Menuju konten utama

Ketika Orang Atheis dan Agnostik Enggan Punya Anak

Ibu-ibu beragama Islam akan melahirkan anak lebih banyak dari ibu-ibu beragama Kristen, sedangkan aliran yang tidak berafiliasi dengan agama apapun akan menghadapi bencana baru: sedikit mendapatkan keturunan.

Ketika Orang Atheis dan Agnostik Enggan Punya Anak
Ariane Sherine, wanita melakukan kampanye Atheis lewat spanduk di bis. FOTO/AFP

tirto.id - Dua agama terbesar di dunia, Islam dan Kristen punya kecenderungan yang sama mengenai pentingnya menambah keturunan. Pernikahan tidak hanya sebagai bentuk legalitas dari hubungan laki-laki dan perempuan, akan tetapi juga mengenai pertambahan populasi umat beragama keduanya.

Hadis Nabi Muhammad pada riwayat Abu Dawud dari kitab Riyadlul Jannah menyatakan bahwa, “Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu di hadapan para Nabi (lainnya) pada hari kiamat.”

Pada agama Kristen malah disebutkan secara eksplisit dalam Kitab Kejadian (1:28), “Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”

Hal tersebut menjadi salah satu dampak yang kemudian membuat dua agama ini akan terus meningkat jumlah populasinya, selain—tentu saja—perubahan keyakinan yang berpindah masuk menjadi Kristen atau Islam. Meskipun prediksi ini akan lebih banyak menguntungkan Islam yang tumbuh lebih cepat dari agama apapun di dunia terkait penambahan jumlah populasi manusia.

Data dari Pew Research Center menjelaskan bahwa tanda-tanda ini sudah terlihat pada periode 2010 sampai 2015 yakni 31 persen kelahiran bayi-bayi di seluruh dunia adalah bayi yang dilahirkan dari keluarga muslim. Angka yang jauh lebih tinggi dari persentase jumlah muslim di dunia (24%).

Di sisi lain bayi yang lahir dari keluarga Kristen juga akan tumbuh, yakni sebesar 33% dari jumlah bayi yang lahir di dunia pada periode yang sama. Sekilas angka ini memang lebih banyak daripada bayi yang dilahirkan dari keluarga muslim, hanya saja melihat fakta bahwa populasi penganut agama Kristen merupakan yang terbanyak di dunia (31,4%) maka peningkatan jumlah populasi dari angka kelahiran ini justru jauh lebih kecil dibandingkan pertambahan umat muslim.

Pada populasi kelahiran bayi Kristen sebesar 33% dari total kelahiran bayi di dunia, akan semakin terlihat semakin kecil jika menengok potensi kematian usia lanjut pada periode yang sama. Hal yang diprediksi akan terlihat di Eropa, di mana jumlah kematian akan melebihi jumlah kelahiran.

Ambil contoh di Jerman, pada periode 2010-2015 jumlah kematian wajar (usia lanjut, penyakit, dll) lebih banyak 1,4 juta dibandingkan jumlah angka kelahiran. Hal yang diprediksi akan terus seperti itu untuk beberapa dekade ke depan. Inilah yang kemudian menjadi jawaban, bahwa populasi umat Islam di Eropa akan merangkak naik menjadi 10% dari total populasi di Eropa pada 2050. Sedangkan umat Islam pada 2010-2015 hanya kehilangan 61 juta pemeluknya karena meninggal dan melahirkan 213 juta bayi baru pada periode yang sama.

Meskipun begitu, memasuki periode selanjutnya pada 2030-2035, jumlah kelahiran bayi Islam (225 juta) akan lebih sedikit daripada periode sebelumnya, meskipun tetap lebih banyak daripada jumlah kelahiran bayi Kristen (223 juta). Pada periode 2055-2060, kesenjangan ini akan terus membesar, sampai-sampai keluarga muslim akan melahirkan anak 6 juta lebih banyak daripada keluarga Kristen.

Hasil penelitian dari Pew Research ini sebenarnya perlu dijelaskan mengenai ungkapan “bayi Kristen” atau “bayi Islam”. Penggunaan istilah ini tidak dimaksudkan bahwa si bayi otomatis akan memiliki bentuk keyakinan yang sama dengan orang tuanya. Istilah ini hanya bentuk penyederhanaan untuk mengidentifikasi kelompok bayi berdasarkan identitas keluarganya.

Asumsi yang didasari bahwa anak-anak cenderung mewarisi identitas agama orang tuanya sampai dewasa. Usia di mana—bisa jadi—membuat anak beralih keyakinan. Bahkan mungkin punya keyakinan yang tidak berafiliasi dengan agama apapun di dunia. Menjadi atheis atau agnostik.

Infografik Tuhan Yang Semakin Dipertanyakan

Pada kelompok yang tidak berafiliasi dengan agama apapun (atheis dan agnostik) diperkirakan hanya melahirkan anak 10% dari total jumlah populasi kelahiran di dunia pada periode 2010-2015. Dari persentase jumlah mereka di dunia (16%), angka ini akan terus mengalami tren penurunan sampai beberapa dekade mendatang. Hanya ada 9% bayi yang dilahirkan dari keluarga yang tidak berafiliasi dengan agama pada 2055-2060, sementara pada saat yang sama bayi muslim 36% dan bayi Kristen 35% dari total kelahiran di dunia.

Tren penurunan ini berkaitan dengan rendahnya kelahiran pada ibu-ibu atheis atau agnostik. Sebab kelompok ini biasanya tidak percaya dengan konsep pentingnya menambah keturunan pada pernikahan—atau bahkan pada beberapa kasus tidak percaya pada konsep pernikahan.

Dari beberapa negara tersebut, pertambahan jumlah penduduk dari kelompok ini akan membesar beberapa dekade mendatang bukan karena jumlah kelahiran dan kecilnya angka kematian, melainkan perpindahan dari agama-agama lain. Antara tahun 2015 sampai 2020 mendatang, atheis dan agnostik akan mendapatkan “anggota baru” sekitar 8 juta orang.

Angka ini jelas tidak berarti apa-apa dengan pertumbuhan jumlah umat beragama lainnya, sehingga sekalipun selama 2010 sampai 2050 akan ada peningkatan 100 juta orang atheis dan agnostik baru, dibandingkan dengan jumlah total populasi dunia yang juga akan meningkat pesat, jumlah mereka justru menurun dari 16% pada 2010 menjadi 13% pada 2050. Salah satu sebabnya adalah angka kelahiran mereka yang akan mengalami penurunan dari dekade ke dekade.

Baca juga artikel terkait AGAMA atau tulisan lainnya dari Ahmad Khadafi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Ahmad Khadafi
Penulis: Ahmad Khadafi
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti