Menuju konten utama

Ketergantungan Bansos Picu RI Sulit Keluar dari Kemiskinan

Ekonom nilai Indonesia sulit mencapai kemiskinan ekstrem hingga 0% di 2024. Hal itu karena masyarakat masih ketergantungan bantuan sosial (bansos).

Ketergantungan Bansos Picu RI Sulit Keluar dari Kemiskinan
Warga menunjukkan uang yang diterimanya saat penyaluran dana Bantuan Sosial Tunai (BST) subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) di kantor Pos Lhokseumawe, Aceh, Rabu (23/11/2022). ANTARA FOTO/Rahmad/YU

tirto.id - Bank Dunia menilai Indonesia memiliki rekam jejak positif untuk mengurangi angka kemiskinan. Menurut data Bank Dunia tingkat kemiskinan ekstrem di tanah air turun dari 19 persen pada 2022 menjadi 1,5 persen pada 2022.

Lantas, apakah Indonesia bisa mengurangi kemiskinan ekstrem mencapai 0% di 2024?

Wakil Direktur INDEF Eko Listyanto menilai Indonesia dalam mengurangi kemiskinan ekstrem mencapai 0% di 2024 masih sulit dicapai target tersebut. Karena kata Eko, masyarakat masih ketergantungan bantuan sosial (bansos).

"Kalo diguyur bansos sih ya mungkin saja bisa dicapai, tapi itu kan hanya temporer, setelah bansos habis dikonsumsi kemiskinan naik lagi,” tutur Eko saat dihubungi Tirto, Jakarta, Rabu (10/5/2023).

Dia menuturkan saat ini sebagian masyarakat kurang memiliki kemampuan untuk mendapatkan penghasilan. Hal tersebut pun memicu mereka menjadi pengemis.

"Jadi selama program pemberdayaan SDM tidak terakselerasi, maka penurunan tersebut bisa jadi hanya karena berbagai skema bantuan yang terus menerus dikucurkan,” tambahnya.

Sebelumnya, menurut laporan dari bank dunia Indonesia sedang dalam kondisi baik menuju pengentasan kemiskinan ekstrem di tahun 2024.

Dilansir dari laporan Bank Dunia, Indonesia Poverty Assessment: Pathways Towards Economic Security, Indonesia dinilai bisa lebih mencermati bagaimana tren kemiskinan, dan juga pemerataan yang seharusnya dilakukan sehingga mampu melakukan upaya pengentasan kemiskinan.

Laporan ini juga menjabarkan rekomendasi bagaimana Indonesia dapat melanjutkan dan mempercepat upaya pengentasan kemiskinan bagi segmen penduduk yang lebih besar sesuai dengan cita-citanya demi menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045.

“Laporan ini menyoroti perlunya bagi Indonesia untuk memperluas definisi kemiskinan, ketika kemiskinan ekstrem yang diukur berdasarkan Paritas Daya Beli (PPP) pada tahun 2011 sebesar 1,90 turun menjadi 1,5 persen pada 2022,” demikian dikutip dari Indonesia Poverty Assessment: Pathways Towards Economic Security, Selasa (9/5/2023).

Indonesia saat ini masih rentan oleh guncangan yang ditimbulkan oleh realita global. Sebab, sepertiga penduduk Indonesia saat ini masih belum aman secara ekonomi.

Penyebabnya adalah Indonesia yang saat ini masih berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan iklim saja dapat dikaitkan dengan 70 persen bencana di Indonesia dalam beberapa dekade antara 1990 sampai 2021.

“Tercatat Indonesia mengalami lebih dari 300 bencana alam, dan satu juta orang lebih terkena dampaknya,” katanya.

Maka dari itu, pemerintah Indonesia perlu membuat kebijakan untuk lebih memprioritaskan investasi infrastruktur yang tangguh guna memitigasi dampak dari guncangan-guncangan yang tak terhindarkan seperti ini.

Selanjutnya yaitu berkaitan dengan sumber daya, Sumber daya tersebut bukan mustahil untuk diperoleh. World Bank’s Indonesia Poverty Assessment: Pathways Towards Economic Security ini mengungkapkan, peluang-peluang untuk meningkatkan pendanaan investasi seharusnya berpihak kepada rakyat miskin.

Seperti, peninjauan kembali kebijakan subsidi energi dan pertanian dapat membantu meningkatkan pendapatan pemerintah, demikian pula dengan dikajinya kembali penerapan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN).

Lalu, kenaikan pajak atas minuman beralkohol, tembakau, gula dan karbon juga dapat menambah dana investasi yang berpihak kepada rakyat miskin.

Selain itu, diperlukannya peningkatan kapasitas pemerintah daerah khususnya di bidang pengelolaan belanja daerah dapat membantu memperbaiki kualitas pelayanan publik, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan.

Hal ini khususnya penting dalam konteks daerah terpencil dan tertinggal yang memiliki kapasitas terendah sehingga menunjukkan pencapaian modal manusia yang sangat rendah. Maka, investasi pada peningkatan kapasitas juga dapat membantu mengurangi kesenjangan di Indonesia.

Baca juga artikel terkait BANSOS 2023 atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Bisnis
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Intan Umbari Prihatin