Menuju konten utama

Kilas Balik Penolakan Prabowo terhadap Hasil Pemilu 2014

KPU masih melakukan penghitungan. Apakah nanti Prabowo akan menolak hasil perhitungan KPU dan kembali menempuh jalur konstitusional lewat MK seperti tahun 2014? Kita tengah menunggu genta dan irama perseteruan ini berakhir.

Kilas Balik Penolakan Prabowo terhadap Hasil Pemilu 2014
Sebuah poster dengan gambar-gambar calon presiden Indonesia dengan pasangan mereka ditampilkan di sebuah tempat pemungutan suara dalam pemilihan presiden di Bali, Indonesia, Rabu, 9 Juli 2014. AP / Firdia Lisnawati

tirto.id - Sejak satu dekade lalu, Prabowo tampak begitu akrab dengan kekalahan. Ketika maju sebagai Calon Wakil Presiden untuk mendampingi Megawati Soekarnoputri pada 2009, Prabowo harus kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono, sang petahana yang berpasangan dengan Boediono.

Pada 2014, Prabowo kembali maju, kali ini sebagai Calon Presiden dengan menggandeng Hatta Rajasa. Megawati memilih undur diri dari palagan, dan mendorong kadernya yang tengah bersinar: Joko Widodo.

Jokowi, begitu panggilannya, gilang-gemilang dalam pemilihan Walikota Surakarta. Ia berturut-turut terpilih, yang kedua kali bahkan menang telak. Prestasi ini membawanya bertarung dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2012. Jokowi kembali menang di Ibukota. Namanya kian bersinar, seperti memendarkan harapan akan perubahan. Maka, dua tahun kemudian ia pun didapuk oleh partainya untuk maju sebagai calon presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla.

Warsa 2014 adalah pertama kalinya pemilihan presiden dan wakil presiden yang hanya diisi oleh dua calon. Mereka bermuka-muka, dua kubu pendukung berhadap-hadapan, polarisasi pun terjadi. Pertarungan sengit terjadi tidak hanya di lapangan, tapi juga di linimasa media sosial. Kampanye hitam pun merebak.

Dalam catatan PoliticaWave, situs yang mencatat percakapan di media sosial, seperti dikutip BBC, pasangan Jokowi-Kalla mendapat serangan kampanye hitam sebesar 94,9 persen dan kampanye negatif sebesar 5,1 persen. Sementara kampanye hitam bagi pasangan Prabowo-Hatta 13,5 persen, dan serangan kampanye negatif sebesar 86,5 persen. Singkatnya, media sosial gaduh oleh kedua kubu pendukung.

Deklarasi Kemenangan dan Sujud Syukur

Pilpres digelar pada 9 Juli 2014. Beberapa jam setelah pencoblosan, lembaga-lembaga survei melakukan hitung cepat berdasarkan sejumlah sampel. Mayoritas angka yang dihasilkan dari hitung cepat tersebut menunjukkan kemenangan bagi pasangan Jokowi-Kalla.

Namun, bertempat di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Prabowo beserta para pendukungnya justru menyatakan bahwa ia dan pasangannya keluar sebagai pemenang.

“Saudara-saudara sekalian, sebangsa setanah air, teman-teman media, kami dari Koalisi Merah Putih memantau dan mengumpulkan keterangan yang masuk dari quick count sejumlah lembaga survei dan dari lembaga survei yang kami gunakan sebagai acuan. Kami bersyukur bahwa semua keterangan yang masuk menunjukkan bahwa kami, pasangan nomor urut satu, Prabowo-Hatta, mendapat dukungan dan mandat dari rakyat Indonesia,” kata Prabowo sebagaimana dilansir Kompas.

Ucapannya itu sontak disambut sorak sorai para pendukungnya. Setelah itu, mereka melakukan sujud syukur selama kira-kira 7 detik. Kemudian disambung dengan gema takbir dan nyanyian lagu “Prabowo Presidenku” serta yel-yel kemenangan.

Sebelumnya, klaim kemenangan ini sempat juga diungkapkan Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Mahfud MD. Menurutnya, sejumlah hasil hitung cepat lembaga survei menguatkan alasannya.

Tiga belas hari setelah Pilpres 2014 digelar, KPU menggelar rapat pleno penghitungan suara.

Hasilnya Jokowi-Kalla yang menang. Mereka unggul di 23 provinsi dan luar negeri dengan total suara sebesar 70.997.851 (53,15 persen). Sementara Prabowo-Hatta hanya menang di 10 provinsi dengan raihan suara sebesar 62.576.444 (46,85 persen).

Saat sidang masih berlangsung, saksi dari kubu Prabowo-Hatta meninggalkan ruangan alias walk-out. Mereka menganggap hasil penghitungan tersebut dipenuhi kejanggalan yang dibiarkan.

“Pak Prabowo memberikan surat kepada kami untuk tak menerima apa pun hasil rekapitulasi yang dibacakan,” ucap Rambe Karlan, saksi dari pasangan Prabowo-Hata seperti dilansir Tempo.

Sebelum meninggalkan ruangan sidang, di hadapan hadirin ia membacakan surat pernyataan Prabowo yang berisi sejumlah alasan kenapa pihaknya menolak hasil rekapitulasi suara tersebut.

Sikap para saksi Prabowo-Hatta ini sejalan dengan pernyataan capres-cawapres yang mereka dukung. Beberapa jam sebelumnya rapat pleno KPU, bertempat di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Prabowo menyatakan bahwa pihaknya akan menolak hasil Pilpres 2014 karena dinilai cacat secara hukum.

“Kami Prabowo-Hatta akan menggunakan hak konstitusional kami, yaitu menolak pelaksanaan Pilpres 2014 yang cacat hukum. Dengan demikian, kami menarik diri dari proses yang sedang berlangsung,” ucapnya.

Ia menambahkan, pihaknya siap menang dan kalah tapi dengan cara yang demokratis dan terhormat. Oleh karena itu, imbuhnya, pihaknya tidak bersedia mengorbankan mandat yang telah diberikan rakyat dengan cara dipermainkan dan diselewengkan.

“Kepada seluruh rakyat Indonesia yang telah memilih kami, kami minta tetap tenang karena kami tidak akan diam. Hak demokrasi kami dicederai dan dirampas,” imbuhnya seperti dikutip Tempo.

Ajukan Gugatan ke Mahkamah Konstitusi

Tiga hari setelah pernyataan itu, Prabowo-Hatta menggunakan hak konstitusionalnya. Pada 25 Juli 2014, mereka mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Klaim mereka, telah terjadi kecurangan di 52.000 TPS yang melibatkan 21 juta suara di seluruh Indonesia.

Pukul 19.30 WIB, Prabowo-Hatta tiba di gedung MK. Sebelum memasuki gedung, mereka berpidato di depan para pendukungnya dan meminta mereka tenang sebab ikhtiar kemenangan tengah mereka tempuh lewat jalur hukum yang tersedia.

Mahendradatta, tim kuasa hukum pasangan Prabowo-Hatta, juga menyampaikan bahwa lewat jalan ini mereka optimistis dapat membuktikan pelbagai kecurangan yang terjadi.

“Kita serahkan (semua bukti) ke MK, jika bukti kami dianggap lebih sah dan lebih dipercaya dari KPU, MK bisa langsung menetapkan pemenang,” ujarnya seperti dikutip BBC.

Pada 21 Agustus 2014, MK membacakan putusannya tentang gugatan yang diajukan oleh pasangan Prabowo-Hatta. Menurut laporan Kompas, pembacaan putusan setebal 4.390 halaman membutuhkan tiga kali jeda dan sekitar tujuh jam bagi sembilan Majelis Hakim MK yang secara bergantian membacakannya.

Sidang putusan MK yang dipimpin oleh Hamdan Zoelva dengan putusan Nomor 1/PHPU/PRES-XII/2014, dalam amar putusannya menyatakan “Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya”.

Senjata pamungkas Prabowo-Hatta lewat jalur konstitusional demi kemenangannya menemui titik majal. Mereka bertekuk lutut di hadapan hukum.

Infografik Prabowo dan Hasil Pemilu 2014

undefined

Hormat untuk Sang Pemenang

Tiga hari sebelum Jokowi dilantik sebagai Presiden RI yang ke-7, ia bertemu dengan Prabowo di Jalan Kertanegara 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada 17 Oktober 2014. Itu adalah pertemuan mereka yang kedua setelah hari pencoblosan.

Pertemuan mereka singkat, tak lebih dari satu jam. Jumpa pers keduanya berjalan santai, diliputi canda dan tawa. Prabowo mengantar Jokowi naik ke mobilnya. Sebelum mengakhiri pertemuan, Prabowo mengarahkan badannya ke Jokowi lalu tangan kanannya memberi hormat. Sementara Jokowi membalasnya dengan posisi tegap lalu membungkukkan badannya ke arah Prabowo.

Dan 20 Oktober 2014 pun tiba. Jokowi dan Jusuf Kalla resmi dilantik. Prabowo dan Hatta Rajasa datang menghadirinya. Saat Ketua MPR Zulkifli Hasan menyebut mereka, penonton yang menyaksikan lewat layar lebar menyambutnya dengan tepuk tangan.

Ketika berpidato sebagai presiden untuk pertama kalinya, Jokowi pun menyebut nama Prabowo dan Hatta Rajasa.

“Rekan dan sahabat baik saya, Bapak Prabowo Subianto,” katanya.

Ucapan tersebut kembali disambut tepuk tangan. Prabowo pun kemudian berdiri dan memberi hormat.

Setelah itu pemerintahan baru pun dimulai. Segala kekisruhan selama, sebelum, dan setelah Pilres 2014 berakhir, tapi tak sepenuhnya. Kedua pendukung dan simpatisan rupanya dari tahun ke tahun tetap memelihara perseteruan terutama di kanal-kanal media sosial.

Kini, setelah pencoblosan serentak Pilpres dan Pileg 2019 digelar, ingatan kita kembali ke masa lima tahun yang lalu. Jokowi dan Prabowo kembali berhadapan. Jokowi unggul lewat sejumlah hitung cepat, dan Prabowo pun kembali mendeklarasikan kemenangan serta bersujud syukur.

KPU masih melakukan penghitungan. Apakah nanti Prabowo akan menolak hasil perhitungan KPU dan kembali menempuh jalur konstitusional? Kita tengah menunggu genta dan irama perseteruan ini berakhir.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2014 atau tulisan lainnya dari Irfan Teguh

tirto.id - Politik
Penulis: Irfan Teguh
Editor: Nuran Wibisono