Menuju konten utama

Ketika BMW "Keok" Oleh Tesla

Tesla dengan jajaran mobil listriknya berhasil mengganggu zona nyaman segmen mobil mewah yang selama ini banyak dikuasai produsen asal Jerman.

Ketika BMW
Model berfoto di samping mobil listrik keluaran terbaru BMW yang diluncurkan pada pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) ke- 26 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) Serpong, Tangerang, Kamis (2/8/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

tirto.id - Baru-baru ini CEO BMW Harald Krueger telah mengundurkan diri dari jabatannya. Ia mengikuti langkah CEO Mercedes-Benz Dieter Zetsche yang telah lebih dulu menyatakan pensiun pada bulan Mei. Jika Zetsche turun tahta setelah 13 tahun memimpin Mercedes, Krueger hanya bertahan di BMW tak sampai lima tahun.

Selama masa kepemimpinan mereka, tantangan yang keduanya hadapi sejatinya serupa: Masalah terkait transisi dari teknologi mobil konvensional ke mobil listrik dan teknologi transportasi digital. Bedanya, Zetsche mendapat pujian selama bertahun-tahun atas laba Mercedes yang kuat setelah resesi hebat pada 2009.

Krueger, di sisi lain, mundur sembari dikecam karena BMW mengalami penurunan penjualan dan dinilai gagal memulai penjualan kendaraan listrik buatan produsen mobil mewah asal Jerman itu dengan baik. Sejumlah pengamat bahkan menilai bahwa masa kepemimpinan Krueger di BMW selama empat tahun itu merupakan era terburuk BMW.

Dilansir Bloomberg, pria berusia 53 tahun itu dinilai kurang tanggap dan ragu-ragu terhadap pergeseran cepat konsumen di segmen premium ke electric vehicle. Di samping itu, kebangkitan Tesla dalam beberapa tahun terakhir juga dinilai menjadi alasan mengapa ia harus resign.

"BMW mengambil langkah awal dalam industri mobil listrik tanpa persiapan yang berarti dan kemudian gagal mempercepat transformasi mereka pada waktu yang krusial," kata Christian Ludwig, seorang analis di Bankhaus Lampe di Bielefeld, Jerman.

Sebagai gambaran, penjualan sedan BMW di Amerika Serikat telah berkurang dalam setahun belakangan. Jatuhnya permintaan mobil Jerman itu disinyalir karena moncernya permintaan Tesla Model 3. Mobil terakhir tersebut memang berhasil mencuri pangsa pasar sedan premium di Negeri Paman Sam.

Data yang dirilis BMW Group memperlihatkan, dalam setahun terakhir pasar mobil penumpang BMW di AS tercatat hanya 84.467 unit, atau turun 14,5 persen menjadi 98.752 unit pada 2018. Sementara Tesla, dikutip dari Car Sales Base, berhasil meraih 191.627 unit pada 2018 atau meningkat drastis dari tahun 2017, sebanyak 50.145 unit.

Jalopnik menuliskan, BMW sebetulnya telah memulai dengan baik bisnis elektrifikasi dengan meluncurkan i3 pada 2013, serta i8 dan juga i8 Roadster setahun berikutnya. BMW juga memiliki jajaran mobil plug-in hybrid pada Seri-3, Seri-5, Seri-7, dan X5. Namun, tak adanya model lanjutan serta penetrasi yang kurang kuat membuat pabrikan ini harus kehilangan segmen mobil listrik, bahkan segmen mobil mewah secara keseluruhan.

BMW telah berencana memotong anggaran sebanyak 13,6 miliar dolar AS. Sebagai kompensasi, pabrikan asal Jerman ini bakal mengurangi jajaran model yang dijual di AS dan mengakhiri program balap internasional yang selama ini didukungnya.

Incar Segmen SUV

Kalau bukan karena Tesla, BMW dan Mercedes-Benz memang sangat jarang berhubungan langsung. Pasalnya, perusahaan yang didirikan Elon Musk ini tak hanya berhasil mendisrupsi pasar otomotif dengan kendaraan listrik, tapi juga turut mengurangi raihan pabrikan Jerman di segmen mobil mewah.

Kalahnya kedua pabrikan tersebut di pasar mobil listrik, memaksa mereka untuk mempercepat pengembangan kendaraan otonom. Bloomberg pun melaporkan, BMW AG dan Daimler AG akan menawarkan mobil yang mampu bernavigasi sendiri di jalan raya mulai tahun 2024.

Lewat tangan terampil sekitar 1.200 ahli, BMW dan Daimler juga berencana akan memperluas kemitraan, salah satunya lewat pengembangan robo-taxi untuk daerah perkotaan.

Di luar kerja sama dengan sesama merek Jerman, BMW pada 2016 telah memulai pengembangan kendaraan otonom dengan Intel Corp, Mobileye NV, dan perusahaan lainnya. Namun, kendaraan bernama iNext ini baru memiliki teknologi self driving level tiga. Pada level ini, kendaraan tersebut sesungguhnya telah dapat beroperasi sendiri tanpa butuh pengawasan.

Sementara di segmen SUV mewah, BMW masih menjadi pemimpin di antara rival-rivalnya. Mengutip dari Auto News, BMW berhasil menjual hingga lebih dari 150 ribu unit kendaraan pada semester pertama 2019. Pada bulan Juni saja, BMW berhasil mengirimkan 31.627 unit atau melonjak 7,5 persen dibanding bulan sebelumnya.

Model-model SUV seperti X3 dan X7 menjadi tulang punggung BMW. BMW dapat dikatakan merupakan raja baru di segmen ini. Sementara itu, sebanyak 30 persen pengiriman Mercedes-Benz merupakan C-Class dan crossover GLS-Class. Sisanya merupakan campuran dari kendaraan tipe lainnya.

Infografik Mobil Listrik di AS

Infografik Mobil Listrik di AS. tirto.id/Fuad

Di sisi lain, Tesla sendiri belum akan berhenti menghentak pasar mobil listrik. Pada Maret lalu, raksasa mobil listrik ini baru saja mengumumkan bahwa merek akan meluncurkan SUV baru, Tesla Model Y. Model ini disebut akan mulai dijual pada 2020.

Spesifikasi Model Y ini boleh jadi akan sangat menggoda konsumen. Selain memiliki jarak tempuh sekitar 482 kilometer, mobil ini juga dapat melesat dari 0 hingga 100 km/jam hanya dalam kisara 3,5 detik. "Mobil ini memiliki fungsi SUV, tetapi akan melaju seperti mobil sport," pungkas Elon Musk, seperti dilansir The Verge. "Jadi benda ini akan sangat gesit di tikungan."

Segmen SUV kompak adalah salah satu kelas kendaraan paling populer di dunia. Segmen ini kini menyumbang sekitar 49 persen dari pasar mobil baru di Amerika Serikat, menurut JD Power, dan lebih dari separuh konsumen yang membeli kendaraan dalam kisaran harga 30.000 dolar AS hingga 50.000 dolar AS pada tahun lalu membeli sebuah SUV.

Produsen mobil Jerman sendiri tidak tinggal diam. Mereka juga sudah mulai fokus pada segmen SUV listrik ini. Mercedes, misalnya, sudah memiliki seri EQC 4Matic pada segmen ini. Situasi ini tentu saja menjadi tantangan sendiri bagi Tesla.

"Jika Tesla benar-benar ingin menjadi merek mobil arus utama, mereka harus memikirkan cara menjual mobil kepada orang-orang selain pria-pria muda di California," kata Caldwell, masih dari The Verge.

"Jika Model Y diberi harga yang tepat, menawarkan interior yang lapang, dan memberikan keamanan dan kualitas yang sempurna, model ini berpotensi menjadi kendaraan populer untuk keluarga muda."

Baca juga artikel terkait MOBIL LISTRIK atau tulisan lainnya dari Dio Dananjaya

tirto.id - Otomotif
Penulis: Dio Dananjaya
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara