Menuju konten utama

Kisah-kisah Komunitas Belajar yang Beradaptasi Saat Pandemi

Kelompok belajar banyak beradaptasi selama pandemi. Ada yang berhasil, ada yang sebaliknya.

Kisah-kisah Komunitas Belajar yang Beradaptasi Saat Pandemi
Sejumlah anak membaca buku cerita di Taman Bacaan Kolong Tol Penjaringan, Jakarta, (23/2/2017). ANTARA/Yudhi Mahatma

tirto.id - Dua bulan lebih ruang kelas di Sekolah Master Depok dibiarkan kosong. Sudah tak ada lagi kegiatan belajar mengajar (KBM) di ruang kelas yang biasanya disesaki puluhan anak-anak setiap Ahad pagi.

Sejak pertengahan Maret 2020, Renita Yulistiana bersama relawan Gerakan Suka Baca (GSB) tak bertatap muka dengan 52 anak asuh. Mereka merupakan anak-anak yang sehari-hari berjualan tisu dan mengamen di Depok, Jawa Barat.

Selain kegiatan di kelas, relawan GSB juga menggelar lapak baca di Lembah Gurame Depok setiap Ahad sore. Mereka biasanya membaca buku dengan nyaring dalam kegiatan tersebut.

GSB juga rutin mengadakan diskusi buku dan film, bekerja sama dengan komunitas-komunitas lain.

GSB juga memiliki agenda triwulanan berupa wisata edukasi. Relawan GSB memboyong anak asuh ke berbagai museum hingga kebun binatang. Renita mengatakan hal itu sebagai bentuk apresiasi terhadap anak asuh yang rajin belajar.

Namun pandemi COVID-19 berdampak pada seluruh agenda tersebut. Renita mengatakan GSB terpaksa memodifikasi seluruh kegiatan agar tetap bergeliat.

"Bisa dibilang kegiatan lapangan dan agak susah modifikasi semuanya secara online. Terutama KBM, kendalanya internet. Kami enggak bisa menjangkau semua siswa secara maksimal," ujar Renita kepada reporter Tirto lewat sambungan telepon, Senin (20/5/2020).

Renita mengatakan GSB masih mempersiapkan cara untuk mengisi kekosongan ruang belajar di Sekolah Master. Untuk sementara, GSB menggelar diskusi buku dan film via Instagram atau aplikasi pertemuan.

"Penasaran menemukan solusi untuk pendidikan di masa kayak gini. Kan perdana, pendidikan gelagapan kayak begini," ujarnya.

Pandemi COVID-19 juga menunda satu agenda GSB yang sudah rampung 92 persen. Mereka berencana untuk kampanye membaca buku di KRL Commuter Line, bekerjasama dengan keREADta.

"Kalau sampai akhir tahun, [situasi] enggak membaik, ya mikir lagi, ubah konsep," ujar wanita berusia 27 tahun itu.

Renita menambahkan saat ini GSB menyiapkan kelompok relawan untuk memantau para murid. Pemantauan dilakukan dengan protokol kesehatan dasar seperti mengenakan masker, sabun cuci tangan, serta memperhatikan jarak dan jumlah orang yang terlibat. Namun perlu persiapan lebih matang untuk meminimalisasi risiko penularan COVID-19 terhadap relawan dan murid. Ia memperkirakan metode baru ini baru bisa dilaksanakan pada Juni 2020 atau awah tahun ajaran baru.

"Dengan pembelajaran model baru ini, semoga bisa sedikit membantu siswa GSB," tandasnya.

Kekurangan Fasilitas

Cerita lain datang dari Taman Baca Masyarakat (TBM) Kedaung di Sawangan, Depok, Jawa Barat. Mereka terpaksa meliburkan kegiatan seperti membuat kerajinan tangan, mendongeng, membaca, hingga kelas penulisan untuk sementara.

TBM Kedaung tak dapat beralih ke metode pembelajaran daring karena menurut sang pendiri, Baldan Fathullah, alat dan kemampuan partisipan kurang.

"Kami ganti dengan peminjaman buku," ujar Baldan kepada reporter Tirto lewat sambungan telepon, Senin (18/5/2020).

TBM Kedaung memanfaatkan ratusan koleksi buku yang mereka miliki untuk dipinjamkan kepada anak-anak di lingkungan sekitarnya. Buku-buku itu diantarkan langsung ke rumah para peminjam. Rata-rata peminjam buku merupakan anak-anak berusia 6 sampai 12 tahun.

Upaya tersebut dilakukan beriringan dengan mengedukasi para orang tua peminjam agar tetap membuat anak-anak produktif meski di rumah saja. Para orang tua diminta untuk mengirimkan video anaknya sedang membaca. TBM Kedaung akan memberikan hadiah sebagai bentuk apresiasi.

Hal tersebut menjadi upaya alternatif yang dilakukan TBM Kedaung untuk tetap menjaga semangat belajar anak-anak di rumah.

Ia juga menyayangkan situasi saat ini, namun tak dapat berbuat banyak. "Mau enggak mau kami harus ikuti imbauan pemerintah," tandasnya.

Serba Daring

Sementara komunitas Kumpul Baca (Kuca) yang lebih menyasar masyarakat urban bisa beralih ke metode daring dengan mudah. Kuca biasanya berkumpul di taman kafe bilangan Cikini, Jakarta Pusat, saban minggu. Kegiatan mereka yakni membaca buku, berdiskusi, mengobrol dengan penulis buku, hingga seminar.

Namun sejak pandemi Corona, seluruh kegiatan Kuca dialihkan melalui siaran langsung Instagram atau Google Hangeout.

Awal Mei 2020, Kuca mengggelar kegiatan temu wicara sekaligus amal secara daring, bertajuk Ngabuburead Festival 2020. Kegiatan itu berlangsung dari 4 Mei hingga 17 Mei lalu. Berbagai macam topik mulai dari cara penyuntingan naskah, cara menulis biografi, hingga merintis toko buku independen dapat diakses secara cuma-cuma oleh pengunjung.

Kuca juga memberikan alternatif kepada pengunjung untuk berdonasi tanpa minium nominal. Hasilnya akan disalurkan kepada pihak membutuhkan melalui Yayasan Indonesia Hijau.

Cara lain agar tetap aktif, Kuca juga membuat konten siar (podcast) yang tayang dua minggu sekali.

"Karena semua hal, mau itu bisnis atau komunikasi, kalau tetap ingin eksis harus bisa beradaptasi," ujar salah satu pendiri Kuca, Kustin Ayuwuragil, lewat sambungan telepon, Senin (18/5/2020).

Baca juga artikel terkait BELAJAR DARING atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan