Menuju konten utama

Ketika Sipil Bersenjata

Kasus kepemilikan senjata api ilegal dimiliki Gatot Brajamusti bukan baru kali ini saja terjadi. Ada banyak kasus melibatkan dikalangan sipil termasuk artis dengan senjata api. Padahal dalam Undang-Undang, pekerjaan mereka tak termasuk golongan yang bisa memiliki senjata api secara resmi. Lalu bagaimana pengawasan soal peredaran senjata api ini oleh Kepolisian?

Ketika Sipil Bersenjata
Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Gatot Brajamusti alias AA Gatot (kanan) dikawal petugas saat menjalani pemeriksaan di Subdit Resmob Dit Reskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (5/9). Gatot Brajamusti diperiksa terkait kepemilikan senjata api yang ditemukan dirumahnya yakni jenis Walther kaliber 22 mm dan Glock 26 mm yang sempat diakuinya didapat dari seseorang berinisial AS. ANTARA FOTO/Reno Esnir/pd/16.

tirto.id - Kalau saja Gatot Brajamusti tak tertangkap karena kepemilikan narkoba, tentu senjata api yang dia simpan di dalam lemari pakaian kamarnya berikut dengan 1.400 amunisi tak akan terendus petugas Kepolisian. Bisa dipastikan Gatot, juga bakal rajin buat latihan menembak di padepokan Brajamusti miliknya. Lantaran kepemilikan senjata api ilegal ini, Aa Gatot begitu dia disapa, terancam dijerat Undang Undang No 12 Tahun 1951 Tentang Kepemilikan Senjata Api. Gatot bakal dikenakan hukuman maksimal, yaitu hukuman mati.

Senjata api disita dari rumah Aa Gatot memang bukan pistol sembarangan. Pistol itu juga bukan senjata api rakitan made ini Cipancing, Jawa Barat atau rakitan dari Lampung. Namun, dua pistol itu berasal dari pabrikan di Amerika dan Austria. Senjata Aa Gatot adalah jenis Glock tipe 26 kaliber 9 milimeter dan Walther PPK kaliber 22 milimeter. Kepemilikan senjata api itupun membuka tabir tentang lemahnya pengawasan oleh Kepolisian, sebagai institusi berwenang memberikan izin kepemilikan senjata api.

Kasus Aa Gatot sebetulnya bukan kali pertama terjadi, Pada tahun 2004, penyalahgunaan senjata pernah dilakukan pelawak Edy Supeno alias Parto Patrio. Kala itu, Parto mengumbar tembakan ke ke awak media ketika dimintai konfirmasi ihwal poligami yang dia lakukan. Parto pun naik pitam, bak koboi Parto membuang tembakan di Kafe Planet Hollywood, Jakarta Selatan. Parto sempat ditahan karena penggunaan pistol EZ 83 kaliber 9 milimeter dengan sembilan peluru miliknya yang tidak sesuai izin. Akibatnya ulahnya, Parto menghadapi ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Dia dijerat karena melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan Senjata Api dan melanggar Pasal 335 KUHP karena membahayakan nyawa orang lain.

Baru-baru ini, kasus penyalahgunaan senjata api juga menjerat artis Ferry Irawan. Karena aksi koboinya kepada petugas Kecamatan Pancoran, dia harus berurusan dengan Kepolisian. Kejadiannya bermula ketika petugas Kecamatan Pancoran, Alit Marsono dan Adit mengecek surat Izin Mendirikan Bangunan kediaman Ferry di Jalan Sarinah Nomor 25, Pengadegan, Jakarta Selatan. Namun baru saja bertemu Ferry, dua anak buah Gubernur Basuki Tjahaja Purnama itu malah mendapat intimidasi. Ketika berdebat soal IMB, Ferry yang kadung kesal kemudian mengeluarkan pistol. Dia pun melepas tembakan ke udara. Karena ulah Ferry, dua Pegawai Negeri Sipil itupun ketakutan. Keduanya batal buat memeriksa IMB rumah mewah yang sedang dibangun oleh Ferry.

Sebetulnya, aksi koboi bersenjata bukan hanya dilakukan kalangan artis. Pada 2012, seorang pengusaha bernama Iswahudi Ashari juga pernah terlibat kasus penyalahgunaan senjata api. Iswahyudi kala itu mengancam karyawan Restoran Cork & Screw Plaza Indonesia karena merasa tagihan makanannya tidak sesuai. Ada daftar makanan dan minuman yang tak ia pesan masuk di billing itu. Karena ulahnya ini, satu senjata api milik Iswahyudi pun disita Kepolisian karena izin yang sudah kedaluwarsa. Polisi juga menyita 150 butir peluru, jauh di atas izin yang diperbolehkan.

Paling menggegerkan adalah kasus Pengusaha Adiguna Sutowo. Putra bungsu Mantan Direktur Pertamina, Ibnu Sutowo, itu pernah terlibat kasus penyalahgunaan senjata. Dia dituduh melakukan pembunuhan terhadap Yohannes B. Haerudy Natong alias Rudy, seorang penagih billing di Fluid Club, Hotel Hilton (kini bernama Hotel Sultan), pada Januari 2005.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Adiguna Sutowo, peristiwa itu terjadi pada pukul empat dinihari. Muara kejadian itu bermula dari kekesalan Tinul, teman wanita Adiguna Sutowo lantaran kartu kreditnya ditolak oleh Rudy. Banyak saksi mengatakan saat itu, Adiguna mencabut pistol Smith & Wesson kaliber 22 milimeter miliknya dan langsung menembakkan ke kepala Rudy. Karena ulahnya, Adiguna pun dijerat dengan kepemilikan senjata ilegal dan juga pembunuhan. Dia pun dihukum tujuh tahun penjara.

Kasus kepemilikan senjata api tak berizin seperti Aa Gatot, Parto, Ferry, Iswahyudi dan juga Adiguna boleh jadi hanya secuil contoh mudahnya memperoleh senjata ilegal Indonesia. Maraknya peredaran senjata api ilegal itu di kalangan sipil menjadi bahan perdebatan. Ada yang meminta pemberian izin kepemilikan dan penggunaan senjata harus dikaji ulang. Namun, ada juga yang berpendapat, izin kepemilikan senjata api oleh sipil dicabut.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, sebetulnya soal kepemilikan senjata api oleh sipil ini diatur dalam Undang-Undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian. Dalam Undang-Undang ini, warga sipil warga sipil diperbolehkan memiliki senjata api. Undang-Undang itupun diperkuat dengan Surat Keputusan Kapolri Nomor SKEP 82/II/2004 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api dan Amunisi Nonorganik TNI. Dalam surat itu, perorangan atau pejabat memiliki senjata api untuk bela diri.

Mereka yang diperbolehkan memiliki senjata api adalah pejabat pemerintah, mulai dari menteri, anggota MPR dan DPR hingga kepala daerah mulai dari Walikota, Gubernur dan Wakilnya. Sedangkan untuk pejabat swasta, kepemilikan senjata diperbolehkan bagi mereka yang duduk menjabat sebagai komisaris, presiden komisaris hingga direktur keuangan.

Sedangkan di kalangan non sipil, mereka yang bisa memperoleh izin kepemilikan senjata adalah pejabat TNI atau Polri termasuk juga bagi mereka yang sudah pensiun (Purnawirawan). Sedangkan kalangan terakhir yang mendapatkan izin keemilikan senjata adalah mereka yang bekerja di bidang profesi. Hanya ada dua yang diatur dalam Undang Undang boleh memiliki senjata api, mereka adalah pengacara dan juga dokter.

Lalu bagaimana dengan kalangan sipil yaitu, artis? Undang-Undang tidak menyebutkan jika profesi itu diberikan keleluasaan untuk memegang izin memiliki senjata api. Menurut Neta, artis bukan termasuk golongan yang diizinkan buat memiliki senjata api secara legal.

"Kalau artis tidak dizinkan. Dalam ketentuan undang-undang mereka tidak diizinkan karena mereka tidak termasuk yang beresiko. Kalau pengusaha, mengingat aset, bisnis dan resiko ekonomi sehingga diizinkan memiliki senjata api," ujar Neta S Pane melalui sambungan telepon, Senin lalu. Diapun menegaskan jika izin kepemilikan sejata api mengacu para regulasi yang berlaku.

Hal itu dibenarkan oleh Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Rikwanto. Menurut dia, hanya kalangan terbatas yang boleh menggunakan senjata api dan itu pun telah diatur sesuai dengan surat keputusan kapolri tahun 2004. Dia pun menegaskan jika sejak 2009, izin kepemilikan senjata api oleh Kepolisian sudah tidak lagi dikeluarkan. "Jika pun memiliki izin kepemilikan senjata secara legal bukan berarti boleh menggunakan senjata seenaknya, tidak begitu. Itu senjata bela diri, mana kala terancam baru digunakan, bukan untuk show (gaya-gayaan), menunjukkan kepada orang," ujar Rikwanto saat berbincang dengan tirto.id.

Sebetulnya Izin kepemilikan senjata api yang dikeluarkan Kepolisian tidak lah mudah. Jika merujuk Surat Keputusan Kapolri Nomor SKEP 82/II/2004, ada sejumlah persyaratan ketat yang harus dilalui untuk dapat memiliki senjata api secara resmi. Di antaranya, pemohon harus memiliki kemampuan menggunakan senjata api, tidak mempunyai catatan kriminal, berusia 24-65 tahun, dan lulus psikotes. Namun, yang terpenting adalah penggunaan senjata api di kalangan sipil untuk menjaga diri dari kejahatan bukan untuk menjadi jagoan.

Sayang, meski memiliki aturan yang cukup ketat, kasus penyalahgunaan senjata nyatanya masih terus terjadi. Beberapa kasus yang terus berulang adalah mengancam atau memamerkan senjata api yang dimiliki. Model seperti ini, kata Rikwanto, akan ditarik izin kepemilikannya, karena dinilai secara mentalitas orang itu belum siap memegang senjata api.

Senjata sebagai Alat Bela Diri atau Gengsi

Munculnya kasus di kalangan sipil soal penyalahgunaan senjata api memang bukan tanpa alasan. Semua karena ada celah perizinan yang memungkinkan kalangan tertentu dari sipil yang bisa bersenjata. Indonesia Police Watch (IPW), mensinyalir jumlah senjata api ilegal yang beredar di tengah masyarakat, jauh lebih banyak ketimbang yang legal.

Berdasarkan data IPW tahun 2013 ada 41.102 pucuk senjata api yang beredar di tengah masyarakat, termasuk yang digunakan untuk perorangan atau Institusi di luar Polri dan TNI. Sebanyak 17.983 pucuk senjata api non organik TNI- Polri diperuntukan untuk bela diri yang terdiri dari 3.031 pucuk senjata api peluru tajam, 9.783 senjata peluru karet dan 5.169 senjata peluru gas.

Sementara senjata api yang diperuntukkan bagi satuan pengamanan (Satpam) terdiri dari 4.699 pucuk yang terdiri dari senjata api peluru tajam 4.323 pucuk, 155 senjata peluru karet dan 221 senjata peluru gas. Untuk senjata api yang diperuntukan untuk Polisi Khusus terdiri dari 11.247 pucuk senjata api peluru tajam, 203 senjata peluru karet, dan 419 senjata peluru gas. Sementara untuk senjata api yang diperuntukan olah raga terdiri dari 6.551 pucuk.

Menurut Neta S Pane, dari data itu, ada 50 persen yang izinnya tak lagi diperpanjang. Karena itu juga kemudian, kepemilikan senjata api itu menjadi Ilegal. “Kita memperkirakan mencapai 50 persen dari izin kepemilikan senjata yang dikeluarkan oleh polisi,” ujar Neta.

Jika melihat data itu, sebetulnya kepemilikan senjata api oleh sipil di Indonesia masih jauh lebih kecil dibandingkan negara tetangganya, yaitu Filipina. Di Filipina, angka yang kepemilikan senjata api baik legal dan ilegalnya jumlahnya lebih besar. Kepemilikan senjata legal di Filipina jumlahnya mencapai 1,2 juta. Sedangkan yang ilegal, kepemilikan senjata api oleh sipil mencapai 600 ribu.

Neta pun mengatakan, seharusnya kepemilikan senjata di Indonesia pun tak lagi memberi keleluasaan kepada sipil. Kepolisian, kata Neta memag memiliki kewenangan memberikan izin kepemilikan senjata dikalangan sipil, namun jauh lebih baik meningkatkan keamanan daripada terus menerus memberikan izin senjata kepada kalangan sipil. "Iya, memang idealnya seperti itu. Harusnya polisi yang menjamin keamanan sehingga masyarakat kita tidak memakai senjata," ujar Neta.

Baca juga artikel terkait HUKUM atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Hukum
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti