Menuju konten utama

Ketika ISIS Melebarkan Konflik ke Asia Tenggara

Ruang gerak ISIS di Timur Tengah semakin sempit. Kini, mereka mulai melirik kawasan Asia Tenggara yang sebelumnya jauh dari pengaruh ISIS. Propaganda pun dimulai untuk merekrut anggota sebanyak-banyaknya dari Asia Tenggara.

Ketika ISIS Melebarkan Konflik ke Asia Tenggara
Sejumlah anggota Brimob Polda Jatim bersenjata lengkap melakukan penjagaan saat rumah milik terduga anggota ISIS berinisial HM digeledah di Jalan Ade Irma Suryani, Malang, Jawa Timur. [Antara Foto/Hayu Yudha]

tirto.id - Dari 1,7 miliar orang islam di Dunia, 14 persen di dalamnya atau 240 juta orang berasal dari Asia Tenggara - khususnya rumpun melayu yang tersebar pada enam negara; Malaysia, Indonesia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam.

Jauh secara geografi dan kultural membuat muslim di Asia Tenggara lebih damai. Mereka juga terlihat enggan terlibat dalam hiruk pikuk konflik di timur tengah yang tak pernah berakhir. Perhatian pemerintah, media dan masyarakat ASEAN terhadap konflik Irak dan Suriah tak semassif negara-negara Timur Tengah.

Namun, bukan berarti perhatian itu tak ada. Bagi beberapa kelompok radikal kanan, konflik Suriah tetap jadi sorotan. Terutama setelah Abu Bakar Al-Baghdady mendeklarasikan pendirian Khilafah Daulah Islamiyah pada 2014 lalu.

Populernya Hizbuz Tahrir -- yang tak henti mengkampanyekan pemersatuan negara-negara Islam lewat sistem Khilafah –di Asia Tenggara menandakan bahwa masih banyak kalangan yang menginginkan penegakan hukum Syariah dan Khilafah.

ISIS merealisasikan mimpi itu secara nyata –tak seperti Hizbut Tahrir yang hanya berkoar-koar, Daulah Islamiyah yang ISIS dirikan sebenarnya sudah memenuhi unsur sebuah negara dengan punya wilayah dan pemerintahan. Hal inilah yang membuat simpatisan kelompok radikal kanan di Asia Tenggara khususnya Indonesia langsung ramai-ramai berbaiat kepada Abu Bakar Al-Baghdady.

Namun, lama kelamaan kebobrokan dan kekejian ISIS akhirnya terbongkar. Alhasil yang semula pro kini jadi kontra, pada beberapa simpatisan lainnya lebih memilih wait and see.

Setelah kekalahan demi kekalahan mereka dapatkan di Irak dan Suriah pada tahun ini, mereka mulai mengalihkan srategi pengalihan peperangan yang semula terpusat di Timur Tengah dikerek menjadi lebih global.

Setelah kalah di Irak dan Suriah, ISIS berencana pindah ke Libya. Rencana area aksi teror pun diperluas tak hanya di negara-negara barat tetapi juga negara mayoritas berpenduduk muslim yang tak ada sangkut pautnya dengan konflik di Irak dan Suriah. Aksi teror mematikan yang terjadi di Bangladesh dan menewaskan 20 orang tak bersalah jadi pembenaran rencana keji ini.

Jumlah penduduk muslim yang berlimpah Asia Tenggara adalah potensi yang menggiurkan untuk merekrut banyak simpatisan untuk memuluskan rencana ini.

Sadar akan potensi ini, ISIS baru-baru ini menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu dengan nama Al-Fatihin. Jauh sebelum Al-Fatihin muncul, ISIS menerbitkan majalah Dabiq yang terbit internasional dengan berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Upaya mereka untuk mengeret konflik di Asia Tenggara bukanlah hal baru.

Namun, konten-konten yang disajikan Al-Fatihin memang disajikan untuk jihadis di Asia Tenggara. Al-Fatihin dikelola secara langsung oleh Furat Media. Furat Media adalah media yang berafiliasi dengan ISIS. Media ini seringkali merilis video-video propaganda ISIS khususnya proganda yang ditujukan untuk masyarakat Asia Tenggara.

Al-Fatihin rilis perdana bulan Ramadan lalu di Filipina. Kenapa di Filipina? Furat Media memang dekat sekali dengan kelompok Abu Sayyaf dan Ansar al Khilafah. Dua kelompok separatis di Filipina Selatan ini selalu memakai jasa Furat Media untuk membuat video propaganda seperti video permintaan tebusan sandera misalnya.

Menurut Jasminder Singh dan Muhammad Haziq Jani, analis terorisme dari Nanyang Technological University, Al-Fatihin yang berarti sang penakluk ditargetkan untuk menepis pemberitaan buruk terhadap ISIS di Asia Tenggara.

Pesan yang yang ingin disampaikan lewat rilisnya Al-fatihin adalah pendeklarasian Filipina yang kini diklaim telah menjadi wilayah ISIS. Ancaman dan eksistensi ISIS di Asia Tenggara terbesar memang ada di Filipina Selatan, lewat dua kelompok yang disebut di atas.

Tak hanya sekedar berbaiat, mereka pun bergerilya dan angkat senjata secara terbuka menghadapi pemerintah yang kerap mereka sebut thagut. Tercatat hanya ada tiga kelompok afiliasi ISIS yang melakukan ini di Asia Tenggara, selain Abu Sayyaf dan Ansar al Khilafah, ada pula kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso yang meneror di Poso.

Sisanya, mayoritas simpatisan ISIS di Asia Tenggara memilih bergerak senyap – hanya sekedar mendukung lewat hati. Lewat berbagai media, ISIS ingin menggerakan simpatisan yang bergerak senyap ini untuk berani melakukan perang dan teror terbuka. Dalam video "Al-Bunyan Al-Marsus", Abu 'Aun al-Malizi, seorang kombatan ISIS asal Malaysia, bagi mereka yang tidak mampu melakukan perjalanan ke Timur Tengah diharapkan untuk bermigrasi ke Filipina atau membunuh musuh ISIS di mana pun dengan cara apapun.

Proganda-propaganda ini yang kerap menggerakan simpatisan ISIS bergerak secara individual atau lazim disebut lone-wolf. Teror dilakukan tanpa adanya koordinasi dan kontrol langsung dari pusat. Contoh ini bisa terlihat dari betapa amatirnya serangan Bom Thamrin dan Solo. Gerakan-gerakan lone-wolf ini yang mesti jadi perhatian aparat keamanan karena sulit terdeteksi.

Baca juga artikel terkait ISIS atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Politik
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti