Menuju konten utama

KIARA Desak KPK Selidiki Perusahaan Lain Terkait Kasus Edhy Prabowo

KIARA mendesak KPK menyelidiki sejumlah perusahaan eksportir benih lobster berdasarkan izin dari Edhy Prabowo.

KIARA Desak KPK Selidiki Perusahaan Lain Terkait Kasus Edhy Prabowo
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (tengah) mengenakan baju tahanan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/11/2020). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

tirto.id - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki sejumlah perusahaan eksportir benih lobster berdasarkan izin dari Edhy Prabowo. Edhy semasa menjadi menteri KKP menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (due diligence).

"Setidaknya telah ada sembilan perusahaan yang telah melakukan ekspor benih lobster per Juli 2020," ujar Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati dalam keterangan tertulis, Kamis (26/11/2020).

Dalam catatan KIARA, sembilan perusahaan tersebut yakni CV Setia Widara, UD Samudera Jaya, CV Nusantara Berseri, PT Aquatic SSLautan Rejeki, PT Royal Samudera Nusantara, PT Indotama Putra Wahana, PT Tania Asia Marina, PT Indotama Putra Wahana, dan PT Nusa Tenggara budidaya.

Edhy mendapatkan uang suap dari PT Dua Putra Perkasa melalui PT Aero Citra Kargo. Sebab itu Susan menduga sembilan perusahaan di atas, melakukan hal yang sama dan nominal penerimaan uang suap Edhy menggelembung.

"Jika kesembilan perusahaan praktik gratifikasi dengan nominal yang sama kepada Edhy, maka setidaknya Edhy telah menerima uang lebih dari Rp10 miliar," ujarnya.

Izin ekspor benih lobster yang sempat dicabut pada era Susi Pudjiastuti, kemudian diaktifkan kembali oleh Edhy memang bermasalah sejak awal, karena tidak transparan dan akuntabilitas.

Menurut Susan, Ombudsman Republik Indonesia sudah menyarankan agar Edhy menghentikan kebijakan tersebut karena berpotensi kecurangan, namun diabaikan.

Karena itu, Susan mendesak KPK untuk terus memperdalam kasus ini, terutama mekanisme pemberian izin ekspor benih lobster.

"KPK jangan hanya berhenti pada kasus ini. Perlu pengembangan dan penyelidikan lebih lanjut supaya kasus ini terang benderang dan publik memahami betul duduk perkaranya," ujarnya.

Aaat ini, Edhy sudah berstatus tersangka bersama enam orang lainnya, kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.

"KPK menetapkan 7 orang tersangka. Masing-masing sebagai penerima. Edhy Prabowo, Safri [staf Edhy di KKP], APM, Siswadi [pengurus PT AERO CITRA KARGO], Ainul Faqih [staf istri Edhy], dan Amiril Mukminin. Sebagai pemberi Suharjito [Direktur PT Dua Putra Perkasa]," kata Nawawi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020).

Edhy langsung ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih, bersama lima orang. Sebab, dari tujuh orang tersangka itu, APM dan Amiril masih berstatus DPO dan diminta untuk segera menyerahkan diri.

"KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi, berupa penerimaan hadiah yaitu, janji oleh penyelenggaran negara terkait dengan perizinan tambak usaha atau pengelolaan atau komoditas perairan sejenis lainnya," ujarnya.

Politikus Partai Gerindra itu, pada Mei, menerima uang sebesar 100 ribu dolar Amerika Serikat. Pada 5 November 2020, Edhy juga diduga menerima uang. "Antara lain digunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy Prabowo di Honolulu, Amerika Serikat, pada tanggal 21-23 November 2020," ujarnya.

Edhy dan enam orang tersebut, disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU 31/1999. Sebagaimana yang telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jucto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI BENIH LOBSTER atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz