Menuju konten utama

Ketika Video Iklan Kampanye Gerindra Menuai Protes

Sekjen PFI Fransiskus Simbolon menilai video kampanye Gerindra hanya merusak image profesi seseorang.

Ketika Video Iklan Kampanye Gerindra Menuai Protes
Capres Nomor Urut 02 Prabowo Subianto memberikan pidato politiknya pada acara Pembekalan Relawan Pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 02 Prabowo- Sandi di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (22/11/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - Partai Gerindra merilis video kampanye soal lapangan pekerjaan bagi sarjana muda. Dalam akun Twitter @Gerindra yang diunggah pada 14 Desember 2018 dicantumkan keterangan “Akses pekerjaan harus terbuka luas, agar kelak tidak ada lagi gelar sarjana yang sia-sia. #PrabowoSandi #AdilMakmur.”

Pesan dalam video itu intinya: pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno berjanji akan mempermudah lapangan pekerjaan di Indonesia jika terpilih di Pilpres 2019.

Dalam video itu diceritakan seorang sarjana arsitektur yang tak kunjung mendapatkan pekerjaan tetap dan akhirnya mencoba banyak hal, mulai dari antar jemput barang, pembuka pintu di hotel, fotografer, hingga petugas valet parking.

Sayangnya, sang ayah dan ibunya tidak puas dengan profesi yang digeluti anaknya itu. Sebab, pekerjaan yang dilakukan si sarjana arsitek itu tidak sesuai dengan harapan kedua orang tuanya.

Namun, alur cerita dalam video itu mendapat kritik dari berbagai pihak. Salah satunya Pewarta Foto Indonesia (PFI). Fransiskus Simbolon, Sekretaris Jenderal PFI misalnya mempertanyakan maksud dan tujuan kampanye dari video itu.

Fransiskus menilai video kampanye tersebut hanya merusak image profesi seseorang karena dinilai tidak menjanjikan.

“Tunjuan kampanyenya apa? Ngapain kalau hanya merusak image profesi tertentu. Contoh fotografer. Orang yang tidak paham pasti akan melihat fotografer suatu pekerjaan yang tidak menjanjikan. Orang nonton bisa pukul rata,” kata dia kepada reporter Tirto, Senin (17/12/2018).

Ia menambahkan “hari ini fotografi yang dihajar, bisa saja besok-besok profesi lain yang dihajar.”

Apalagi, kata Fransiskus, dalam video tersebut profesi fotografer digambar secara general. Padahal, kata dia, banyak sub-profesi di dunia forografi, mulai dari pewarta, model, hingga desain interior.

Semestinya, kata Fransiskus, dalam kampanye politik praktis tak perlu mempermasalahkan pekerjaan siapa pun. Sebab, semua sama saja.

“Apapun yang diambil sama orang, semua lapangan pekerja itu sama saja. Bagaimana pun setiap bidang pasti selalu ada yang mengisi. Tak perlu mendiskreditkan bidang tertentu, apalagi fotografi. Apa perlu kami diskreditkan balik? Kan enggak perlu,” kata dia.

Problem Ketenagakerjaan di Indonesia

Jika mengacu pada teori antrolopog budaya David Graeber tentang "bullshit jobs", beberapa pekerjaan di dalam video Gerindra masuk dalam kategori itu.

Definisi "bullshit jobs" sendiri merupakan sebuah pekerjaan yang dinilai tak bermakna dan tak memberikan keuntungan lebih dan perkembangan si pekerja. Seperti: valet parking, antar jemput barang, dan juga pembuka pintu hotel.

Namun demikian, Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) Ellena Ekarahendy berkata lain. Menurutnya, beberapa profesi yang ada dalam video iklan Gerindra belum masuk ke dalam kategori "bullshit jobs", tapi hanya pada sampai tataran "shitty jobs".

“Dalam video itu, beberapa profesi punya persoalan serius. Masuk kategori shitty jobs karena mereka hanya pekerja precariat dan memiliki daya tawar lagi. Hanya itu yang bisa mereka lakukan. Enggak ada kesempatan lainnya. Agak berbeda dengan bullshit jobs,” kata dia kepada reporter Tirto.

Menurut Ellena, ia justru melihat “bullshit jobs” itu saat ada seseorang yang melakukan kampanye dengan mendiskreditkan profesi tertentu, tetapi enggak menawarkan jalan keluar apa pun.

“Iklan Gerindra jadi perlu kita tertawakan,” kata Ellena sembari tertawa.

Ellena mempertanyakan apakah cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno, yang dikenal memiliki berbagai perusahaan mampu membuka lapangan pekerjaan dan "berbagi lahan" dengan para pekerja. Karena jika tidak, Ellen menilai, sama saja calon tak memberikan penawaran apa-apa.

Hal yang sama juga Ellen kritisi terkait kebijakan dan ucapan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri yang dinilai belum menguntungkan tenaga kerja di Indonesia.

“Hanif bilang kalau enggak perlu jadi pekerja tetap, yang penting, kan, kerja. Ya menurutku enggak gitu juga, kondisi ketenagakerjaannya juga harus diperhatikan. Iya ada orang kerja, tapi enggak bahas kondisi saat dia bekerja,” kata dia.

Karena itu, Ellen menilai logika kampanye petahana maupun oposisi mengenai ketenagakerjaan dan peluang kerja sama-sama tidak menawarkan sesuatu yang baru dan sama-sama pro-pemodal.

"Daripada para pekerja kebingungan, Prabowo atau Jokowi ngomong apa, baiknya kita lihat saja siapa di belakang mereka. Kalau mereka masih saja pro-pemodal dan masih tunduk pada oligarki, ya nasib pekerja akan gini-gini saja,” kata Ellen.

Terkait ini, reporter Tirto sudah menghubungi tim Prabowo-Sandiaga dan juga pengurus Gerindra. Sayangnya, hingga artikel ini di-publish pada Senin (17/12/2018) malam belum ada respons.

Respons Gerindra

Anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra Andre Rosiade mengklaim tak ada maksud partainya menghina pekerjaan informal dalam iklan yang dirilis di akun Twitter @Gerindra, pada 14 Desember 2018.

Andre mengklaim iklan itu merupakan hasil penyerapan aspirasi masyarakat tentang sulitnya mencari pekerjaan formal di era pemerintahan Joko Widodo. Andre menyebut sulitnya mencari pekerjaan saat ini membuat orang tua yang sudah menguliahkan anaknya kecewa lantaran tak mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.

“Karena kesulitan, mereka banting setir. Nah, iklan itu bukan menghina lapangan pekerjaan informal, tapi ceritakan realita di lapangan yang ada bahwa orang tua mimpinya dapat pekerjaan formal,” kata Andre kepada reporter Tirto, pada Selasa (18/12/2018).

Andre pun mengaku bingung mengapa iklan tersebut harus diributkan. Menurut dia, apa yang ditampilkan dalam iklan tersebut merupakan kenyataan di lapangan bahwa mencari pekerjaan memang sulit.

--------------

Keterangan: Artikel ini diupdate pada Selasa (18/12/2018) per pukul 18.35 dengan menambahkan klarifikasi dari Gerindra.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz