Menuju konten utama

Ketika Praktisi Bicara Pengalaman Kelola Bisnis Keluarga

Para praktisi bisnis keluarga menilai perusahaan mereka bisa "langgeng" karena dikelola secara profesional, terus berinovasi, dan adanya komitmen kuat dari penerusnya.

Ketika Praktisi Bicara Pengalaman Kelola Bisnis Keluarga
Seminar Alih Generasi dalam Bisnis Keluarga yang digelar Yayasan Margo Utomo Next Generation di Gedung Balai Sahabat, Surabaya, Minggu, (9/4/2017). Foto/Istimewa

tirto.id - Sejumlah praktisi bisnis berbicara mengenai bisnis keluarga yang mereka kelola. Ada beragam pandangan, namun ada satu benang merah yakni tentang keberlanjutan bisnis.

Beragam pandangan itu disampaikan para pelaku bisnis keluarga pada "Seminar Alih Generasi dalam Bisnis Keluarga" yang digelar oleh Yayasan Margo Utomo Next Generation di Gedung Balai Sahabat, Surabaya, Minggu, (9/4/2017).

Tanadi Santoso sebagai praktisi sekaligus pembicara utama menyampaikan, saat ini mayoritas perusahaan di Indonesia merupakan bisnis keluarga yang sedang dijalankan oleh generasi kedua hingga ke empat. Menurut data yang ia kantongi, di Indonesia sendiri peralihan bisnis hingga generasi ketiga mencapai persentase 34%. Diikuti generasi kedua sebanyak 24% dan bisnis keluarga yg mencapai generasi keempat sebanyak 5%.

Ia menambahkan, kelangsungan bisnis antar generasi di Indonesia jauh lebih baik di banding negara lain misalnya Australia yang mayoritas 70% dipegang oleh generasi pertama, 20% oleh generasi kedua dan 9% di generasi ketiga.

“Perusahaan bisnis keluarga yang ingin berkembang secara profesional harus bisa menyeimbangkan antara kepentingan rasional dan emosional. Dengan demikian, ada batas yang mengatur secara jelas antara keluarga dan perusahaan” kata Tanadi Santoso sebagaimana disampaikan dalam siaran pers.

Pengalaman Para Penerus Perusahaan

Sementara, Soedomo Mergonoto selaku Presiden Direktur PT Santos Jaya Abadi menilai bisnis keluarga juga tak lepas dari beberapa kendala. Sala satunya, one man show dan proses yang tidak transparan dalam pengambilan keputusan. Semua keputusan yang diambil sendiri dari masalah keuangan hingga gaji karyawan membuat kinerja perusahaan justru tidak maksimal.

”Jadi libatkan lebih banyak profesional untuk mendelegasi wewenang. Profesional yang ahli di bidangnya sangat diperlukan karena kita sebagai owner juga memiliki batas kemampuan. Tinggal kita mau atau tidak melimpahkan wewenang, percaya atau tidak,” saran Soedomo Mergonoto.

Dalam kesempatan yang sama, Komisaris PT Santos Jaya Abadi, Christeven Mergonoto mengakui apa yang disarankan Soedomo itu sudah dijalankan oleh perusahaannya. “Kopi merek Kapal Api sebagai perusahaan keluarga sudah sekitar 95 persen dikelola profesional,” ujarnya.

Senada dengan Christeven, Direktur Legal, risk and compliance PT Samator dan PT Aneka Gas Industri Tbk, Imelda Harsono menyampaikan dalam bisnis di keluarganya, ayahnya—Arief Harsono—telah mewariskan sebuah tantangan dalam menjalankan perusahaan.

“Menjadi generasi penerus juga bukan hal yang mudah, karena harus bisa berpikir seperti entrepreneur, peduli kesinambungan antar divisi di dalam perusahaan dan mampu menciptakan big picture strategy," ujar Imelda Harsono.

Digital Strategy Director Era Galaxy, Veronica Sutantio mengamini Imelda. Menurutnya banyak pengorbanan yang harus dilakukan para pewaris bisnis yang telah dirintis orang tua. Ia mencontohkan, dirinya harus melewatkan waktu berlibur bersama keluarga karena ada jadwal launching suatu proyek development yang tak bisa ia tinggalkan. “Inilah komitmen kita sebagai penerus bisnis,” ujar penerus generasi kedu Era Galaxy ini.

Untuk diketahui, Yayasan Margo Utomo Next Generation sebagai penyelenggara acara seminar Alih Generasi ini pun merupakan generasi penerus Yayasan Margo Utomo.

Baca juga artikel terkait KELUARGA atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Bisnis
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH