Menuju konten utama

Kisah Pembakaran Karangan Bunga untuk Ahok di Aksi May Day

Kombinasi alasan kekecewaan soal upah dan kekesalan pada pendukung Ahok melatari insiden pembakaran karangan bunga di aksi May Day.

Kisah Pembakaran Karangan Bunga untuk Ahok di Aksi May Day
Puluhan karangan bunga dari warga untuk Ahok-Djarot di Silang Monas dibakar oleh para demonstran saat aksi memeperingati Hari Buruh Internasional, Jakarta, Senin, (1/5). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Sejumlah massa dari Forum Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mekanika Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) DKI Jakarta hampir bersitegang dengan aparat penegak hukum saat aksi Hari Buruh, Senin (1/5/2017) lantaran petugas diduga sengaja mengarahkan asap ke arah massa aksi saat memadamkan api dari karangan bunga di depan Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta.

Api muncul di kawasan Balai Kota sekitar pukul 12.45 WIB dan berasal dari karangan bunga yang dibakar oleh massa. Massa yang mayoritas berasal dari LEM SPSI Jakarta memperhatikan secara seksama api melahap karangan bunga yang ditujukan untuk Gubernur Basuki "Ahok" Purnama ini.

Sejurus kemudian petugas pemadam kebakaran pun sigap untuk mematikan api. Sayang, massa kemudian mengamuk lantaran asap diduga sengaja diarahkan kepada mereka.

"Ini gak pernah belajar sopan santun," ujar orator di mobil komando, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (1/5/2017).

Sejumlah buruh langsung bergerak begitu terkena asap. Beberapa ada yang berteriak kepada petugas yang mematikan api. Bahkan, beberapa ada yang terlihat ingin menghampiri petugas. Aparat yang mematikan api pun langsung mengarahkan pemadaman ke sisi lain. Sementara itu orator juga berusaha meredam emosi buruh yang terlanjur kesal.

"Massa aksi mundur!" teriak orator.

Insiden pembakaran karangan bunga ini dibenarkan oleh pihak kepolisian. Petugas pengamanan di titik Balai Kota AKBP Rustamadji membenarkan memang sempat ada aksi pembakaran karangan bunga di depan Balai Kota.

"Buruh taruh (karangan bunga) di tengah jalan terus dibakar," kata Rustamadji saat berbincang dengan Tirto.

Pria yang berdinas di Polres Jakarta Pusat ini mengaku tidak mengetahui persis berapa karangan bunga yang dibakar. Mereka pun tidak menangkap pelaku pembakaran. Situasi setelahnya berjalan cukup kondusif.

Alasan Kebersihan dan UMP yang Tak Naik di Era Ahok-Djarot

Aksi ricuh di depan Balai Kota bukan tanpa alasan jelas. Mereka membakar karangan bunga karena kecewa dengan kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat. LEM membakar karangan bunga pasangan yang dikenal Ahok-Djarot karena tidak memenuhi janji selama memimpin DKI Jakarta.

"Intinya LEM ini kecewa dengan kepemimpinan Ahok karena tidak sesuai janjinya dulu waktu dia terpilih sebagai wakil gubernur. Waktu dia (Ahok) terpilih, itu dia janji mau naikin UMP (Upah Minimum Provinsi) kita 4 juta. Sampai sekarang UMP baru 3,3," ujar Danil (35) salah satu anggota LEM SPSI di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (1/5/2017).

Danil mengatakan, UMP mereka masih di bawah UMP di daerah penyangga. "Di situlah kekecewaan kita. Bahkan UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi) baru deal mau May Day ini setelah kita ancam-ancam," kata Danil.

Selain kecewa, motif mereka membakar karangan bunga lantaran kesal setiap kali buruh beraksi saat menginjak rumput atau mengotori Jakarta selalu diberitakan negatif, tetapi karangan bunga untuk Ahok malah diberitakan yang baik-baiknya saja.

"Pelampiasan kita bersihkan. Bunga-bunga ini tidak mencerminkan kebaikan," kata Danil.

Danil tidak mengetahui berapa banyak karangan bunga yang dibakar. Ia pun tidak mengetahui siapa saja yang membakar lantaran aksi tersebut sebagai aksi spontanitas.

"Tidak kita hitung. Itu tidak kita rencanakan. Kita bakar aja," kata Danil.

Muhammad Toha, pengurus DPD LEM SPSI DKI Jakarta, dengan lebih jelas mengutarakan kekesalan itu. "Balaikota masih takut sama Ahok kali, ya. Jadi tidak dibersih-bersihin, jadi kita bantu bersihin," kata Toha.

Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Dadan Muldan, salah satu Koordinator Aksi dari SP LEM SPSI. Pria yang juga Ketua LEM Jakarta Utara ini mengaku aksi tersebut sebagai aksi spontanitas.

"Memang itu spontanitas di mana kita ingin menumpahkan rasa kekesalan selalu gubernur itu menyampaikan bahwa setiap kita aksi merusak tanaman, (padahal) kita cuma nginjek rumput," kata Dadan saat berbincang dengan Tirto di lokasi yang sama.

Mereka menganggap karangan bunga tersebut mengotori Balai Kota. "Oleh karena itu kita spontanitas ya kita sampaikan kepada Pemda DKI Jakarta ini permasalahan ada apa? Kan semestinya kantor Balai Kota itu harus bersih dari segala macam hal," kata Dadan.

"Kalau pun misalkan ada yang mendukung (Ahok), cukuplah menyampaikan secara lisan atau pun secara tertulis. Tapi kalau namanya karangan bunga mengganggu ketertiban umum," lanjut Dadan.

Dadan mengaku, sekitar 15.000 buruh dari SP LEM Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur ikut aksi. Dalam aksi ini, mereka ingin menuntut 4 poin dalam aksi di Hari Buruh. Mereka menuntut penghapusan PP 78 dan revisi UU 13.

Mereka menilai kedua aturan tersebut telah menyebabkan upah buruh murah. Mereka juga menuntut penghapusan outsourcing dan gerakan magang. Menurut Dadan, magang telah dipermainkan sebagai pengganti pekerja. Aksi pembakaran karangan bunga murni aksi spontan.

Menyayangkan Pembakaran Karangan Bunga

Insiden pembakaran karangan bunga ini memicu sentimen yang agak mengganggu. Aroma politik elektoral Pilkada DKI pun menyeruak.

Sarinah dari Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (SEDAR) yang juga turun ke jalan pada May Day kali ini menyayangkan insiden pembakaran karangan bunga. Ia menganggap hal itu memercikkan sentimen negatif kepada perjuangan buruh.

"Wah, buruh dicaci-maki lagi di medsos, ya?" ujar Sarinah kepada Tirto.

"Kami tidak satu barisan dengan kelompok buruh yang melakukan pembakaran terhadap karangan buruh tersebut. Pembakaran tersebut memiliki motif politik karena dilakukan oleh pendukung Anies," kata Sarinah yang kali ini bergabung dengan Komite Rakyat Mei Berlawan (KRMB), gabungan serikat buruh, korban reklamasi, korban penggusuran dari Surokonto Wetan, seniman, aktivis LGBT, aktivis Papua dan mahasiswa.

Namun Dadan Muldan menampik tudingan terkait politik praktis itu. LEM SPSI, katanya, tidak terafiliasi kepentingan politik mana pun dan murni berdiri sendiri.

"Kita LEM ini kan federasi. Federasi ini tidak mengikuti SP lain. KSPI juga kita tidak karena LEM itu, ya, sendiri," tegas Dadan.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang dimaksud Dadan diketuai oleh Said Iqbal. Dalam banyak momentum politik elektoral, baik Pilpres 2014 maupun Pilkada DKI 2017, ia secara terbuka mendukung salah satu kandidat.

Beberapa waktu lalu FSP LEM SPSI DKI pernah menyatakan dukungannya kepada pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Pada 1 April 2017, situs resmi FSP LEM secara terbuka memberitakan dukungan mereka kepada Anies-Sandiaga. Dukungan yang disampaikan di kantor DPP Gerindra ini dinyatakan oleh 13 organisasi buruh.

FSP LEM SPSI saat ini dipimpin Ir. Arif Munardi. Pada Pemilihan Legislatif 2014 lalu, Arif Minardi dicalonkan sebagai caleg DPR-RI oleh Partai Keadilan Sejahtera dan bertarung di Dapil Jawa Barat 1. Arif sendiri adalah anggota DPR-RI dari PKS pada periode 2009-2014.

Saat dikonfirmasi kembali melalui pesan singkat soal kepemimpinan Arif Munardi di FSP LEM, Dadan Muldan juga membenarkan.

Menanggapi alasan kebersihan Balai Kota, Sarinah menganggapnya hal itu terlalu mengada-ada. "Jika persoalannya adalah persoalan kebersihan, ada cara lain membersihkannya daripada dibakar. Ini sudah kekerasan terhadap ekspresi politik warga negara lain, kalaupun mereka ngga suka dengan Ahok, ekspresi politik bisa dengan cara lain," kata Sarinah.

"Buruh-buruh itu baik-baik, kok, kalau diarahkan dengan bener. Itu pimpinannya, tuh. Di serikat kami, sebelum aksi, kami udah kasih pengumuman agar jangan bully LGBT, khususnya transgender, dan catcalling. Juga kami himbau untuk tidak rasis. Mau mereka," lanjutnya.

Sarinah mengaku, beberapa hari sebelumnya mereka menerima order pembuatan kaos dari salah satu serikat pekerja. Hanya saja, kaos yang diorder memuat kalimat bernada rasialis. "Kami tolak sampai mereka mau ganti kata-katanya. Baru kami bikinin," pungkas Sarinah.

======

Laporan ini diperkaya oleh bahan-bahan yang dikumpulkan oleh Intan Farhana, Hasya Nindita, Dinda Rimasandi dan Faizal Ad Daraquthny. Ketiganya adalah peserta "Fellowship for University Student: Upclose and Personal with Journalism", program yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam rangka World Press Freedom 2017.

Baca juga artikel terkait HARI BURUH atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zen RS