Menuju konten utama

Ketika Tottenham Kembali Jadi Tim yang Layak Ditakuti

Kembalinya Son Heung-min, berakhirnya krisis bek kanan, dan performa ciamik duet bek Belgia mereka bikin Tottenham Hotspur kembali jadi klub yang patut disegani di EPL.

Ketika Tottenham Kembali Jadi Tim yang Layak Ditakuti
Putra Tottenham, Heung-min memuji para pendukung di akhir pertandingan sepak bola Liga Premier Inggris antara Tottenham Hotspur dan Crystal Palace di stadion White Hart Lane di London, Sabtu, 14 September 2019. Alastair Grant/AP

tirto.id - Pekan kelima Liga Inggris (EPL) jadi momen memilukan bagi Arsenal. Nyaris menang dua gol tanpa balas atas Watford, skuat asuhan Unai Emery harus melepas poin penuh. Blunder Sokratis Papastathopoulos dan penalti akibat pelanggaran David Luiz berujung dua gol balasan. Skor akhir 2-2.

Seolah melengkapi penderitaan Arsenal, rival sekota Meriam London, Tottenham Hotspur, tengah merayakan pesta kebangkitannya. Menjamu Crystal Palace di Tottenham Hotspur Stadium, Sabtu (14/9/2019) lalu, Harry Kane dan kolega bermain seolah tak akan ada lagi hari esok.

Menurut hitung-hitungan Whoscored, penguasaan bola mereka mencapai 65 persen; 640 umpan mereka catatkan (Palace cuma 350 kali mengumpan), dengan akurasi yang menyentuh 87 persen. Efektivitas serangan tuan rumah pun patut dipuji, sebab dari lima tembakan tepat sasaran Spurs, empat di antaranya berujung gol.

Skor akhir 4-0. Masing-masing gol Spurs dicetak Son Heung-min (brace), Erik Lamela, serta bunuh diri Patrick van Aanholt.

Performa garang Spurs ini sempat bikin Mauricio Pochettino, pelatih mereka sendiri, terkejut bukan main.

"Aku sangat senang, sejak awal pertandingan kami bermain begitu agresif. Aku rasa kami sendiri sempat terkejut, karena pada pertandingan-pertandingan sebelumnya kami tak pernah seagresif ini," tuturnya setelah pertandingan.

Dalam empat pekan perdana EPL, Spurs memang tampil di bawah ekspektasi. Mereka tidak tampak seperti tim yang musim lalu mampu lolos ke final Liga Champions. Di laga pertama menjamu Aston Villa misalnya, Spurs sempat kebobolan dan jadi bulan-bulanan lebih dulu meski akhirnya menang 3-1.

Kemudian, setelah 'beruntung' main imbang kontra City di pekan kedua, pada pekan ketiga mereka mendapat sorotan tak kalah telak. Tampil di kandang, The Lilywhites dipermalukan Newcastle United 0-1.

Hanya dalam dua pekan, bagaimana Spurs kembali ke performa terbaiknya?

Teratasinya Krisis Bek Kanan

Tanda-tanda kebangkitan Spurs sebenarnya sudah terlihat saat mereka melakoni derbi London Utara melawan Arsenal sebelum jeda internasional. Keberadaan Christian Eriksen, yang dipastikan batal dijual pada bursa transfer, memberi kontribusi besar. Eriksen mengisi kekosongan posisi nomor 10 yang terjadi saat Spurs kalah dari Newcastle.

Namun di laga kontra Arsenal, Spurs tetap gagal menang karena ada satu batu sandungan lain: krisis bek kanan. Hengkangnya Kieran Trippier ke Atletico Madrid membikin Spurs kehilangan sosok fullback berbakat yang bisa menjadi pembeda lewat umpan-umpan crossing-nya.

Davinson Sanchez, yang saat itu dijadikan tumbal di posisi ini, tampil mengecewakan. Berulangkali dia kesulitan meladeni kecepatan winger kiri Arsenal, Pierre-Emerick Aubameyang. Di laga itu Sanchez bahkan tercatat sebagai pemain yang paling banyak kehilangan bola dari kakinya.

Melawan Palace kemarin, permasalahan serupa tidak terdeteksi. Bukan karena Palace minim stok winger cepat—faktanya mereka punya Andros Townsend dan Wilfried Zaha—melainkan karena satu aspek lain: Spurs punya tumpuan baru dalam diri Serge Aurier.

Pada empat laga awal, bek sayap asal Pantai Gading ini sempat jadi pilihan terakhir karena tak masuk dalam proyeksi awal Pochettino dan akan dijual. Namun, gagalnya negosiasi Aurier dengan klub-klub lain justru jadi berkah. Saat melawan Palace, eksperimen Pochettino memainkan Aurier berbuah manis.

Dengan skema baru Pochettino (4-2-2-2), Aurier mendapat keleluasaan untuk naik turun. Dan saat naik membantu serangan, kontribusinya terasa betul. Menurut hitung-hitungan Whoscored, Aurier tercatat sebagai pemain Spurs dengan crossing terbanyak (empat kali).

Dua dari empat crossing tersebut bahkan berujung asis untuk dua gol Spurs. Pada gol kedua Spurs, umpan Aurier sukses membikin van Aanholt memasukkan bola ke jala sendiri. Sementara untuk gol ketiga Spurs, umpan Aurier mendapat acungan dua jempol dari rekan setimnya, Son Heung-min.

"Umpan kirimannya [Aurier] benar-benar sempurna. Aku senang dia mendapat momennya, dia kembali ke tim utama dan menunjukkan penampilan yang bagus," tutur Son setelah pertandingan.

Setali tiga uang dengan Son, analis sepakbola The Athletic Michael Cox juga menilai positif penampilan Aurier.

"Aurier sempat dua kali kehilangan bola yang bikin Palace punya serangan balik, tapi dia juga pemain kunci Tottenham. Dia tampil agresif dan mengancam dengan kemampuan umpannya," ungkap penulis buku The Mixer: The Story of Premier League Tactics tersebut.

Son sebagai Alternatif Kane

Menciptakan juru crossing ulung bukan satu-satunya kunci atas kegemilangan Spurs. Pada akhirnya, kontribusi Son Heung-min, yang mencetak dua gol di laga ini, tak dapat dipandang sebelah mata.

Son menunjukkan kemampuannya kala diberi peran baru sebagai pendamping Harry Kane dalam skema 4-2-2-2. Gol pertama Spurs yang dia cetak membuktikan kemampuannya melakukan one-on-one dengan bek lawan. Kemudian dalam gol keduanya di pertandingan ini, Son membuktikan jika dia punya semacam 'telepati' dengan Aurier.

Kombinasi duet striker Son dan Kane ini berada di luar perkiraan, apalagi musim lalu Son lebih banyak diplot sebagai winger dalam skema 4-2-3-1.

Pochettino mengatakan kalau perubahan skema ini membuktikan Spurs bukan tim yang cuma punya satu senjata, meski idealisme dan tujuannya tetap satu: menyerang seagresif mungkin.

"Memang sedikit berbeda, tapi rencana awal kami selalu satu, untuk bermain agresif. Untuk menunjukkan intensitas kami sejak awal," kata dia.

Koneksi Duet Bek Belgia

Satu hal lain yang tidak banyak disorot dari kemenangan Spurs adalah kontribusi para pemain belakang dalam membantu membangun serangan, terutama dua bek tengah mereka, Toby Alderweireld dan Jan Vertonghen. Menurut pelatih lawan, Roy Hodgson, aspek inilah yang paling mematikan dari The Lilywhites.

"Dua bek tengah mereka punya kualitas umpan yang mencengangkan, meski mereka tak banyak mendapat sorotan layaknya para bek lain. Tapi mereka sangat, sangat bagus," ujar Hodgson.

Pujian Hodgson jelas tidak berlebihan. Hitung-hitungan Whoscored pun menunjukkan kalau Alderweireld dan Vertonghen punya andil besar dalam membangun serangan-serangan Spurs. Jika dijumlahkan, keduanya mencatatkan 222 umpan atau setara 34 persen dari jumlah umpan Spurs secara keseluruhan.

Masih menurut hitung-hitungan yang sama, dari 222 umpan keduanya, cuma 31 yang dilakukan di sepertiga area pertahanan Spurs. Artinya, lebih dari 86 persen umpan dilakukan di lapangan tengah dan area lawan.

Aldeweireld mengatakan penampilan apiknya di laga ini tidak lepas dari arahan Mauricio Pochettino dan semangat tim untuk meraih satu tujuan: finis lebih baik ketimbang musim lalu.

"Kami berbincang dengan baik sebelum pertandingan, menyepakati fokus kami adalah bermain agresif seperti musim lalu dan finis lebih baik. Lalu kami bermain dengan menekan, penuh energi, seperti halnya hari ini," tuturnya seperti dilansir Telegraph.

Kemenangan atas Palace bikin Spurs kembali ke papan atas, menempati peringkat tiga, tepat di bawah Liverpool dan Manchester City. Dengan jalan yang perlahan mulai terbuka, target untuk melangkahi dua tim terbaik musim lalu tersebut kini tampak sedikit lebih realistis.

"Kami akan memenangkan lebih banyak pertandingan," tandas Alderweireld.

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Zakki Amali & Rio Apinino