Menuju konten utama

Ketahui Potensi Trauma pada Pria Usai Istri Melahirkan & Gejalanya

Mengenal potensi trauma yang bisa terjadi pada pria setelah istri melahirkan, penyebab hingga gejalanya.

Ketahui Potensi Trauma pada Pria Usai Istri Melahirkan & Gejalanya
Ilustrasi pria stres. FOTO/Istock

tirto.id - Kaum pria ternyata berpotensi mengalami trauma setelah menyaksikan istrinya melakukan persalinan, kondisi ini dikenal dengan istilah Post-natal Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Secara umum, PTSD biasanya terjadi pada perempuan yang memang mengalami sendiri proses melahirkan tersebut, sekitar 9 persen wanita dilaporkan mengalami kondisi PTSD setelah persalinan dan rasa nyeri yang menjadi pemicunya.

Psikolog Ajeng Raviando menyebutkan, salah satu faktor yang menjadi penyebab pria mengalami stres adalah menyaksikan proses melahirkan secara langsung, meskipun hal ini terbilang masih jarang bagi seorang ayah baru.

"Banyak orang, kan, tidak menyangka, buat pria terutama, bahwa proses melahirkan semengerikan itu. Apalagi kalau misalnya dalam proses kelahiran itu terjadi sesuatu yang urgent dan di luar prediksi, jadinya suami ini bisa trauma," ujar Ajeng seperti dilansir dari Antara.

Karenanya, kata Ajeng, perlu kesiapan mental bagi para suami untuk menghadapi kejadian yang tak terduga sebelumnya.

Ia melanjutkan, para suami juga perlu mempersiapkan diri menjelang persalinan buah hatinya, seperti mempelajari hal-hal seputar proses melahirkan.

Menurutnya, kondisi-kondisi seperti pendarahan hebat, proses persalinan yang sangat lama atau reaksi istri saat melahirkan disebut bisa menjadi pemicu adanya trauma pada pria.

"Pas proses melahirkan istrinya kesakitan banget, jerit-jerit sampai menangis. Emosi ini, kan, bisa menular ke suami dan membekas setelahnya. Walau dia tidak merasakan secara langsung, tapi dia menyaksikan dan itu bisa sangat traumatis," jelas dia.

Selain itu, Ajeng juga mengatakan bahwa ketidakberdayaan untuk membantu istri dan bayi terutama saat proses persalinan yang disertai penyulit dan komplikasi juga menjadi pemicu trauma pada suami.

Ajeng kemudian menyebutkan beberapa gejala pada pria yang mengalami trauma usai menyaksikan istrinya melahirkan, seperti mudah cemas, sensitif hingga sering teringat pada kejadian saat persalinan.

Dia menambahkan bahwa tanda-tanda trauma atau stres pasca-persalinan (PTSD) yang dialami pria tidak jauh berbeda dengan wanita.

"Karena suami kan melihat langsung, jadi kemungkinan besar gambaran proses melahirkan itu terekam jelas. Misalnya, ketika melihat darah, ia jadi teringat saat istrinya perdarahan, atau saat mendengar anaknya nangis. Bahkan ingatan dari penciuman, seperti bau obat atau bau yang mengingatkan dengan rumah sakit, akan memicu rasa cemas," terang Ajeng.

Perbedaannya, istri lebih banyak mengalami sensasi nyeri karena mengalami sendiri, sementara suami cenderung teringat dengan seluruh suasana yang terekam di otaknya. Apa yang ia dengar dan lihat, sulit terhapus dari ingatan.

Untuk beberapa kondisi yang lebih ekstrem, suami dengan stres dan trauma pasca-melahirkan akan mengalami mimpi buruk. Post-natal PTSD juga bisa memicu perubahan perilaku.

Beberapa pria menjadi super sensitif dan terlalu khawatir dengan kondisi sang istri serta anaknya. Respons ini mungkin bisa tergolong cukup baik karena pada akhirnya suami menjadi lebih perhatian terhadap istri dan juga sang anak, selama tidak berlebihan.

Respons tidak peduli juga mungkin ditunjukkan oleh pria yang mengalami kondisi ini. Ajeng mengatakan, ada suami yang menjadi pasif dan tidak peduli dengan istri yang sibuk merawat bayi mereka.

Oleh sebab itu, dukungan istri sangat dibutuhkan untuk membantu suami melewati trauma meski mungkin dirinya sendiri juga membutuhkan bantuan.

"Meski sulit, istri harus paham dengan kondisi suami dan sebisa mungkin memberikan dukungan," imbuh Ajeng.

Penanganan terbaik untuk mengatasi trauma pasca-melahirkan bagi suami adalah dengan berkonsultasi pada seorang profesional, psikiater atau psikolog.

Menurut Ajeng, pendekatan terapi yang dilakukan adalah Trauma Focus Cognitive Behavioral Therapy (TFCBT).

"Terapi difokuskan pada traumanya. Memang akan tidak nyaman karena pasien dipaksa mengingat kembali kejadian. Tapi, ini membantu mereka untuk bisa lebih menerima kondisi dengan realistis, menghadapi dan bukan menghindar, yang pada akhirnya bisa melepaskan itu semua," pungkas Ajeng.

Baca juga artikel terkait STRES USAI PERSALINAN

tirto.id - Kesehatan
Sumber: Antara
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Agung DH