Menuju konten utama

Kim Johanes dan Intra Asia Corpora: Dibawa Terbang ke Mana Merpati?

Intra Asia Corpora bersama Kim Johanes dikabarkan bakal menjadi investor baru Merpati Airlines.

Kim Johanes dan Intra Asia Corpora: Dibawa Terbang ke Mana Merpati?
Merpati Airlines. FOTO/Wikicommon

tirto.id - Pada Sabtu, 1 Februari 2014 jadi hari yang kelam bagi industri penerbangan di Indonesia. Mulai hari itu, Merpati Nusantara Airlines yang terkenal dengan penerbangan perintisnya mulai menghentikan seluruh operasinya. Maskapai ini sudah tidak sanggup lagi mendanai operasional, diperparah dengan tumpukan utang yang menggunung.

Dalam buku ‘Fenomena Perkembangan Bisnis Maskapai di Indonesia yang ditulis Arista Atmadjati pada 2012, maskapai BUMN yang didirikan pada 6 September 1962 sempat berjaya pada era 1980-an. Hampir seluruh rute di Indonesia pernah diterbangi Merpati—mengalahkan saudaranya Garuda Indonesia kala itu.

Namun, sejak berhenti operasi, kondisi Merpati menjadi tidak menentu. Kondisi keuangan Merpati menyedihkan. Menurut data dari PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), aset Merpati hanya sebanyak Rp1,21 triliun, kewajiban Rp10,72 triliun dan ekuitas minus Rp9,51 triliun.

Wacana untuk ‘menghidupkan’ lagi Merpati sempat terdengar. Penyelamatan Merpati melalui restrukturisasi utang juga belum membuahkan hasil. Beberapa bulan lalu mulai ada titik cerah, beredar kabar ada investor yang membawa kocek besar untuk membantu Merpati terbang kembali.

Investor tersebut adalah Kim Johanes Mulia, pemilik PT Intra Asia Corpora (IAC). Pada 29 Agustus 2018, Merpati dan Intra Asia Corpora menandatangani Perjanjian Transaksi Penyertaan Modal Bersyarat. Dari perjanjian tersebut, Intra Asia Corpora akan menyetor modal sebesar Rp6,4 triliun dalam dua tahun agar Merpati dapat terbang kembali. Rencananya, Merpati akan mulai beroperasi pada 2020, rencananya dengan pesawat Irkut MC-21 buatan Rusia.

“Sudah ada investor swasta yang bersedia menanamkan Rp6,4 triliun untuk mengoperasikan kembali Merpati,” ujar Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Asep Ekanugraha dikutip dari Antara.

Siapa Kim Johanes Mulia?

Kim bukanlah orang baru dalam industri perusahaan penerbangan. Melalui IAC, ia pernah mengelola Kartika Airlines, sebuah maskapai full service yang bersaing Garuda Indonesia atau Mandala Airlines.

Kartika Airlines mulai beroperasi pada 15 Mei 2001. Awalnya, maskapai ini dimiliki oleh PT Truba. Namun, pada Maret 2005, IAC mengambil alih seluruh kepemilikan saham PT Truba sebanyak 80 persen.

Kedatangan IAC tersebut membuat Kartika Airlines kembali mengudara di langit Indonesia pada Juni 2005. Sebelum kedatangan IAC, Kartika Airlines memang sempat tidak beroperasi. Penerbangan Kartika berhenti pada November 2004.

Kartika Airlines justru menghadapi berbagai cobaan. Tiga tahun setelah diakuisisi, Kementerian Perhubungan melarang maskapai terbang lantaran jumlah armada tidak mencukupi sebagaimana peraturan yang berlaku. Namun, pelarangan tersebut tidak berlangsung lama. Direksi Kartika Airlines kala itu berjanji untuk menambah armada. Sayang, janji itu tidak kesampaian, sampai akhirnya Kartika Airlines justru berhenti beroperasi pada 2011.

PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) selaku agen restrukturisasi Merpati Airlines menilai kehadiran Intra Asia Corpora akan mengubah porsi kepemilikan saham di Merpati Airlines. “Pasti terdilusi kepemilikan sahamnya. Namun berapa besarannya, itu detailnya saya kurang tahu, lebih baik tanyakan langsung kepada direksi Merpati,” kata Corporate Secretary PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Edi Winarto kepada Tirto.

Terkait mitra baru Merpati, PPA mengaku sudah mendapatkan informasi umum mengenai Intra Asia Corpora, termasuk pemiliknya Kim Johanes Mulia. Sayang, ia tidak menjelaskan informasi yang didapat secara lebih rinci. Edi menegaskan bahwa masuknya Intra Asia Corpora sebagai mitra Merpati sudah melalui sejumlah tes penilaian. Dalam pencarian investor, Merpati menunjuk tim yang bertugas untuk melakukan penilaian.

“Di tim itu ada beberapa pihak. Ada Merpati, dan pihak-pihak independen lainnya, di mana memiliki expertise di bidangnya. Jadi tidak asal memilih investor, ada pertimbangannya,” jelas Edi.

Saat semangat direksi Merpati menggebu untuk membawa Merpati terbang lagi, di tubuh pemerintah sebagai pemegang saham, belum ada satu sikap yang jelas. Sikap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani perihal nasib Merpati, lebih menyerahkan kepada Kementerian BUMN. Respons yang sama juga disampaikan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya, yang menyerahkan kepada Menteri BUMN Rini Soemarno. Bola kini ada di tangan Rini Soemarno, terutama setelah ada keputusan dari Pengadilan Niaga Surabaya mengabulkan proposal perdamaian PT Merpati Nusantara Airlines, Rabu (14/11/2018) dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Ihwal rencana PT Intra Asia Corpora selaku investor Merpati yang bakal menyuntikkan dana sebesar Rp6,4 triliun, Sri Mulyani juga sempat memilih tidak berkomentar. Ia memang pernah bilang investor Merpati harus kredibel serta memiliki rekam jejak yang baik.

“Untuk tata kelola kredibilitas dari investor itu semuanya silakan dari Kementerian BUMN,” ujar Sri Mulyani.

Infografik PT Intra asia Corpora

Butuh Waktu Bagi Merpati

Persoalan restu pemegang saham, komposisi saham pemerintah, hingga opsi apakah Merpati tak lagi menjadi BUMN, murni sebagai swasta memang masih belum ada kejelasan. Namun, yang pasti bagi sebuah maskapai penerbangan untuk bisa membuka layanan, butuh syarat perizinan yang harus dipenuhi.

Untuk mendapatkan izin angkutan udara, ada beberapa proses yang harus dilewati Merpati dan wajib memenuhi seluruh syarat dan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No. 1/2009 tentang Penerbangan. Proses tersebut dimulai dari melakukan permohonan izin usaha angkutan udara melalui Lembaga Online Single Submission (OSS). Lalu, pemohon harus memiliki terlebih dahulu Nomor Induk Berusaha dan izin usaha yang belum berlaku efektif.

Setelah itu, izin usaha angkutan udara akan berlaku efektif apabila pemohon telah memenuhi komitmen seluruh persyaratan administrasi dan persyaratan teknis berupa rencana usaha atau business plan. Persyaratan teknis itu di antaranya seperti wajib memiliki paling sedikit lima unit pesawat bagi angkutan udara niaga berjadwal, dan menguasai lima unit pesawat dengan jenis yang mendukung kelangsungan usaha sesuai dengan rute yang dilayani.

Pemohon juga harus menyampaikan tahapan kebutuhan SDM termasuk teknisi dan awak pesawat, baik langsung maupun tidak langsung menyangkut kualifikasi dan jumlah per tahun untuk jangka waktu paling sedikit lima tahun ke depan.

“Permohonan disetujui setelah memenuhi persyaratan tersebut dan membayar PNBP (pendapatan negara bukan pajak). Proses perizinan selama 30 hari kerja, setelah berkas diterima lengkap,” kata Kabag Kerja Sama dan Humas Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Sindu Rahayu kepada Tirto.

Melihat proses perizinan tersebut, rencana Merpati untuk terbang tentunya membutuhkan waktu. Apalagi, kondisi Merpati saat ini memang butuh dana segar. Ini karena seluruh pesawat sudah tidak beroperasi, mayoritas unserviceable dan berusia tua. Perizinan Merpati untuk terbang juga sudah dicabut, seperti Air Operator Certificate (AOC) dan Surat Izin Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal (SIUAUNB). Kedua izin itu sudah dicabut sejak 2015.

Bagi direksi Merpati, peluang meraup pundi-pundi pendapatan masih terbuka lebar mengingat ceruk pasar penerbangan di Tanah Air masih sangat besar. Apalagi, pemerintah juga banyak membangun bandara-bandara baru. “Kami sudah belajar dari kejatuhan perusahaan dan saatnya menatap ke depan yang lebih baik. Pesawat yang akan digunakan adalah buatan Rusia, dan bukan yang pernah kecelakaan di Gunung Salak,” jelas Asep.

Namun, kritikan datang dari rencana beroperasinya lagi Merpati. Kondisi makro ekonomi Indonesia yang belum bersahabat seperti kurs rupiah yang masih melempem terhadap dolar AS, harga bahan bakar pesawat yang sedang tinggi dan lain sebagainya, jadi persoalan yang tak mudah bagi Merpati untuk terbang lagi.

“Melihat kondisi ekonomi saat ini, dimana rupiah belum stabil dan harga avtur yang masih tinggi, timing Merpati untuk hidup agak kurang pas,” ujar Arista Atmadjati, Direktur Arista Indonesia Aviation Center kepada Tirto.

Merpati juga dinilai tetap sulit berkembang apabila salah strategi. Bagaimanapun, pesaing Merpati di domestik cukup banyak, terutama dari Garuda Indonesia Grup dan Lion Air Grup. Merpati disarankan menghindari langsung rute penerbangan yang sudah diperkuat kedua grup maskapai penerbangan skala besar.

Baca juga artikel terkait MERPATI AIRLINES atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra