Menuju konten utama

Kisah Kemenangan Prabowo di TPS Pusat Dakwah Salafi Radio Rodja

Di tiga TPS dekat Radio Rodja Cileungsi, Bogor, capres-cawapres nomor urut 02 meraih kemenangan telak.

Warga di Kampung Tengah, Cileungsi, Kab. Bogor, sebagai salah satu pusat dakwah Salafi, sejak pukul 08.00 mulai mendatangi TPS nya masing-masing. tirto.id/Irfan Teguh

tirto.id - Tempat Pemungutan Suara (TPS) 13 di kampung Tengah, Cileungsi, Kabupaten Bogor, pagi itu (17/4/2019) masih sepi. Waktu baru menunjukkan kira-kira pukul 06.10 WIB. Tak jauh dari situ terdapat Masjid Al-Barkah dan Radio Rodja, keduanya adalah pusat dakwah Salafi di Cileungsi.

Saya berkunjung ke kantor Radio Rodja dan bertemu dengan Dedy Purnomo serta Muadz. Ditanya soal partisipasi jamaah Salafi dalam Pemilu 2019, keduanya kompak menjawab bahwa hal tersebut tak pernah dibahas dalam tiap siaran Radio Rodja.

Sebagai catatan, media dakwah mereka sebetulnya bukan hanya Radio Rodja, ada pula RodjaTV yang berdiri belakangan. Dan sebutan “salafi” menurut mereka kurang tepat, sebab kata yang bermakna “[mengikuti] para pendahulu [yang saleh]” itu bukan monopoli mereka.

“Mungkin lebih tepat ‘ahlussunnah wal jamaah’,” ucap Muadz.

Kepada mereka saya terangkan, penggunaan kata “ahlussunnah wal jamaah” telah begitu umum di Indonesia, dan kemungkinan pembaca akan kesulitan mengidentifikasinya secara khusus. Sementara kata “salafi” akan lebih memudahkan pembaca memahami narasi yang dikisahkan.

Lagi pula, menurut pernyataan direktur utama PT Radio Rodja, Agus Hasannudin, dalam laporan Tirto pada 18 Maret 2017, ia tidak keberatan jika Rodja dianggap kelompok Salafi.

“Kalau menisbatkan agama ke mereka kan bagus. Orang-orang terdahulu. Salafi kan bukan organisasi. Itu mah cuma penisbatan saja,” ucapnya.

Kedua pengelola Radio Rodja itu tampak hati-hati dalam menjawab setiap pertanyaan saya tentang Pemilu 2019. Dedy Purnomo bahkan sempat menegaskan, dengan tekanan suara yang sedikit meninggi, bahwa jika saya hendak menulis pilihan warga dalam memilih 01 atau 02, saya harus minta izin terlebih dahulu kepada yang bersangkutan.

Saya jelaskan kembali kepadanya bahwa saya tak hendak mengetahui pilihan warga pada kedua capres-cawapres, khususnya sikap para pendengar Radio Rodja, lebih khususnya lagi jamaah Salafi, tapi saya hanya hendak mengetahui apakah mereka berpartisipasi dalam Pemilu 2019 atau tidak.

Kira-kira setengah jam sebelum saya pamit, Agus Hasannudin datang dan bergabung dalam percakapan. Disinggung soal partisipasi jamaah Salafi dalam Pemilu 2019, senada dengan jawaban Dedy Purnomo dan Muadz, Agus menjawab bahwa Radio Rodja—artinya para ustaz yang menjadi narasumber radio tersebut—tak pernah membahasnya.

“Cukup di hati saja [kalau soal pemilu],” katanya.

Namun, agaknya Agus tak sengaja saat ia berkata bahwa secara internal di kalangan para ustaz mereka kadang-kadang keceplosan soal pilihan masing-masing. Ucapan Agus ini buru-buru diralat Muadz.

“Bukan para ustaz, tapi [keceplosan] para ikhwan saja,” ucapnya.

TPS Radio Rodja

undefined

Partisipasi Warga dan Kemenangan Telak 02

TPS 13 hanya berjarak lima langkah dari pintu utama kantor Radio Rodja yang saya tinggalkan. Pukul 08.30 warga mulai berdatangan hendak menggunakan hak pilihnya. Perempuan yang menggunakan nikab dan lelaki yang bercelana cingkrang serta berjenggot—ciri kasat mata yang dapat diidentifikasi awam terhadap jamaah Salafi—tak banyak terlihat di TPS tersebut.

Dari TPS 13 saya menuju TPS 12 yang letaknya di sebelah Masjid Ar Rahmah di Kampung Kaum Tengah. Sampai pukul 09.25 WIB, TPS itu baru didatangi sedikit warga. Karena hari terus beranjak siang, ketua KPPS setempat menyuruh anak buahnya untuk memanggil warga lewat pengeras suara masjid agar segera menggunakan hak suara di TPS.

Bergeser agak jauh ke selatan, saya mendapati TPS 11 yang berlokasi di SDN Cileungsi 09. Ketiga TPS ini berada dalam wilayah yang dibatasi tiga ruas jalan sehingga membentuk segitiga. Dalam kotak wilayah inilah Radio Rodja dan Masjid Al Barkah berada.

Sepanjang perjalanan menuju TPS-TPS tersebut, saya menyusuri gang demi gang dan kerap bersimpang jalan dengan warga yang berpenampilan Salafi. Di TPS 12 dan TPS 11, tak satu pun saya melihat warga berpenampilan seperti itu.

Menjelang Zuhur, saya kembali ke TPS 13. Saat salat Zuhur, Masjid Al Barkah yang cukup besar hampir penuh layaknya salat Jumat. Jika masjid-masjid lain yang pernah saya singgahi saat salat Zuhur hanya dihadiri satu atau dua saf jamaah, maka Masjid Al Barkah dipenuhi oleh sepuluh saf. Jamaah yang hadir semuanya bercelana cingkrang, kecuali beberapa orang.

Pukul 13.20 WIB TPS 13 mulai melakukan penghitungan suara. Capres-cawapres nomor 02 menang telak. Prabowo-Sandi meraih 217 suara, Jokowi Ma’ruf 35 suara, dan 1 suara tidak sah. Total suara yang masuk berjumlah 253 suara. Sementara Daftar Pemilih Tetap (DPT) berjumlah 291. Artinya tingkat partisipasi warga di TPS tersebut sebesar 86,9 persen.

Angka partisipasi ini, menurut Endang, Ketua RT 03 sekaligus ketua KPPS TPS 13, tak jauh berbeda dengan Pemilu 2014. Namun ia menambahkan partisipasi jamaah Salafi dari tahun ke tahun memang kecil.

“Itu mah (tangannya menunjuk ke arah kantor Radio Rodja) setiap pemilu memang kecil [partisipasinya],” ujar Endang.

Dalam pantauan Tirto, TPS 13 sempat didatangi empat orang warga yang berpenampilan Salafi. Mereka hendak mencoblos dengan menyerahkan KTP karena domisilinya bukan di Cileungsi. Namun karena tidak disertai A5, mereka ditolak KPPS. Sementara enam orang lagi, karena memenuhi syarat seperti warga lainnya, diterima KPPS dan masuk ke bilik pencoblosan.

Saat penghitungan suara untuk capres-cawapres dilakukan—yang hasilnya didominasi nomor 02—di salah satu pojok TPS terdapat dua orang ibu berjilbab panjang dan salah satunya memakai nikab. Setiap kali nomor 01 meraih suara, mereka bersuara “Huuu…”.

Aya kénéh waé [nu milih Jokowi] (Masih ada saja [yang memilih Jokowi]),” celetuk salah satu dari dua orang ibu itu saat nomor 01 kembali disebut petugas KPPS.

Dan kala penghitungan suara capres-cawapres selesai, beberapa orang dari arah Radio Rodja, termasuk Agus Hasannudin, turut memotret hasil penghitungan suara tersebut yang masih terpampang pada selembar tripleks.

Tak jauh berbeda dengan hasil di TPS 13, Prabowo-Sandi pun unggul di TPS 12. Mereka meraih 119 suara, sementara Jokowi-Ma’ruf hanya 27 suara, dan suara tidak sah 5. DPT berjumlah 209, sementara yang mencoblos 151. Artinya tingkat partisipasi hanya 72,2 persen.

Di TPS 11, Prabowo-Sandi lagi-lagi meraih kemenangan telak. Suara untuk mereka berjumlah 180, sementara Jokowi-Ma’ruf hanya 35, dan suara tidak sah 3. DPT di TPS ini berjumlah 261, sementara yang mencoblos 218. Tingkat partisipasinya 83,5 persen.

Ketika perhitungan suara untuk capres-cawapres di TPS 13 hampir selesai, Agus Hasannudin yang pada pagi hari berbincang dengan saya di Radio Rodja, terlihat agak kaget melihat saya masih nongkrong di TPS tersebut.

Loh, belum pulang?”

“Nunggu [penghitungan] pilpres selesai dulu, Pak,” jawab saya.

“Tulis aja, nol dua menang 90 persen,” ujarnya.

Saya hanya tersenyum.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Irfan Teguh

tirto.id - Politik
Penulis: Irfan Teguh
Editor: Ivan Aulia Ahsan
-->