Menuju konten utama
THR Keagamaan 2023

Ketika Ribuan Pelanggaran THR Masih Mangkrak Jelang May Day 2023

Dalam rilis resmi Kemnaker, per 28 April 2023, baru 375 aduan THR Lebaran yang ditindaklanjut.

Ketika Ribuan Pelanggaran THR Masih Mangkrak Jelang May Day 2023
ilustrasi uang. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Hingga Pos Komando Satuan Tugas (Posko Satgas) Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan 2023 Kementerian Ketenagakerjaan ditutup pada Jum’at (28/4/2023), lembaga yang dipimpin Menteri Ida Fauziyah setidaknya menerima 2.369 aduan dari para buruh yang hak tunjangannya dilanggar oleh perusahaan tempat kerjanya.

Dari angka total aduan, ada tiga jenis kasus yang dikelompokkan oleh Kemnaker: 1.197 aduan THR tidak dibayarkan, 780 aduan THR yang dibayarkan tidak sesuai ketentuan, dan 392 aduan THR yang terlambat dibayarkan.

Totalnya ada 1.529 perusahaan yang diadukan. Perusahaan yang diadukan paling banyak dari Provinsi DKI Jakarta sebanyak 421 perusahaan dan kedua dari Provinsi Jawa Barat sebanyak 304 perusahaan.

Sekretaris Jenderal Kemnaker, Anwar Sanusi mengklaim, telah menindaklanjuti 375 dari total angka aduan yang masuk ke lembaganya. "Sebanyak 375 aduan sudah masuk dalam laporan hasil pemeriksaan kinerja, di mana 1 aduan telah diterbitkan nota pemeriksaan satu serta 2 aduan telah masuk rekomendasi," kata dia lewat keterangan tertulis, Jumat sore.

Sedangkan laporan yang masuk ke dalam posko THR bentukan Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), setidaknya ada 10.000 buruh yang hak THR-nya tidak dibayar oleh kurang lebih 150 perusahaan. Ratusan perusahaan itu datang dari Banten, Jawa Barat, DKI, Jawa Tegah, Jawa Timur, Jogja, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Maluku, hingga Papua.

Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal mengklaim, ada empat alasan mengapa perusahaaan tidak membayar THR sesuai dengan aturan. Pertama, buruh masih dalam proses PHK yang dikarenakan kasus hubungan industrial.

Kedua, sebelum H-30 lebaran, banyak karyawan kontrak diberhentikan. Kemudian, sehabis lebaran buruh akan dikontrak lagi.

“Ini adalah modus yang terjadi berulangkali setiap tahun. Untuk menghindari modus seperti ini terus terjadi sepanjang tahun, peraturan tentang THR nya perlu diubah. Yaitu, pembayaran THR adalah H-30, bukan lagi H-7,” kata Iqbal dalam keterangan tertulisnya pada 20 April lalu—dua hari sebelum lebaran versi pemerintah.

Ketiga, banyak perusahaan yang menjanjikan membayar THR bukan H-7, tetapi H-1 atau H-2. Akibatnya ketika H-1 tidak membayarkan THR nya, sudah tidak bisa lagi digugat atau dilaporkan karena perusahaan sudah memasuki libur hari raya.

“Permasalahan keempat, masih ada perusahaan yang membayar THR secara dicicil atau dibayar di bawah upah buruh,” lanjutnya.

Iqbal juga menyoroti pembayaran THR untuk karyawan kontrak di rumah sakit atau industri BUMN yang diklaim banyak yang tidak sesuai aturan. Termasuk guru dan tenaga honorer.

“Partai Buruh dan KSPI sedang melakukan pendataan dan akan mempermasalahkan ketika tenaga honorer dan guru di instansi pemerintah serta outsoucing BUMN THR-nya tidak dibayarkan sesuai aturan,” kata Iqbal. “BUMN dan instansi pemerintah seharusnya yang terdepan dalam mentaati aturan. Bukan malah melakukan pelanggaran pembayaran THR.”

Angka Pengaduan THR Naik Terus, Perempuan Terabaikan

Masalah kewajiban membayar THR yang dilanggar oleh perusahaan adalah persoalan tahunan. Dan sayangnya, angkanya makin naik. Setidaknya, dua tahun terakhir, angkanya naik drastis di atas 2.000 aduan. Dalam aduan yang diterima Kemnaker tahun lalu, angkanya mencapai 2.114 laporan.

Kenaikan signifikan angka ini menjadi ironis ketika lima tahun sebelumnya, aduan ke Kemnaker soal kewajiban pembayaran THR yang dilanggar perusahaan tak pernah menyentuh angka 800: 412 aduan pada 2017, 318 aduan pada 2018, 251 aduan pada 2019, 735 aduan pada 2020, dan 776 aduan pada 2021.

Apalagi, naiknya angka pelanggaran pada 2022 dan 2023 terjadi di saat keadaan ekonomi sudah mulai pulih pasca pandemi Covid-19 yang menghantam beberapa tahun terakhir. Dalih ekonomi yang lesu karena pagebluk cenderung sulit diterima lagi.

Masalah lainnya, menurut Sekretaris Jenderal Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Dian Septi Trisnanti, buruh perempuan yang hak THR-nya dilanggar oleh perusahaan tak sedikit. Kata dia, ada banyak kondisi di mana buruh perempuan memiliki kerentanan yang lebih buruk ketimbang buruh laki-laki saat THR-nya tak dibayar perusahaan.

Menurut Dian, buruh perempuan menanggung beban reproduksi sosial yang berat sebagai istri dan ibu di rumah masing-masing. Ia termasuk pemulihan tenaga kerja buruh laki-laki dan juga perawatan hingga pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi di rumah.

“Perempuan paling turut merasakan karena tanggung jawab utama diletakkan pada perempuan, seorang diri,” kata Dian saat dihubungi wartawan Tirto pada Jumat sore, 28 April 2023.

“Buruh lelaki diberi peran sebagai nafkah utama namun kelindan kerja rumah tangga, care work lebih sedikit lelaki pikirkan. Makanya masih bisa nongkrong, tak perlu memikirkan kebersihan rumah, makanan sudah siap atau belum, bergizi atau tidak, gaji dikelola bagaimana,” tambahnya.

Menurut Dian, saat THR tidak diberikan kepada buruh perempuan, bebannya akan lebih besar karena secara psikis dan mental tertekan ihwal penghasilan yang tak cukup.

“Tidak tegasnya pemerintah pada pelaku pelanggaran THR memperpanjang proses pemiskinan sistematis buruh yang berwajah feminin,” kata Dian. “Harusnya ada tindakan khusus bagi pelaku pelanggaran. Tak cukup dengan teguran tertulis, namun pidana.”

Kemnaker Dituding Tak Profesional

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, menyayangkan banyaknya perusahaan yang tidak melakukan kewajibannya membayar THR kepada para buruhnya. Padahal, THR wajib dibayar lewat amanat Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/buruh Di Perusahaan—yang merupakan turunan dari UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“UU Cipta Kerja juga memperkuat bahwa THR ini kewajiban,” kata Timboel saat dihubungi wartawan Tirto, Jumat sore.

Timboel juga menilai bahwa masalah pelanggaran THR juga diakibatkan minimnya sikap proaktif Kementerian Ketenagakerjan yang tak melakukan tindakan preventif. Dengan adanya ratusan aduan pelanggaran THR yang diterima tiap tahun, pemerintah seharusnya sudah bisa mendata mana perusahaan yang tahun lalu bermasalah dan memberikan peringatan satu sebulan sebelum lebaran 2023.

“Tanya ke perusahaan, bagaimana sekarang? H-7 pekerja harus dapat THR,” kata Timboel. “Tidak boleh dibiarkan terus berulang. Negara tak mau belajar dari tahun sebelumnya, padahal kasus ini selalu ada kasus tiap tahun.”

“Ada tidaknya pelanggaran tahun ini bagi perusahaan yang melanggar tahun lalu, didatangi sebagai tindakan preventif,” kata dia menambahkan.

Timboel mendesak Kemnaker agar memastikan para perusahaan untuk memiliki cadangan finansial guna gaji ke-13 para buruh. “Karena dalam aturan kita, perusahaan wajib menyiapkan THR. Enggak ada alasan perusahaan enggak bisa bayar,” katanya.

Ia juga menyoroti lambannya gerak lembaga Menteri Ida dalam menindaklanjuti aduan. Per 15 April lalu, Kemnaker menerima sebanyak 938 aduan. Angka naik dua hari setelahnya, 17 April, menjadi 1.394 aduan. Namun, kata Timboel, aduan yang ditindaklanjuti baru 36 kasus per tanggal 17 April tersebut.

Kata Timboel, hal tersebut tidak sebanding dengan jumlah pengawas yang dimiliki Kemnaker sebanyak 1.694 orang se-Indonesia.

“Baru 2,5 persen yang ditindaklanjuti. Dengan melakukan nota baru 1,” kata Timboel. “Laporan 1.394 kenapa tidak ditindak langsung? Kenapa hanya 36? Harusnya terima aduan, langsung follow up, datangi.”

“Kita akan berhadapan dengan cuti bersama, perusahaan sudah tutup, artinya dari kasus yang dilaporkan tidak bisa dijamin THR akan didapat sebelum hari raya. Akhirnya dibiarkan setelah hari raya,” tambahnya.

Dalam rilis resmi Kemnaker, per 28 April 2023, baru 375 aduan yang ditindaklanjut. “Penanganan tidak profesional. Ini kejadian berulang tiap tahun,” kata Timboel.

Wartawan Tirto telah mencoba menghubungi Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Afriansyah Noor dan Sekretaris Jenderal Kemnaker, Anwar Sanusi untuk menjawab kritik soal lambannya penindaklanjutan perusahaan-perusahaan yang melanggar THR. Namun, hingga artikel ini rilis, belum ada jawaban.

Baca juga artikel terkait THR 2023 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz