Menuju konten utama
Jokowi Tolak Teken UU MD3

Ketua DPP Demokrat Nilai Komunikasi Pemerintah Buruk Soal UU MD3

Salah satu isi dalam pasal UU MD3 adalah mengatur kewenangan DPR memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat secara paksa melalui kepolisian.

Ketua DPP Demokrat Nilai Komunikasi Pemerintah Buruk Soal UU MD3
Presiden Joko Widodo. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Ketua DPP Demokrat, Fandi Utomo menilai langkah Presiden Jokowi menolak menandatangani Perubahan UU MD3 sebagai wujud buruknya komunikasi di antara pemerintah.

Menurut Fandi, seharusnya Jokowi sudah tahu sejak awal isi pasal-pasal yang diubah dalam UU MD3, lantaran pemerintah juga terlibat di dalam pembahasannya melalui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

"Presiden menyatakan bahwa pemerintah tidak tahu terkait sejumlah pasal, itu artinya ada persoalan manajemen yang serius di pemerintah," kata Fandi saat dihubungi, Kamis (22/2/2018).

Pasal-pasal kontroversial dalam UU MD3 misalnya Pasal 245 yang mengatur diperlukannya izin Presiden dan pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang ingin memeriksa anggota DPR pelanggar hukum pidana.

Pasal 122 yang menyatakan kewenangan MKD mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang, kelompok, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan parlemen.

Kemudian, Pasal 73 yang mengatur kewenangan DPR memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat secara paksa melalui kepolisian.

Fandi mengatakan, langkah Jokowi yang tidak mengeluarkan Perppu mengindikasikan mantan Gubernur DKI Jakarta itu setuju saja dengan perubahan UU MD3.

"Kalau tidak mau mengeluarkan Perppu ya berarti beliau sudah cocok dengan UU itu," kata Fandi.

Perppu adalah satu-satunya cara yang bisa dilakukan Jokowi untuk menghentikan pemberlakuan hasil revisi UU MD3. Sebab, pasal 20 ayat 5 UUD 1945 menyatakan RUU yang telah disetujui oleh DPR dan pemerintah akan tetap berlaku setelah 30 hari usai pengesahan, meskipun tanpa tanda tangan presiden.

Meski begitu, Fandi tidak menyebut tidak bersedianya Presiden Jokowi menandatangani UU MD3 sebagai pernyataan politik belaka. "Saya tidak berani bicara seperti itu," kata Fandi.

Dalam hal ini, Fandi menyarankan agar komunikasi di antara pemerintah diperbaiki dan Presiden Jokowi mendengarkan aspirasi masyarakat yang menolak perunaham UU MD3 dengan mengeluarkan Perppu.

Selasa, (20/2/2018) lalu Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengungkapkan Presiden Jokowi terkejut dengan dengan sejumlah pasal dalam revisi UU MD3. Yasonna mengatakan Jokowi kemungkinan tidak akan menandatangani undang-undang yang telah direvisi dan disahkan oleh DPR bersama pemerintah itu.

"Jadi Presiden cukup kaget juga makanya saya jelaskan, masih menganalisis, dari apa yang disampaikan belum menandatangani dan kemungkinan tidak akan menandatangani (UU MD3)," kata Yasonna di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (20/2) seperti diberitakan Antara.

Akibatnya, sampai saat ini perubahan UU MD3 belum bisa dikatakan sah. Sesuai dengan Pasal 20 ayat 5 UUD 45, perubahan UU MD3 bisa dikatakan sah tanpa tandatangan presiden setelah 30 hari disahkan DPR.

Baca juga artikel terkait UU MD3 atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto