Menuju konten utama

Ketua DPR: RUU KUHP akan Jadi Kado Kemerdekaan Indonesia

"Sehingga momentum 17 Agustus besok itu adalah bahwa kita punya UU KUHP sendiri tidak lagi pakai UU pidana kolonial," kata Bamsoet.

Ketua DPR: RUU KUHP akan Jadi Kado Kemerdekaan Indonesia
Ketua DPR Bambang Soesatyo menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan LKBN ANTARA di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/1/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id -

Ketua DPR, Bambang Soesatyo atau yang akrab disapa Bamsoet menyatakan, DPR tengah mengupayakan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) rampung pada 17 Agustus 2018 sebagai kado kemerdekaan Indonesia.

"Sehingga momentum 17 Agustus besok itu adalah bahwa kita punya UU KUHP sendiri tidak lagi pakai UU pidana kolonial," kata Bamsoet, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/5/2018).

Pembahasan lanjutan Panitia Kerja (Panja) RUU KUHP, kata Bamsoet, pun akan segera dimulai dalam pekan ini. Beberapa bahasan yang tersisa, menurutnya, adalah perihal perluasan perzinaan, pencabulan dan penghinaan terhadap presiden.

"Ada sedikit tentang perzinaan, tentang LGBT, tentang penghinaan presiden tapi itu sudah ada titik temunya dan jalan keluarnya tentang LGBT itu sudah ada titik temunya yang penting tidak ada diskriminasi," kata Bamsoet.

Menurut Bamsoet, rancangan pasal pencabulan yang mencakup persoalan LGBT dan rancangan pasal perzinaan tidak akan menyasar ruang privat seperti di Singapura.

"Tapi ketika itu kemudian direkam, kemudian disiarkan disebarluaskan seperti video porno yang beredar hari-hari ini itu baru ada pidananya. Tapi sejauh itu tidak ya kita tidak masuk ruang privat," kata Bamsoet.

Pelaku perzinaan, kata Bamsoet, juga baru bisa diproses secara hukum apabila dilaporkan oleh keluarga yang dirugikan, seperti suami atau istri. "Karena ada yang mengadu maka itu akan diproses secara hukum," kata Bamsoet.

Pembahasan RUU KUHP sudah berlangsung sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sampai hari ini. Akan tetapi belum juga rampung karena terdapat beragam kontroversi terhadap pasal-pasal di dalamnya yang dianggap karet.

Beberapa pasal yang dianggap karet tersebut adalah penistaan agama, hidup bersama tanpa ikatan pernikahan, perzinaan, pencabulan, dan penghinaan kepada presiden. Pasal-pasal tersebut dinilai bisa menjerat seseorang tanpa bukti yang kuat dan mudah dimanfaatkan pihak tertentu untuk melakukan persekusi.

Pembahasan RUU KUHP terakhir kali dilakukan akhir tahun lalu. Namun, kemudian pembahasan ditunda setelah banyak penolakan dari kelompok masyarakat terhadap pasal-pasal yang sedang dibahas.

Pemerintah dan DPR saat ini sudah sepakat untuk mengebut pembahasan RUU KUHP dan berencana merampungkannya pada 17 Agustus 2018.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KUHP atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri