venky’s.

“Ketertarikan Seneca sangat tulus. Semua tergantung pada bagaimana pihak dari India [The Venky’s] menanggapi itu. Seneca berupaya membantu, sesuatu yang mungkin tidak akan ditanggapi dengan baik, tapi jelas bahwa sesuatu yang baru itu dibutuhkan agar klub [Blackburn] melangkah ke depan,” kata analis sepakbola, Andy Bayes, dalam siarannya di BBC Radio Lancashire.

Namun harapan Bayes dan para suporter belum menemui titik terang. The Vanky’s tampak sama sekali tidak tertarik menjual saham.

Dan jika itu tak berubah, Blackburn Rovers pada akhirnya akan tetap jadi tim madesu alias masa depan suram.

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Rio Apinino