Menuju konten utama

Kiprah Sekali Seumur Hidup "Indonesia" di Piala Dunia

Indonesia, kala masih bernama Hindia Belanda, pernah mengikuti Piala Dunia dengan cara yang cukup unik. Hasilnya? Mengecewakan.

Kiprah Sekali Seumur Hidup
Header Indonesia di Piala Dunia 1938. tirto.id/Fuad

tirto.id - Reims, Prancis, 5 Juni 1938.

Wasit meniup peluit tanda pertandingan di Stadion Velodrome Municipal dimulai. Pandangan sekitar 19 ribu penonton langsung tertuju ke tengah lapangan, tempat berlangsungnya laga antara dua “negara” dari dua benua. Tim pertama dihuni oleh pemain campuran yang rata-rata bertubuh mungil. Tim lain diisi oleh pemain dengan perawakan besar.

Pertandingan antara “kurcaci dan raksasa” itu mempertemukan Hungaria dengan Hindia Belanda.

Hindia Belanda merupakan “negara” Asia pertama yang mengikuti turnamen sepak bola terbesar sedunia. Kawasan yang kini menjadi negara bernama Indonesia itu berpartisipasi di Piala Dunia 1938.

Hindia Belanda berhasil masuk ke panggung utama berkat keberuntungan. Setelah gagal menghadapi Jepang, Hindia Belanda dijadwalkan melawan Amerika Serikat di tahap terakhir kualifikasi. Para pemain Hindia Belanda direncanakan tiba di Rotterdam, Belanda seminggu sebelum pertandingan. Dalam undian yang diselenggarakan FIFA, pemenang antara keduanya akan berhadapan dengan juara antara Hungaria dan Yunani. Namun, seperti lawan Jepang, lagi-lagi pertandingan harus dibatalkan karena federasi sepak bola AS mengirim telegram pengunduran diri.

Hal ini membuat Hindia Belanda secara otomatis lolos ke Piala Dunia dan berhadapan dengan Hungaria di babak utama.

Cita-cita pemerintah Belanda pun tercapai. Kesempatan untuk mengikuti babak kualifikasi turnamen dunia ini dimanfaatkan betul oleh mereka. Keterlibatan tim dari daerah koloni ini diharapkan bisa menaikkan level permainan baik individu maupun klub. Selain itu, bagi Belanda, ini juga dapat dimanfaatkan sebagai alat propaganda politik. Menurut Karl Lotsy, pengurus federasi sepak bola Belanda (KNVB), perjalanan tim Hindia Belanda ke Eropa sangatlah penting karena dapat menjadi simbol persatuan dua bangsa, Belanda dan negeri jajahannya.

Pembentukan Tim dan Uji Coba

Setelah mendapat undangan untuk mengikuti kualifikasi, Nederlandsch Indies Voetbal Unie (NIVU) melakukan seleksi pemain di awal 1938. Mereka dipilih oleh komite teknis dari NIVU, terdiri dari R. E. Weiss, J. C. J. Mastenbroek, dan J. Koenekoop.

Tujuh belas pemain akhirnya terpilih, yaitu : Mo Heng (Malang), Samuels (Surabaya), Frans Hukom (Bandung), Anwar (Batavia), Van den Burg (Djokja), Faulhaber (Semarang), Pattiwael (Batavia), Soedarmadji (Surabaya), Tan See Han (Surabaya), Taihitu (Batavia), Hong Djien (Surabaya), Van Beuzekom (Batavia), Nawir (Surabaya), Zomers (Batavia), F. Meeng (Batavia), Telwe (Surabaya), dan Harting (Surabaya).

Pertandingan uji coba dilakukan dari kota ke kota seperti Solo, Yogyakarta, Bandung, Semarang, Batavia, dan Medan. Beberapa uji coba dilakukan memakai konsep tim inti melawan tim cadangan yang dicampur pemain lokal. Sisanya melawan tim lain tanpa campuran pemain cadangan.

Uji coba pertama dilakukan di Kota Solo dan Yogyakarta, tanggal 26 dan 27 Februari 1938. Di dua pertandingan yang disaksikan banyak penonton ini, tim inti menang dengan skor 5-3 dan 4-1. Pujian diberikan untuk tim Hindia Belanda yang mempunyai lini tengah terbaik.

Tim Hindia Belanda selanjutnya mengunjungi Bandung, 11 dan 12 Maret 1938, untuk berhadapan dengan Tim Bandung yang dipersiapkan untuk mempertahankan Kompetisi Antar Kota.

Di kota pegunungan ini, pada Sabtu 11 Maret 1938, timnas kalah dengan skor telak 0-4. Kelelahan menjadi satu penyebabnya. Para pemain baru tiba di Bandung jam 11.30. Kereta api malam yang mereka tumpangi mengalami keterlambatan selama 3 jam.

Salah satu surat kabar menyebutkan faktor lain, bahwa kekalahan karena mereka kurang antusias menjalani pertandingan. Permainan mereka kurang cepat dibanding pemain-pemain Bandung yang juga dibela beberapa pemain yang gagal dalam seleksi pemilihan pemain tim Hindia Belanda.

Kekalahan dari tim Bandung membuat para pengamat pesimistis. Para pemain tim Hindia Belanda terlihat tidak mempunyai kemampuan istimewa dan antusiasme bermain. Sebagian pengamat sepak bola Hindia Belanda mempertanyakan proses pemilihan pemain yang cenderung Jawa sentris. Seleksi yang hanya mempertemukan pemain di Pulau Jawa saja membuat para pemain terbaik di luar Jawa, seperti Medan dan Makassar, tidak terpantau.

Di Semarang, tim Hindia Belanda mencoba memainkan pemain tambahan di luar 17 pemain terpilih, seperti kiper van Beuzekom dan pemain yang bersinar saat membela tim Bandung, Caumans. Pergantian ini percuma. Dalam pertandingan melawan Voetbalbond Semarang en Omstreken (VSO), mereka kalah 1-5.

Tim kombinasi pemain pribumi dan Arab menjadi lawan uji coba pertandingan kedua, keesokan harinya. Susunan pemain Hindia Belanda kembali diubah dan mereka kembali memainkan susunan pemain semula. Di luar kualitas lawan, tim ini menang 11-1.

Kekalahan yang dialami tim Hindia Belanda di Bandung dan Semarang memicu diskusi antara NIVU dan anggota komisi teknis. Beberapa keputusan penting dibuat, salah satunya adalah pemilihan kapten kesebelasan. Satu hal yang mencuat di pertandingan memang masalah kekompakan tim, dan adanya kapten dirasa dapat menjawab persoalan.

Pemain yang dipilih adalah Nawir. Ia sebelumnya adalah pemain cadangan. Karena diangkat sebagai kapten, ia akhirnya juga masuk tim inti.

Keputusan lain adalah tidak ada lagi eksperimen menambah pemain. Pemain yang akan diberangkatkan ke Prancis tetap berjumlah 17. Mereka tidak boleh bermain di luar dan hanya boleh bermain bagi tim Hindia Belanda.

Meskipun sempat menang di Malang dan Surabaya, tim ini kembali harus menelan kekalahan 1-4 dari Batavia Bondeftal.

Tapi rentetan kekalahan tim Hindia Belanda tidak menyurutkan semangat tim komisi teknis. Mereka masih yakin bahwa tim akan bermain lebih baik di Eropa.

Anggota tim Hindia Belanda akhirnya bertolak ke Eropa pada 27 April 1938 lewat Pelabuhan Tanjung Priok. Keberangkatan tim dilepas oleh para penggemar. Dengan mengenakan seragam NIVU, rombongan menggunakan kapal MS Baloeran milik Rotterdamsche Lloyd.

Tanggal 30 April, tim Hindia Belanda sempat singgah dan melakukan pertandingan uji coba dengan tim Oost Sumatra Voetbal Bond (OSVB) di Medan, dan menang dengan skor 4-2.

Setiap hari, para pemain harus bangun jam setengah tujuh. Kegiatan pertama adalah melakukan senam setengah jam sebelum mandi. Setiap jam delapan, mereka sudah ada di meja makan untuk sarapan. Ada kolam renang dan meja pingpong yang bisa digunakan untuk mengusir kebosanan. Di sela kegiatan, para pemain diberi pembekalan tertutup mengenai sepak bola.

Setelah perjalanan panjang, rombongan akhirnya tiba di kota pelabuhan Marseille, 17 Mei 1938. Mereka lalu melanjutkan perjalanan menggunakan kereta api. Kedatangan tim Hindia Belanda di Stasiun Den Haag disambut guyuran hujan. Mereka diterima beberapa pejabat KNVB dan mendapat karangan bunga. Meski menggigil, para pemain tetap antusias.

Pada mulanya mereka sempat sulit menyesuaikan diri. Beruntung dukungan dari banyak pihak membuat para pemain dengan cepat bisa beradaptasi. Di Hotel Duinoord, hotel tempat mereka tinggal, disediakan menu khas Hindia Belanda. Para pemain mendapatkan semua yang biasa mereka makan.

Soal latihan, mereka melakukannya di lapangan milik HBS. Para pemain dituntut untuk beradaptasi dengan lapangan-lapangan sepak bola standar Eropa.

Infografik Indonesia di Piala Dunia 1938

Infografik Indonesia di Piala Dunia 1938. tirto.id/Fuad

Rombongan tim Hindia Belanda bertolak ke Reims, kota tempat pertandingan dilaksanakan, pada 2 Mei 1938. Panitia memperkirakan Stadion Velodrome Municipal tempat pertandingan akan terisi penuh.

Dalam pertandingan itu Hindia Belanda menurunkan Mo heng, Samuels, Hukom, Anwar, Meeng, Nawir, Pattiwael, Zomers, Darmadji, Taihutu, dan Hongdjien.

Apa hasilnya? Di pertandingan bersejarah itu, tim Hindia Belanda harus menyerah dengan skor cukup telak: 0-6.

Pertandingan di Reims merupakan satu-satunya penampilan Hindia Belanda di Piala Dunia. Setelah itu, Hindia Belanda tidak pernah mempunyai kesempatan lagi, termasuk setelah berganti nama menjadi Indonesia.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA atau tulisan lainnya dari Hevi Riyanto

tirto.id - Olahraga
Kontributor: Hevi Riyanto
Penulis: Hevi Riyanto
Editor: Rio Apinino