Menuju konten utama
Bisnis Pariwisata

Ketika Jumlah Wisatawan Jogja Justru Turun Selama Libur Lebaran

Pelayanan pariwisata disebut memiliki pengaruh besar dalam kenyamanan dan tinggi rendahnya jumlah wisatawan yang datang.

Ketika Jumlah Wisatawan Jogja Justru Turun Selama Libur Lebaran
Jalan Malioboro. foto/ANTARA

tirto.id - Kunjungan wisatawan ke Daerah Istimewa Yogyakarta justru sepi selama momen libur lebaran 2023. Dinas Pariwisata (Dispar) DIY awalnya menarget 5,9 juta pelancong mengunjungi Jogja pada libur lebaran. Namun, Kepala Dispar DIY Singgih Raharjo justru menyatakan target tersebut meleset.

Hal tersebut ia ungkapkan ketika ditemui wartawan pada Kamis (27/4/2024) di Kompleks Kepatihan DIY. “Dari beberapa destinasi wisata dan laporan masing-masing petugas yang tersebar selama libur lebaran, tampaknya ada sedikit penurunan dibanding tahun lalu,” ujar Singgih.

Lebih lanjut, Singgih menyebutkan bahwa penghitungan sementara dari jumlah wisatawan di libur lebaran hanya mencapai 70% dari 2022. Karena itu, Singgih mengemukakan kepada pelaku wisata dan masyarakat Jogja untuk meningkatkan hospitality.

“Saya kira hospitality menjadi kunci utama dalam wisata,” tegas Singgih.

Selain itu, Singgih juga menduga tarif parkir jadi salah satu faktor berkurangnya jumlah wisatawan ke Jogja. “Saya kira iya (tarif parkir berpengaruh). Tidak hanya parkir, pedagang di destinasi, pedagang di Teras Malioboro 1 & 2 jadi bagian pelaku wisata. Mereka harus melayani dengan baik,” jelas Singgih.

Singgih menjelaskan bahwa pelayanan wisata yang tidak optimal dapat mempengaruhi destinasi wisata Jogja ke depannya. Pasalnya, para wisatawan yang mendapatkan pengalaman tidak enak bisa saja bercerita kepada temannya yang lain.

Hal senada juga disampaikan pengamat pariwisata dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, M. Baiquni. Ia menyatakan bahwa kualitas pelayanan terhadap wisatawan menjadi hal krusial.

“Kualitas pelayanan itu, orang harus diyakinkan kembali bahwa Jogja itu ramah-tama, misal citra kekerasan, itu harus diselesaikan. Di samping itu juga (polemik) parkir dan seterusnya,” tukas Baiquni ketika dihubungi Tirto pada Senin (8/5/2023).

Baiquni juga menambahkan, kualitas wisata tak hanya berkaitan dengan pelayanan belaka, tapi juga pengalaman wisatawan dan masyarakat yang menjadi pelaku pariwisata.

“Oke jumlahnya menurun, tapi kalau kualitasnya meningkat akan lebih baik. Kualitas itu mereka (wisatawan) bisa mendapat pengalaman baik di Jogja, tidak macet dan sebagainya,” tambah Baiquni.

“Redistribusi juga penting, artinya bagaiamana caranya desa-desa, masyarakat, bisa mendapatkan manfaat,” jelas Baiquni.

Baiquni juga menekankan ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah wisatawan Jogja. Pertama, kebanyakan wisatawan kini mudik menggunakan jalan tol yang tak melintasi Jogja. Kedua, semakin banyak daerah lain yang kini menjadi kompetitor Jogja. Ketiga, promosi yang kurang optimal.

Apa Kata Wisatawan?

Pelayanan pariwisata disebut memiliki pengaruh besar dalam kenyamanan dan kemudian tinggi rendahnya jumlah wisatawan yang datang. Maka dari itu, kami mewawancarai wisatawan yang datang ke Jogja untuk menanyakan pengalamannya terkait hal tersebut.

Salah satunya Dicky, wisatawan asal Minang yang kini bekerja di Jakarta. Selama libur lebaran, Dicky mengaku tak mudik. Karena itu, ia memilih untuk menghabiskan waktu liburannya di Jogja. Usai lebaran, ia memilih berlibur ke Bandung hingga Selasa (25/4/2023). Setelahnya, ia lanjut ke Jogja hingga Minggu (7/5/2023).

Sebagai pekerja Jakarta, Dicky mengaku liburannya di Jogja cukup melepas penat. “Soalnya kalau di Jakarta ‘kan di mana-mana ramai banget ya, jadinya pas liburan di Jogja aku di penginapan saja sudah senang,” terang Dicky ketika diwawancarai, Jumat (5/5/2023).

Adapun, selama berlibur di Jogja, Dicky tiga kali pindah tempat untuk menginap. Pada mulanya, ia tinggal di salah satu penginapan di bilangan Malioboro. Penginapan tersebut, menurut penuturan Dicky, dibanderol dengan harga sekira Rp600.000. Harga tersebut, bagi Dicky, relatif mahal. Namun, bagi Dicky, harga tersebut wajar saja mengingat penginapan itu berlokasi sekitar destinasi wisata.

Setelahnya, Dicky sempat menginap di kontrakan temannya yang berada di bilangan Depok, Sleman. Ia lantas pindah ke penginapan yang lebih murah dibanding awal di sekitar Jalan Kaliurang. Harga penginapan tersebut sekira Rp150.000 per hari.

Selama berada di Jogja, Dicky bepergian menggunakan motor yang dirental seharga Rp60.000 per hari di dekat Stasiun Lempuyangan. Karena bepergian menggunakan motor, beberapa kali merogoh kocek untuk memarkir kendaraannya di destinasi wisata.

Menyoal tarif parkir, Dicky menyebut, tarif parkir di Malioboro memang relatif mahal, seharga Rp5.000. Hanya saja, ia memaklumi tarif tersebut. “Ya namanya juga tempat wisata, kayaknya di mana-mana memang mahal,” kata Dicky.

Dicky juga bercerita satu pengalaman tak mengenakkan ketika berdarmawisata di Jogja. Ketika itu, ia mengunjungi Malioboro. Usai berjalan-jalan, ia memutuskan untuk makan di sebuah warung pecel lele yang menurutnya cukup mahal.

“Padahal itu cuma paha ayam biasa, Rp22.000. Belum sama nasinya. Nasinya tambah lagi Rp5.000,” tutur Dicky sambil tertawa.

Meskipun begitu, Dicky berusaha menikmati liburannya. Lagi pula, sejak awal, Dicky memang tak menaruh ekspektasi apa-apa. Semula ia berencana untuk backpacker-an ke berbagai tempat. Tapi karena waktunya tak cukup, ia hanya mengunjungi dua kota, Bandung dan Jogja. Joga pun ia pilih sebagai salah satu destinasi tujuan sebab ada seorang teman yang ingin ia temui.

Berbeda dengan Dicky. Alex, wisatawan asal Medan yang­ juga bekerja di Jakarta, sedari awal berencana untuk menghabiskan libur lebaran 2023 di Jogja. Ia berlibur dengan rombongan teman kerjanya. Maka dari itu, Alex dan teman-temannya sudah merencanakan banyak kunjungan ke berbagai destinasi selama di Jogja.

Sayangnya, selama di Jogja, beberapa destinasi tersebut tak jadi ia kunjungi. Pasal utamanya adalah cuaca yang tak mendukung. “Kebetulan memang lagi sering hujan, itu juga di luar dugaan,” kata Alex.

Selain itu, Alex juga mengeluhkan beberapa destinasi wisata yang macet. Baginya, hal inilah yang cukup mengecewakan selama ia berlibur di Jogja.

Kedua faktor tersebut pun meruntuhkan rencana dan ekspektasi Alex selama berlibur di Jogja. Ia berharap, liburan di Jogja kali ini lebih maksimal dari sebelumnya. Sebab, dulu ketika pandemi, Alex sudah pernah berlibur di Jogja.

“Tapi karena waktu itu pandemi, kan, tempat wisata banyak yang tutup. Sekarang tempat wisata pada buka tapi jalannya macet banget,” tutur Alex.

Selain itu, Alex juga mengeluhkan tempat sampah yang sedikit di Jalan Malioboro. “Soalnya kan kita kalau jalan di situ mesti beli sesuatu. Misal aku beli minuman dan sudah habis, kan nggak nyaman kalau aku terus-terusan megang sepanjang jalan,” tutur Alex.

Sama seperti Dicky, Alex juga menginap di hotel yang dibanderol dengan harga Rp150.000 di bilangan UGM. Untuk bepergian, ia juga menyewa motor bersama teman-temannya.

Baca juga artikel terkait PARIWISATA atau tulisan lainnya dari Muhammad Sidratul Muntaha Idham

tirto.id - Ekonomi
Kontributor: Muhammad Sidratul Muntaha Idham
Penulis: Muhammad Sidratul Muntaha Idham
Editor: Abdul Aziz