Menuju konten utama

Kisah Sopir Militan dalam Pertemuan Tahunan IMF-World Bank

Para sopir yang mengantar delegasi pertemuan tahunan IMF-World Bank bekerja selama 15 jam per hari.

Kisah Sopir Militan dalam Pertemuan Tahunan IMF-World Bank
Peserta delegasi mengabadikan gambar temannya dengan latar belakang dekorasi Pertemuan Tahunan IMF World Bank Group 2018, di kawasan Nusa Dua, Bali, (8/10/2018). ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Veri Sanovri/hp/2018.

tirto.id - “Kalau dinas gini ya harus ekstra konsentrasinya, ekstra capeknya,” demikian kata Ngatino (40) saat berbincang dengan saya di depan Bali International Convention Center, Jumat (12/10/2018) siang.

Ia sedang duduk berselonjor di rerumputan sembari bersandar pada pohon. Tak jauh dari situ, terparkir beberapa mobil mewah Mercedes Benz seri E-Class.

Salah satu dari mobil itu jadi tanggung jawab Ngatino sejak 6 hingga 17 Oktober 2018. Ia adalah sopir tetap salah seorang delegasi asal Maroko selama Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 berlangsung di Nusa Dua, Bali.

Ngatino tidak tinggal di Bali. Berasal dari Jakarta Selatan, ia ditugaskan jadi sopir helatan itu oleh tempat kerjanya, Blue Bird Group, yang menjalin kerja sama dengan panitia penyelenggara pertemuan.

Ia sudah bekerja sebagai sopir taksi Blue Bird selama 16 tahun. Selama tiga tahun pertama, ia mengemudikan taksi Blue Bird reguler yang berwarna biru. Setelah itu perusahaan memintanya untuk mulai memegang kendaraan taksi eksekutif yang dikenal dengan sebutan Silver Bird.

Tahun lalu, ia juga sempat ke Bali, menjadi sopir rombongan Raja Salman bin Abdulaziz.

Ngatino tidak sendiri. Ia didatangkan ke Bali bersama banyak pengemudi lain yang sudah biasa ada di balik kemudi Mercedes-Benz. Jumlahnya mencapai ratusan, katanya. Karena alasan kebiasaan itu pula Blue Bird tidak menyewa sopir lokal.

“Setiap ganti mobil selalu ada pelatihan di Cinangka, tempatnya diler Mercy itu. Sebenarnya kalau sudah pegang ya sama saja, tapi memang fitur-fiturnya beda.”

Ngatino bekerja mulai 06.00 WITA sampai 21.00 WITA. Jam kerja yang sangat panjang memang, tapi ia tak di balik kemudi selama itu.

“Kalau tamunya lagi ke acara, ya sudah istirahat saja begini. Memang lebih bosan sih sebenarnya,” kata pria asal Trenggalek, Jawa Timur itu.

Berapa upah yang ia peroleh? Pria beranak satu ini enggan menjawab spesifik. Ia hanya menyebut bayaran per hari lebih besar ketimbang bertugas di Jakarta. Selain itu, khusus tugas ini ia juga mendapat uang saku yang didapat dari panitia, yang juga tidak disebut berapa jumlahnya.

Selama bertugas, sudah tiga kali duit cair. Biasanya ia pakai untuk beli makan siang dan rokok.

Pengemudi lain, Risman, juga berbagi kisah kepada Tirto. Risman, seperti Ngatino, juga berpengalaman jadi sopir rombongan Raja Salman dan tamu negara lain yang penyelenggaranya bekerja sama dengan Blue Bird.

Risman bercerita, tugasnya sebetulnya sederhana. Jam kerjanya saja yang panjang. Ia hanya bertugas mengantarkan delegasi dari hotel ke lokasi acara. Jika ada permintaan di luar rute tersebut, harus ada izin lebih dulu dari panitia.

Risman mencoba bertugas sebaik-baiknya. Ia tak mau kena sanksi. Perusahaan tempatnya bekerja cukup responsif jika ada keluhan dari penumpang.

“Kalau sampai ada yang mengeluh, ya selesai [mendapat sanksi]. Baik selesai di sini, atau nanti di Jakarta. Entah bagaimana, tergantung kesalahannya juga,” akunya.

Baca juga artikel terkait PERTEMUAN TAHUNAN IMF-BANK DUNIA atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Rio Apinino