Menuju konten utama

Kiki Camarena: Agen Rahasia AS yang Mati Disiksa Kartel Narkotika

Kiki Camarena disiksa selama lebih dari 30 jam.

Enrique "Kiki" Camarena. FOTO/dea.gov

tirto.id - Pada 5 Maret 1985 di La Angostura, sebuah daerah pedesaan di negara bagian Michoacán, Meksiko, ditemukan sesosok mayat laki-laki dewasa terbungkus dalam plastik. Di tubuhnya terdapat berbagai luka parah. Rahang, hidung, tulang pipi, tulang rusuk, tenggorokan hancur, dan di bagian kepala terdapat gerowak besar seperti habis ditusuk benda tumpul.

Itu adalah mayat Enrique Camarena Salazar, biasa dipanggil Kiki Camarena, pria berusia 37 tahun yang merupakan agen rahasia Drug Enforcement Administration (DEA): sebuah lembaga milik Amerika Serikat yang menumpas peredaran dan perdagangan narkotika. Kiki tewas setelah disiksa kartel Guadalajara—kartel terbesar di Meksiko kala itu—yang dipimpin oleh Miguel Ángel Félix Gallardo.

Penyiksaan yang didapat Kiki nyaris tidak terbayangkan pedihnya. Selama lebih dari 30 jam, ia disiksa sambil terus-terusan disuntik amfetamin dan obat-obatan lain agar ia tetap sadar. Dalam kata lain: agar ia tetap merasakan kesakitannya.

Akibat tewasnya Kiki, DEA sampai menggelar suatu operasi investigasi pembunuhan terbesar yang pernah mereka lakukan. Sebuah unit DEA khusus dikirim ke Meksiko dan bekerja sama dengan beberapa pejabat negara tersebut, seperti Manuel Ibarra Herrera, mantan direktur Polisi Yudisial Federal Meksiko, dan Miguel Aldana Ibarra, mantan direktur Interpol di Meksiko. Nama operasi tersebut: Operacion Leyenda.

Setelah melakukan penyelidikan dengan intensif, Operacion Leyenda akhirnya berhasil mengidentifikasi tiga orang yang diduga kuat sebagai otak pembunuhan Kiki: Miguel Gallardo dan dua rekan dekatnya, Ernesto Fonseca Carrillo serta Rafael Caro Quintero. Di bawah tekanan pemerintah AS, Presiden Meksiko Miguel de la Madrid dengan cepat menangkap Fonseca dan Quintero. Akan tetapi, Félix Gallardo masih sempat mendapat perlindungan politik.

Hanya saja, sejak kasus pembunuhan Kiki terungkap, banyak hal justru menjadi bertambah pelik. Hal pertama karena pemerintah AS kesulitan mengekstradisi warga Meksiko. Untuk itu, DEA pun sampai menyewa pemburu bayaran untuk menangkap Humberto Álvarez Machaín—dokter yang diduga memperpanjang hidup Kiki sehingga penyiksaan bisa berlanjut—dan kepala keamanan Kartel Guadalajara Javier Vásquez Velasco.

Akibat hal ini, pemerintah Meksiko melayangkan protes keras. Kendati demikian, Álvarez tetap dibawa ke pengadilan di Los Angeles pada tahun 1992. Di persidangan, hakim memutuskan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk memberi vonis bersalah terhadap Alvarez. Yang bersangkutan pun melayangkan gugatan perdata terhadap pemerintah AS karena dianggap telah melanggar perjanjian ekstradisi AS-Meksiko.

Ketika kasus ini mencapai Mahkamah Agung AS, diputuskan bahwa Alvarez tidak berhak menerima bantuan hukum terkait gugatannya. Sementara itu, empat terdakwa lainnya, Vásquez Velasco, Juan Ramón Matta-Ballesteros, Juan José Bernabé Ramírez, dan Rubén Zuno Arce (yang merupakan saudara ipar dari mantan Presiden Mexico, Luis Echeverría) secara resmi dinyatakan bersalah atas pembunuhan Kiki. Arce juga menyebutkan beberapa nama pejabat pemerintah Meksiko lainnya yang korup dan terlibat dalam kasus ini, termasuk bagaimana mereka berupaya menutup-nutupinya.

Bertahun-tahun kemudian, tepatnya pada Oktober 2013, dua mantan agen federal dan seorang mantan kontraktor CIA mengatakan bahwa CIA juga terlibat dalam penculikan dan pembunuhan Camarena. Mereka adalah Phil Jordan, Héctor Berrellez, dan Tosh Plumlee.

Kepada El Pais (15/10/2013), ketiga orang itu mengatakan bahwa CIA bekerja sama dengan para kartel di Meksiko dan beberapa aparat lainnya dalam bisnis kokain dan mariyuana ke AS. Keuntungan yang didapat dari bisnis tersebut kemudian digunakan CIA untuk mendanai para pemberontak Contra Nicaragua agar dapat menggulingkan pemerintah Sandinista di Nikaragua.

Mengetahui rumor tersebut, seorang juru bicara CIA sempat mengatakan kepada Fox News: “Menyebut CIA terlibat dalam pembunuhan seorang agen federal AS atau berusaha menyembunyikan pelakunya sungguhlah konyol.”

Siapakah Kiki Camarena?

Kiki Camarena adalah pria keturunan Meksiko-Amerika yang lahir di Mexicali, Meksiko, pada 26 Juli 1947. Keluarganya kemudian pindah ke Calexico, sebuah kota kecil di California. Di sana, Kiki bersekolah di Calexico High School dan lulus pada tahun 1966.

Pada 1968, Kiki pun bergabung dengan Korps Marinir AS. Dua tahun di marinir, Kiki tercatat beberapa kali berganti profesi: menjadi pemadam kebakaran, polisi, hingga agen agen khusus di Imperial County Narcotic Task Force (ICNTF), sebuah badan pengawas narkotika yang berada di bawah payung kepolisian setempat.

Kiki pertama kali bergabung dengan DEA pada Juni 1974. Ia masih ditempatkan di Calexico saat itu. Empat tahun berselang, Kiki ditawari untuk bertugas di Guadalajara, Mekisko, salah satu kota yang juga pernah ditempatinya ketika ia masih kanak. Kiki menerima tawaran tersebut dan ia pun benar-benar bertugas sebaik mungkin.

Sepanjang lebih dari lima tahun memantau, mengawasi, hingga menyelidiki bagaimana pola jejaring kartel di Meksiko, Kiki akhirnya berhasil mengungkap pusat lahan (sekaligus yang terbesar) tempat diproduksinya mariyuana dan opium yang dimiliki oleh kartel nomor satu di negara tersebut kala itu: kartel Guadalajara.

Lahan tersebut memiliki luas lebih dari 1000 hektar (dalam catatan The Atlantic, ukuran tersebut berarti 168 kali lebih luas dari lapangan sepakbola di Stadion Azteca) dan terletak di perbukitan Sinaloa. Dari lahan itu dihasilkan sekitar 6.000 ton mariyuana dan heroin yang siap pakai, dengan estimasi keuntungan mencapai $ 8 miliar setiap tahunnya. Orang-orang menyebut lahan tersebut dengan nama Rancho Bufalo.

Setelah mengetahui informasi mengenai Rancho Bufalo, Kiki segera memberi tahu pihak militer Meksiko. Operasi kilat pun digelar untuk menghancurkan lahan tersebut. Para informan kartel Guadalajara yang mengetahui ada andil besar Kiki dalam operasi tersebut, gantian memberi tahu bos mereka. Sejak ini, hidup Kiki tidak akan pernah sama lagi. Terutama karena ia terus bersikeras ingin membongkar jejaring bisnis kartel Guadalajara.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/11/19/kiki-camarena--mild--nadya.jpg" width="860" alt="Infografik Kiki Camarena" /

Tercatat beberapa kali Kiki mengalami percobaan pembunuhan. Bahkan, seorang informannya pun juga turut dibunuh dengan cara ditembak sebanyak delapan kali oleh senapan otomatis. Mobil Kiki juga pernah diberondong peluru saat diparkir di depan rumahnya. Namun, Kiki tak pernah gentar. Ia memegang teguh niatnya untuk memberangus para kartel.

James Kuykendall, mantan Kepala DEA di Guadalajara ketika Kiki masih bertugas, memberi kesaksiannya kepada BBC: “Kerja-kerja penyamaran biasanya bertujuan untuk mencari tahu apa saja narkotika yang dijual, berapa banyak, siapa yang melakukannya. Para agen lain di DEA juga melakukan pekerjaan yang sama, namun Kiki cenderung lebih bagus. Dia lebih termotivasi.”

Namun, sikap Kiki yang keras kepala dan tidak kenal takut akhirnya sirna pada 7 Februari 1985.

Syahdan, ketika ia meninggalkan kantor konsulat AS untuk makan siang bersama istrinya, lima orang pria menculik Kiki lalu membawanya ke sebuah rumah di antah-berantah dengan mata yang ditutup. Setibanya di sana, Kiki dimasukkan ke sebuah ruangan. Di sana sudah menunggu seseorang yang selama ini sudah amat geram dengan agen DEA tersebut.

Dia adalah Rafael Caro Quintero, salah satu pemimpin lain di kartel Guadalajara yang terkenal gemar menyiksa musuh-musuhnya. Kalimat pertama yang ia ucapkan setelah penutup mata Kiki dibuka adalah: “Saya sudah pernah bilang, kan, bangsat, kalau suatu hari saya akan mendapatkanmu?”

Dan siksaan itu pun dimulai.

Baca juga artikel terkait AMERIKA SERIKAT atau tulisan lainnya dari Eddward S Kennedy

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Eddward S Kennedy
Editor: Maulida Sri Handayani