Menuju konten utama

Ketika Bisnis Ekspor Lobster Jadi Bancakan Partai Gerindra

Kebijakan Edhy menguntungkan kader Gerindra. Pengamat menilai kebijakan ini memang "bancakan."

Ketika Bisnis Ekspor Lobster Jadi Bancakan Partai Gerindra
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyampaikan pidato pengarahan saat rapat kerja teknis Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) di Yogyakarta, Kamis, (19/12/2019). (tirto.id/Irwan A. Syambudi)

tirto.id - Menteri Kelautan dan Perikanan cum Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo jadi bahan perbincangan selama beberapa hari terakhir. Ia dibicarakan publik setelah memberikan izin kepada sejumlah eksportir benih lobster yang dipimpin kolega partainya dan mantan penyelundup benih.

Pangkalnya saat Edhy mencabut Peraturan Menteri KP No. 56 tahun 2016. Peraturan yang diterbitkan menteri lama, Susi Pudjiastuti, salah satunya berisi larangan penangkapan dan/atau pengeluaran Lobster (Panulirus spp). Edhy mengganti peraturan ini dengan Permen KP No. 12 tahun 2020 pada Mei lalu. Di dalamnya banyak ketentuan diubah, salah satunya mengizinkan ekspor lobster.

Laporan utama Majalah Tempo edisi 4 Juli 2020 yang bertajuk Pesta Benur Menteri Edhy membeberkan 30 perusahaan yang diizinkan mengekspor benih lobster. Beberapa nama yang termasuk kader Partai Gerindra ada di dalamnya sebagai komisaris hingga direksi. Nama-nama yang disebutkan di antaranya Sugiono, Sudaryono, Rauf Purnama, Dirgayuza Setiawan, Harryadin Mahardika, Simon Aloysius Mantiri, Iwan Darmawan Aras, hingga Hashim Djojohadikusumo dan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo--adik dan keponakan Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra, kini Menteri Pertahanan.

Beberapa nama politikus dari PKS, Partai Golkar, juga muncul. Ada lagi satu nama beken, pendiri Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah.

Benih Lobster Bancakan Gerindra

Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, Slamet, mempertanyakan transparansi kebijakan Menteri Edhy ini. "Menteri harus bisa menjadi regulator yang baik dan berpijak pada kepentingan rakyat," kata Slamet kepada reporter Tirto, Selasa (7/7/2020) siang. Jika tidak transparan, tidak profesional, atau kalau "penentuan perusahaan dasarnya adalah karena kedekatan," katanya, "maka ini akan melemahkan posisi pengawasan dari pemerintah."

Saat pengawasan Menteri Edhy kepada kolega yang mendapat izin ekspor lemah, pihak yang paling dirugikan tidak lain adalah masyarakat. "Akan mengorbankan kepentingan rakyat dan kepentingan nasional," katanya.

Anggota Komisi IV lain dari Fraksi PAN, Muhammad Syafrudin, kaget tiba-tiba ada banyak berita mengenai perusahaan-perusahaan yang diizinkan Menteri Edhy melakukan ekspor lobster karena pembahasan mengenai itu tak pernah disinggung sama sekali di dalam rapat dengan komisinya selama ini.

"Saya tidak pernah tidak hadir dalam rapat. Saya enggak pernah dengar ada pembahasan perusahaan-perusahaan itu. Saya enggak pernah ninggalin rapat," katanya saat dikonfirmasi, Selasa sore.

Syafrudin menjelaskan selama ini rapat bersama komisinya masih hanya sebatas perubahan regulasi dan kebijakan masa transisi kepemimpinan--dari Susi ke Edhy. Mana regulasi yang layak dilanjutkan, tidak dilanjutkan, atau direvisi. "Baru sampai situ saja," katanya.

Direktur Pusat Kajian Riset dan Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Aditya Perdana menilai apa yang dilakukan Menteri Edhy membenarkan desas-desus yang kerap muncul saban membicarakan politik Indonesia: bahwa setiap partai yang bergabung ke koalisi pemerintahan--entah dipimpin oleh siapa pun pemerintahan itu--memang mengharapkan dan memanfaatkan keuntungan dari jabatan yang diberikan.

Ragam keuntungan itu, kata Adit, selanjutkan akan digunakan untuk kepentingan partai dalam beraktivitas politik. Keuntungan itu bisa berupa uang, kemudahan berbisnis, modal, hingga suara elektoral.

"Dalam konteks Menteri Edhy, pasti ada urusan ke sana juga. Ini kan istilahnya bancakan untuk menjadikan posisi di kementerian sebagai economic resources untuk partai," katanya kepada reporter Tirto, Senin siang.

Adit menegaskan cara Menteri Edhy sangat tidak etis, "tidak elok," dan hanya "menguntungkan partai politiknya saja dan kelompok-kelompok tertentu."

Dan ini hanya satu dari banyak kemungkinan hal serupa terjadi di tempat lain. Ia bilang hampir semua partai politik melakukan hal serupa--dengan ceruk keuntungan berbeda-beda di pos jabatan masing-masing. Kata Adit, minimal ada keuntungan yang didapat setiap partai dari para kader yang menempati jabatan publik.

Dibantah

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, tak mau ambil pusing dengan banyaknya tudingan yang menyasar ke partainya ihwal para kader yang berbisnis dengan Menteri Edhy. Ia tak mempermasalahkan kader partai berbisnis ekspor lobster di bawah izin Menteri Edhy. Di DPR RI, kemarin (6/7/2020), ia mengatakan itu semua "bisnis murni" dan "dari sekian puluh [perusahaan] itu, pengajuan wajar saja ditindaklanjuti asal sesuai prosedur yang berlaku."

Ia lantas meminta kepada semua pihak untuk mengecek dan memverifikasi ulang data-data itu. "Saya belum cek pasti ya, mungkin hanya satu-dua [orang]."

Menteri Edhy juga sebenarnya sudah menepis tudingan kalau kebijakannya ini hanya menguntungkan kolega di Partai Gerindra.

"Masalah perusahaan, masalah siapa yang diajak, kami tidak membatasi. Koperasi boleh tapi saya tidak bisa menentukan. Siapa yang mendaftar, kami terima dan verifikasi," katanya saat rapat kerja dengan Komisi IV, Senin (6/7/2020).

Baca juga artikel terkait EKSPOR LOBSTER atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Bisnis
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino