Menuju konten utama

Kisah 'Putar Kepala' Pengawal Pasien dan Jenazah COVID-19

Tim Relawan Patwal Ambulance Indonesia (RPAI) DKI semakin sibuk saat pandemi. Mereka memastikan pasien cepat sampai RS dan jenazah bisa lekas dikubur.

Kisah 'Putar Kepala' Pengawal Pasien dan Jenazah COVID-19
Petugas memakamkan jenazah COVID-19, di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Selasa (8/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.

tirto.id - Kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta terus meningkat sejak awal Desember 2020. Sejak itu pula Tim Relawan Patwal Ambulance Indonesia (RPAI) DKI semakin kewalahan melayani permintaan pengawalan.

RPAI DKI bertugas memastikan ambulans tidak terhalang kemacetan sehingga lekas sampai tujuan, entah itu fasilitas kesehatan atau kuburan.

Per 2 Desember, jumlah kasus positif COVID-19 di DKI tercatat sebanyak 1.166. Pada 16 Desember naik menjadi 1.221, lalu bertambah menjadi 2.053 pada 30 Desember. Memasuki awal tahun, 6 Januari, kasus naik menjadi 2.402, lalu 3.476 pada 13 Januari. Dua hari lalu, saat naskah ini diedit, penambahan kasus sebanyak 2.541.

Sejak terlibat mengawal ambulans khusus COVID-19 pada September, RPAI DKI sudah melayani sekitar 60 pasien dan 15 jenazah. Fasyankes yang paling sering menjadi rekanan mereka adalah Puskesmas Tebet dan Puskesmas Pancoran. Tujuannya biasanya rumah sakit rujukan atau Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran. Sementara untuk jenazah termasuk TPU Tegal Alur.

Dalam satu hari minimal mereka mengawal dua hingga tiga kali. Namun Kamis 7 Januari kemarin melonjak tajam.

Kesibukan dimulai sejak pukul 3.40 dini hari. Mereka mengawal ambulans pembawa pasien dari RS Citayam menuju RS Radjak Hospital. Menjelang siang, pukul 12.45, mereka mengawal jenazah dari Manggarai ke TPU Menteng Pulo.

Pukul 14.54, pengawalan dilakukan terhadap ibu dan bayi dari Puskesmas Pancoran ke RSUD Budi Asih. Mereka mengawal ibu hamil dari puskesmas yang sama pukul 15.20 WIB menuju RSUD Koja. Pukul 16.50, giliran mengawal ibu hamil dari Puskesmas Tebet Barat ke RS Bunda Aliyah.

“Belum ada lima menit tiba di titik yang satu, sudah di-calling untuk kawal yang lain. Istilah kami, putar kepala doang,” ujar Pendiri RPAI DKI Jakarta Faisal Harahap kepada reporter Tirto, Rabu (13/1/2021).

Kondisi mulai senggang sampai pukul 18.59, sebelum kembali mengawal pasien dari Puskesmas Tebet ke RSUD Mampang Prapatan, lalu mengawal jenazah dari RSCM ke gerbang Tol Kemayoran.

Menjelang tengah malam pekerjaan belum juga usai. Pukul 22.45, mereka mengawal pasien COVID-19 dari Puskesmas Tebet ke RSKD Duren Sawit. Pukul 23.00 mengawal jenazah dari RSCM ke Rawa Bebek. Pukul 23.09 mengawal ibu hamil dari Puskesmas Pancoran ke RS Agung.

Penutup pekerjaan hari itu adalah mengawal ibu hamil dari PKM Johar Baru ke IGD RSCM pukul 23.40.

“Selagi driver percaya ke kami, ya kami joss (terima pengawalan). Kecuali ada permintaan di jam yang sama dan anggota kosong,” ujar Faisal.

Teh Susu Telur

Merujuk aturan RPAI Pusat, jadwal pengawalan terakhir sebenarnya pukul 22.00. Pukul 00.00 semua aktivitas termasuk di grup WhatsApp dihentikan. Seluruh anggota diharapkan istirahat. Masalahnya terkadang ada saja situasi yang mendesak, termasuk kejadian “putar kepala” di atas.

“Capai itu pasti. Tapi prinsip anak-anak, kalau capai, ya, capai sekalian,” ujar Faisal.

Satu pengawalan maksimal dilakukan empat motor. Satu motor sebagai pembelah jalan, satu memandu di depan ambulans, dan sisanya menjadi penutup jalan di belakang ambulans agar tidak ada kendaraan lain yang menguntit.

Masing-masing anggota bekerja atas dasar kerelaan, sehingga tak melulu seluruhnya dalam kondisi siap mengawal. Anggota RPAI DKI Jakarta berjumlah 40 orang, terdiri dari 15 anggota tetap dan 25 calon anggota. “Kami tidak bisa paksakan aktivitas seseorang. Jadi yang ada di lapangan saja,” ujar Faisal.

Sebagaimana banyak orang lain, dalam kondisi pagebluk ini mereka juga khawatir tertular COVID-19. Oleh karena itu setiap anggota yang bertugas diwajibkan menggunakan masker dan sarung tangan. Sebisa mungkin menghindari kontak langsung dengan sopir ambulans dan pasiens atau jenazah. Khusus pengawalan jenazah, mereka diberikan alat perlindung diri (APD) oleh fasyankes rekanan.

Selebihnya mereka mengonsumsi asupan yang diyakini dapat menjaga kebugaran. “Doping kami biasanya telur setengah matang dan teh susu telur. Itu selalu. Alhamdulillah ampuh, badan enakan. Besok di-joss lagi.”

Sejauh mengawal sampai sekarang, belum pernah ada satu pun anggota RPAI DKI Jakarta yang terpapar COVID-19.

Bebas Biaya

RPAI berawal dari pengalaman sang pendiri, Ridho. Ayah Ridho meninggal dunia dalam perjalanan di mobil ambulans. Ambulans yang ditumpangi sulit mendapatkan akses jalan yang lancar meski sudah menyalakan sirine. RPAI terbentuk di Medan, Sumatera Utara pada 2017.

Kerja-kerja RPAI atas dasar kemanusiaan. Mereka tidak memungut biaya seribu rupiah pun dari setiap rekanan fasyankes atau pasien. Bahkan aturan RPAI terbilang keras: bagi anggota yang ketahuan memungut biaya akan dikeluarkan tanpa surat peringatan terlebih dulu.

Meski begitu mereka tidak menutup diri apabila rekanan atau pasien ingin mengganti jerih payah pengawalan. Mereka tak bakal menolak jika misalnya ditraktir makan minum baik oleh sopir fasyankes atau keluarga pasien. “Kalau pakai biaya, malah tidak enak. Orang lagi berduka, kita minta duit,” kata Faisal.

Mereka tidak mengharapkan balasan materi sebab ada yang jauh lebih penting: pasien bisa lebih cepat tiba di tujuan. “Kami senang kalau tahu ada pasien yang sembuh,” aku Faisal.

Saat wawancara berlangsung (13/1/2021), Faisal dan kawan-kawan sedang bersiap menunggu permintaan pengawalan. Delapan motor sudah disiapkan. Mereka masih belum tahu akan seberapa sibuk hari itu, tapi kabarnya sekitar tujuh pasien COVID-19 akan dirujuk ke rumah sakit.

Satu tujuan yang sudah pasti saat itu adalah ke kuburan. “Ke Cipto. Kawal jenazah Covid ke Tegal Alur.”

Baca juga artikel terkait PASIEN COVID-19 atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino