Menuju konten utama

Kisah Perempuan Pematung yang Berakhir di Rumah Sakit Jiwa

Hidup Camille Claudel berakhir tragis. Hubungannya dengan pematung Auguste Rodin berantakan. Ia depresi berkepanjangan hingga meninggal dunia.

Kisah Perempuan Pematung yang Berakhir di Rumah Sakit Jiwa
Header Mozaik Camille Claudel. tirto.id/Tino

tirto.id - “Halus” dan “kuat” adalah dua kata yang mewakili karya pematung asal Prancis, Camille Claudel. Selama hidupnya, ia menghasilkan berbagai patung material perunggu dan marmer yang kokoh dengan gestur-gestur halus.

Publik selalu mengaitkan sosoknya dengan pematung Prancis lain yang tersohor, Auguste Rodin, baik secara kekaryaan maupun kehidupan pribadi.

Semasa hidupnya, Camille tidak sepopuler Rodin. Kejeniusannya terhenti begitu saja sejak ia masuk rumah sakit jiwa dan menghabiskan sisa hidupnya di tempat tesebut. Karya-karya serta hubungan asmaranya bersama Rodin pun baru diketahui dan dikumpulkan setelah ia tiada.

Dukungan Awal Sang Ayah

Camille lahir pada 8 Desember 1864 di sebuah komune bernama Fère-en-Tardenois di Hauts-de-France, Prancis bagian utara. Ia anak pertama dari tiga bersaudara. Sejak kecil, bakat seni patung Camille telah dirasakan kedua orang tuanya ketika mereka tinggal di Nogent-sur-Seine.

Bahkan guru pribadinya, Monsieur Colin, mengagumi bakat Camille. Saat berusia 12 tahun ia dapat mempelajari patung figur manusia dari buku-buku. Ia terus mencoba menggambar serta membuat figur tersebut menggunakan tanah liat lokal di Nogent.

Ibunya kurang mendukung bakat tersebut, karena pada masa itu pematung bukan hal yang lumrah bagi perempuan. Berbeda dengan ayahnya yang sangat antusias dengan bakat seni anak gadisnya itu.

Suatu hari, ayahnya mendapatkan saran dari tutor patung Camille, Alfred Boucher, untuk mengirim Camille ke Paris agar dapat mengembangkan bakatnya di sekolah seni yang lebih berkualitas.

Saran itu terealisasi pada tahun 1881. Camille pindah ke Paris bersama ibu serta kedua adiknya dan menetap di kawasan Montparnasse. Sementara ayahnya tidak ikut tinggal bersama karena pekerjaan menuntutnya harus berpindah-pindah. Meski begitu, ayahnya tetap mendukung keluarganya secara finansial dan emosional dari jauh.

Usia Camille masih 18 tahun ketika pertama kali menginjakkan kaki di Paris. Sempat ditolak di salah satu sekolah seni ternama yang tidak menerima murid perempuan, ia akhirnya diterima di Académie Colarossi.

Seminggu sekali Alfred Boucher mengunjungi studio Camille untuk memberi bimbingan terkait dengan perkembangan studi seni patung anak didiknya.

Setelah setahun, datang sebuah kabar bahwa Boucher mendapatkan penghargaan Prix du Salon dan akan pindah ke Italia dalam jangka waktu yang cukup lama.

Boucher menawarkan Auguste Rodin, temannya, untuk menggantikannya sebagai tutor Camille. Rodin menerima tawaran tersebut. Dalam beberapa proyek, Camille turut dilibatkan oleh Rodin sebagai asistennya.

Camille Claudel

Camille Claudel. wikimedia commons/Domain publik/musée Camille ClaudelAuthor César

Asmara Camille dan Rodin

Pada awal tinggal di Paris, Camille Claudel menyewa sebuah studio seni di kawasan Notre-Dame des Champs. Di studio itu, ia berbagi tempat dengan beberapa perempuan pematung lain yang sebagian besar berasal dari Inggris, salah satunya Jessie Lipscomb.

Namun setelah Rodin menjadi tutornya, Camille lebih banyak menghabiskan waktu bersama dan berbagi tempat di studio yang baru dengannya.

Bagi Rodin, Camille merupakan murid yang memiliki talenta luar biasa. Semangat Camille dalam berkarya begitu bergelora. Seiring waktu, Camille dan Rodin bersama-sama terus menghasilkan karya secara harmonis.

Tak jarang Camille menjadi model untuk patung Rodin, begitu pula sebaliknya. Kedekatan dua pematung yang usianya terpaut 24 tahun ini semakin mekar menjadi hubungan yang lebih intim.

Dalam kekaryaan, gaya visual yang dihasilkan Rodin cukup memengaruhi karya-karya Camille. Di periode ini, keduanya banyak menghasilkan karya penting yang memukau, seperti patung perunggu berjudul “The Waltz”, dan patung bust yang menggambarkan sosok gadis kecil berjudul “La Petite Châtelaine”.

Di periode yang sama, Rodin membuat karya patung legendaris “The Kiss”. Kreativitas dan karier Camille pun kian menanjak mengikuti jejak sang tutor.

Walau keduanya memiliki energi yang saling bertautan dalam berkarya maupun asmara, Camille dan Rodin menutupi intimasi keduanya dari banyak orang. Mereka pun tidak hidup bersama karena Rodin tengah memiliki kekasih yang menemaninya selama 20 tahun bernama Rose Beuret.

Dalam kondisi tersebut, Rodin tidak ingin meninggalkan Camille yang telah menjadi inspirasi terbesarnya dalam berkarya, juga tidak ingin meninggalkan Rose.

Hubungan mereka diketahui dan ditentang oleh keluarga Camille. Ibunya yang sejak awal tidak pernah mendukung Camille dalam berkarya, kecewa atas hubungan anaknya bersama Rodin. Ia mengaggapnya sebagai aib.

Pada akhirnya Camille dibuang dari keluarganya dan tidak lagi mendapatkan dukungan secara finansial. Kehidupan Camille kemudian bergantung kepada dirinya sendiri. Rodin turut membantunya secara finansial agar dapat terus melanjutkan hidup dan berkarya.

Selama musim semi tahun 1886, Camille pergi ke Inggris dan mengadakan pameran di Nottingham Castle bersama Jessie Lipscomb, kerabat di studio lamanya. Mereka tinggal di Peterborough dan Pulau Wight. Ketika musim panas tiba, Camille pulang ke Paris dan kembali menghabiskan hari bersama Rodin.

Setelah Camille kembali dari Inggris, kecemburuan Rodin timbul terhadapnya. Sebulan setelahnya, mereka membuat perjanjian yang menjelaskan bahwa Rodin tidak akan menerima murid perempuan lain selain Camille. Ia akan menjaga Camille dalam lingkup keseniannya serta akan tinggal bersama.

Camille Claudel

'The Waltz' oleh Camille Claudel dan dipinjamkan oleh Iris Cantor, dipamerkan di Museum Rodin pada Jumat 17 November 2017 di Philadelphia, (AP Photo/Jacqueline Larma)

Keluar dari Bayang Rodin

Perjanjian Camille dan Rodin tak berujung indah. Warsa 1892, Camille menjalani aborsi, kemudian perubahan mulai terjadi dalam dirinya. Bukan hal yang mudah menggugurkan kandungan dan terus hidup sebagai perempuan kedua setelah Rose Beuret.

Ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Rodin, juga meninggalkan studio kekasihnya. Camille lalu menyewa sebuah apartemen di kawasan Bourdonnais. Ia sering melakukan korespondensi dengan adiknya, Paul Claudel, untuk mengabarkan kehidupan pribadinya.

Selain dalam hubungan asmara, Camille pun berusaha keluar dari pengaruh Rodin dalam berkesenian. Ketika karyanya semakin dikenal publik, berbagai tulisan kritik pun banyak memengaruhi emosinya. Sebagian besar kritik mengaitkan karya-karya Camille dengan karya-karya Rodin yang sudah lebih dahulu berada di puncak eksistensi seni rupa.

Meski usaha Camille untuk terus keluar dari bayang Rodin semakin besar, tak lantas membuat Rodin berhenti mendukungnya. Mereka masih sering bertemu secara rutin, dan Rodin masih membantunya secara finansial.

Tak hanya dalam kehidupan pribadi, Rodin mendukung Camille dalam lingkup sosial seni. Ketika menjadi ketua Sociéte Nationale des Beaux-Arts (SNBA), sebuah asosiasi seni bergengsi di Prancis, Rodin menjadikan Camille sebagai anggota kelompok seni rupa tersebut.

Dalam periode ini, Camille mulai mendapatkan berbagai pesanan karya komisi, salah satunya berasal dari Pemerintah Prancis. Ia membuat sebuah patung berjudul “The Age of Maturity”.

Karya tersebut menggambarkan perempuan yang sedang berlutut seolah memohon kepada sosok lelaki yang meninggalkannya. Di samping lelaki terdapat wujud perempuan lain yang merengkuh bahu sang lelaki.

Secara visual, karya ini seperti sebuah alegori hubungan Camille dan Rodin yang rumit. Ketika pertama kali melihat karyanya, Rodin sangat kaget dan marah. Ia pun menghentikan segala dukungan terhadap Camille dan mendorong Pemerintah Prancis untuk menghentikan pendanaan atas karya tersebut.

Infografik Mozaik Camille Claudel

Infografik Mozaik Camille Claudel. tirto.id/Tino

Akhir yang Pahit

Seiring waktu, kondisi mental Camille semakin memburuk. Ia lebih sering mengurung diri di dalam studionya. Tidak ada lagi orang terdekat yang menemaninya setelah adiknya menikah dan pindah ke China.

Di periode yang sama pun ayahnya, yang pertama kali mendukungnya menjadi pematung, meninggal dunia. Bahkan tidak ada yang memberitahukan kabar duka ini kepadanya.

Dalam masa yang depresif ini, Camille banyak menghancurkan karyanya di dalam studio. Keluarganya memutuskan untuk mendaftarkannya ke rumah sakit jiwa Ville-Évrard di Neully-sur-Marne, tak jauh dari pusat kota Paris.

Setelah menghabiskan hari-hari di sakit jiwa Ville-Évrard di Neully-sur-Marne, Camille dipindahkan ke rumah sakit jiwa Montdevergues di Montfavet, Avignon. Jessie Lipscomb beserta suaminya sempat menjenguk Camille di Montfavet. Mereka adalah kerabat yang meyakini bahwa Camille tidak gila.

Kehidupan Camille Claudel sebagai jenius patung berakhir selamanya sejak saat itu. Begitu pun dengan segala bayang-bayang hidupnya bersama Rodin. Pada usia 78 tahun, di tempat yang sama, Camille mengembuskan napas terakhirnya.

Baca juga artikel terkait PEMATUNG atau tulisan lainnya dari Audya Amalia

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Audya Amalia
Penulis: Audya Amalia
Editor: Irfan Teguh Pribadi