Menuju konten utama

Kiara Anggap Langkah Anies Menyegel Pulau D sebagai Gimik

Gubernur Anies hanya menyegel dan belum melakukan langkah lain terhadap pulau yang sebelumnya sudah pernah disegel di era Gubernur Ahok.

Kiara Anggap Langkah Anies Menyegel Pulau D sebagai Gimik
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau penyegelan di Pulau D reklamasi Teluk Jakarta, Jakarta, Kamis (7/6/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Puluhan spanduk dipasang di sejumlah sudut rumah perkantoran berlantai tiga yang berada di Pulau D Reklamasi Teluk Jakarta. Isi spanduk berupa peringatan penyegelan atas pelanggaran tidak adanya izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau buatan tersebut.

Pemasangan spanduk tersebut berlangsung Kamis siang, 7 Juni 2018 dan dilakukan petugas Satpol-PP dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang DKI. Baru sekitar pukul 11.15 WIB, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba di Pulau D dan ikut serta dalam penyegelan tersebut.

Proses penyegelan berlangsung cepat lantaran tak ada hambatan dan perlawanan. Penyegelan ini seperti yang telah direncanakan. Tidak ada satu pun petugas keamanan yang berjaga dan lalu lalang tukang bangunan di pulau tersebut.

Ini berbeda saat Tirto mendatangi tempat yang sama pada awal November 2017. Kala itu, satpam berjaga di beberapa titik dan mengawasi setiap pengunjung yang datang. Satpam ini bahkan mengusir Tirto dari pulau yang dikelola Agung Sedayu Grup itu.

Di luar ketiadaan satpam, penyegelan kemarin sebenarnya bukan barang baru. Gubenur DKI Jakarta periode 2014-2017 Basuki Tjahaja Purnama sempat mengeluarkan perintah serupa melalui Suku Dinas Penataan Kota Jakarta Utara pada 8 Juli 2015. Setelahnya, Surat Segel (SS) nomor 831/076.93/SS/U/VII/2015 diterbitkan pada 29 Juli 2015. Surat perintah pembongkaran bahkan juga telah terbit pada 24 Agustus 2015, meski tak kunjung dieksekusi.

Komitmen Anies Diragukan

Langkah Anies menyegel properti di Pulau D dianggap belum menyelesaikan pokok masalah soal reklamasi. Deputi Advokasi Hukum dan Kebijakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Tigor Hutapea berpendapat tindakan Anies hanya pengulangan dan belum menunjukkan sikap tegas penolakan reklamasi.

“Boleh dibilang gimik. Harusnya lanjutkan aja SPP (surat perintah pembongkaran) dan dilanjutkan ke pembongkaran,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Jumat (8/6/2018).

Tigor menjelaskan Anies sebenarnya punya kewenangan buat membongkar bangunan di kedua pulau tersebut karena melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung lantaran belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB).

Sementara ketentuan soal pembongkaran tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005. Namun, pembongkaran urung dilakukan lantaran masih menunggu audit lingkungan dan perintah langsung dari Gubernur

“Karena pulaunya sudah bikin dampak banjir di [wilayah] Dadap, Muara Kamal, dan merugikan nelayan, saya sepakat [pulau] dibongkar. Kalau mau alih fungsi harus bisa memulihkan kondisi lingkungan yang ada dan kehidupan nelayan,” imbuhnya.

Tidak dibongkarnya bangunan tersebut, kata Tigor, membuat dirinya ragu dengan komitmen Anies-Sandi untuk menghentikan reklamasi, padahal sempat ada wacana dari tim sinkronisasi Anies-Sandi pada 2017 untuk membongkar pulau atau menggunakannya untuk konservasi.

Keraguan Tigor makin menguat lantaran Anies-Sandi disebutnya kini mengeluarkan wacana baru soal pembentukan Badan Khusus yang mengkaji reklamasi berdasarkan ketentuan dalam Kepres Nomor 51 Tahun 1995. “Badan itu kan berfungsi untuk perencanaan hingga pelaksanaan reklamasi. Kalau Anies membentuk badan artinya melanjutkan reklamasi,” sebutnya.

Gubernur DKI Anies Baswedan tak menampik soal pembentukan badan ini, lantaran itu tindakan yang diambil adalah penghentian pembangunan berupa penyegelan.

“Pada fase ini memang disegel, [langkah selanjutnya] nanti sesudah ada badan pelaksana reklamasi sesuai amanat Kepres 52 tahun 1995 disusun rencana untuk wilayah pulau-pulau kecil dan pesisir,” katanya di Pamakaman Karet Bivak, Jakarta Pusat, Jumat (8/7/2018).

Setelah itu, barulah wilayah di atas pulau itu diatur dalam Perda Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (RTRKS Pantura) dan Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWPPPK).

“Dari sana baru kemudian kita bicara tentang bangunannya. Mana wilayah menjadi zona perkantoran, mana zona perumahan, mana zona hijau, mana zona biru, mana tempat untuk fasilitas sosial fasilitas umum. Jalannya bentuknya bagaimana, lebarnya berapa itu semua harus ditentukan dulu lewat Perda,” kata Anies menjelaskan.

Jika perda tersebut belum disahkan, imbuh Anies, penataan dan alih fungsi pulau itu belum bisa dilakukan. “Sekarang dihentikan dulu, kami akan bereskan itu,” ucap Anies.

Infografik CI Penyegelan Pulau D

Lihat Aturan Sebelum Segel

Anggota Komisi D DPRD DKI dari Fraksi PDI Perjuangan Pantas Nainggolan menilai Anies seharusnya melihat beberapa ketentuan hukum dalam penyegelan bangunan di pulau-pulau tersebut.

Sampai saat ini, kata Nainggolan, belum ada kejelasan terkait status kedua pulau yang kemarin disegel itu. “Perda saja belum rampung dibahas. Terus kemudian ditarik dan proses penarikannya itu belum sah,” ujarnya kepada Tirto.

Nainggolan mengatakan penarikan Raperda yang dilakukan Anies pada awal 2018 seharusnya disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD. Ia mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pembentukan produk hukum daerah.

Dalam Pasal 39 (3) Beleid tersebut dijelaskan bahwa: “Penarikan kembali Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri oleh kepala daerah.”

Hingga saat ini, kata Nainggolan, “Belum pernah ada paripurna untuk penarikan dua Raperda reklamasi.”

Karena itu lah, Nainggolan menilai apa yang dilakukan Anies lagi-lagi sebatas gimik untuk menegaskan dirinya masih konsisten untuk menjalankan janji kampanye menghentikan reklamasi.

“Saya jadinya hanya melihat malah Gubernur ini belum mengerti soal pembentukan aturan perundang-undangan,” ucapnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Komisi D Partai DPRD DKI Jakarta Iman Satria membenarkan penarikan Raperda Reklamasi belum sah karena belum disetujui dan dibahas dalam rapat paripurna. Meski begitu, politikus Gerindra ini mengatakan hal itu tak perlu dipermasalahkan lantaran pembahasan rancangannya memang bisa dibahas sepihak oleh eksekutif.

“Kalau paripurna kan gampang, nanti tinggal ajukan lagi surat penarikan dan permohonan Paripurna, bisa cepat prosesnya,” kata Iman kepada Tirto.

Ia juga tak setuju jika langkah penyegelan yang dilakukan Anies dianggap hanya sebatas gimik. Sebab menurutnya, hal-hal lain terkait penghentian reklamasi telah dilakukan mulai dari meminta pembatalan Hak Guna Bangunan hingga audit jumlah bangunan.

"Ya enggak mungkinlah [cuma gimik]. Saya jamin. Ini kan cuma salah satu saja dari proses. Sebelumnya kan juga ditegaskan komitmennya," tutur ketua Fraksi Gerindra DKI tersebut.

Baca juga artikel terkait REKLAMASI TELUK JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Mufti Sholih & Maulida Sri Handayani