Menuju konten utama

Ketua MPR RI Fraksi PAN Sebut UU ITE Perlu Direvisi

Ketua Fraksi PAN MPR RI, Alimin Abdullah, menilai UU ITE Tahun 2008 perlu direvisi apabila sudah melenceng jauh dari semangat demokrasi terutama terkait kebebasan pers.

Ketua MPR RI Fraksi PAN Sebut UU ITE Perlu Direvisi
Ilustrasi UU ITE. Getty Images/iStockphoto.

tirto.id - Ketua Fraksi PAN MPR RI, Alimin Abdullah, merespons keluhan wartawan yang merasa ketakutan karena UU ITE Tahun 2008 rentan mengkriminalisasi wartawan. Ia menilai UU ITE saat ini sudah tidak sesuai dengan semangat reformasi yang sudah diperjuangkan.

Alimin mengatakan hal tersebut di depan wartawan di Hotel Swiss Bell, Lampung, Jumat (22/3/2019) malam.

"Saya juga kaget kalau ternyata pers sudah tidak bebas. Pers dalam keadaan ketakutan semua. Itu kan balik ke dulu lagi yang kita perjuangkan. Ini masalah bangsa kita, dulu saat saya masih mahasiswa, dulu ini masalah penting. Biar kita cerdas-cerdas kalau pers dibungkam, siapa yang mau menyalurkan suara-suara orang pintar itu. Padahal pendapatnya baik," katanya.

Ia menilai, mau bagaimana pun keadaan suatu negara, kebebasan pers sangat diperlukan untuk menjaga marwah demokrasi.

"Jelas pers ini sangat diperlukan yang bebas. Tidak boleh kalau ini keluar, tapi ini tidak. Jadi nanti terbendung pemikiran-pemikiran baik. Terus terang saja, saya heran ini pernyataan resmi dari rekan-rekan semua. Pers yang mau ditangkap terus. Memang gimana negara ini, apa yang mau disebut kebebasan pers," katanya.

"Jadi yang diperjuangkan dari dulu tuh sudah jauh dari hasil. Saya bukan main dengernya kalau kaya gitu, kalau setiap berita ditangkap gimana negara ini. Hukumnya gimana. Jadi persoalan itu," lanjutnya.

Oleh karena itu, ia sepakat jika UU ITE harus direvisi kalau banyak mengkriminalisasi wartawan. Ia menilai para anggota DPR RI di Komisi I bukanlah malaikat yang tak menerima masukan untuk perubahan UU.

"Mengenai UU ITE itu, jika semua sepakat mau diubah dan direvisi, ya silakan aja. Biasa dua tiga kali diubah juga biasa. Ini harus bebas. Memangnya Komisi I sudah malaikat semua?" katanya.

Tak lupa juga, Alimin mengatakan harus mengundang pakar yang komprehensif untuk mengubah UU ITE agar lebih demokratis.

"Saya setuju sekali jika mau diubah UU ITE. Itu gunakan para pakar, itu tugas kita bersama. Apalagi anda di bidang ini, anda lebih mengetahui. Kalau saya enggak nyangka sebegitu mengerikannya. Orang yang harusnya bebas berbicara, malah ketakutan. Ini enggak bener ini," katanya.

UU ITE adalah undang-undang dengan pasal karet di era digital. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ini telah menjerat banyak korban, bahkan setelah adanya revisi pada 2016.

Menurut monitoring jaringan sukarela pembela kebebasan berekspresi dan hak di digital di Asia Tenggara, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), ada 245 laporan kasus UU ITE di Indonesia sejak 2008.

SAFEnet juga mencatat hampir setengah kasus UU ITE menggunakan pasal pencemaran nama baik sebagai dasar pelaporan. Peluang terlepas dari jeratan UU ITE sangat kecil apabila kasusnya sudah masuk dalam proses pengadilan.

Dari 245 laporan kasus UU ITE bersumber dari SAFEnet, hampir 60 persen lebih kebanyakan kasusnya terjadi di pulau Jawa. Meski demikian, laporan UU ITE juga menonjol di beberapa wilayah luar pulau Jawa.

Baca juga artikel terkait REVISI UU ITE atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri