Menuju konten utama
Demo 30 September

Kesaksian Demonstran saat Polisi 'Hujani' Gas Air Mata ke Atma Jaya

Sekitar pukul 20.21 sampai 21.10, Senin (30/9/2019), polisi menembaki Atma Jaya dengan gas air mata dan mengakibatkan korban luka dan sesak nafas terkepung.

Kesaksian Demonstran saat Polisi 'Hujani' Gas Air Mata ke Atma Jaya
Gas air mata yang ditembakkan aparat membanjiri sekitar lingkar Semanggi dekat dengan titik paramedis mengevakuasi korban bentrokan Reformasi Dikorupsi pada Senin (30/9/19). tirto.id/Hafitz Maulana

tirto.id - Jam menunjukkan pukul 17.30 WIB. Beberapa menit lagi lagi azan magrib berkumandang. Komandan polisi memohon agar orang-orang yang tengah berkumpul secepatnya membubarkan diri; pulang ke rumah masing-masing.

Hari yang panjang itu nampak akan segera berakhir bagi Andri Prasetiyo (26).

Hari itu, Senin (30/9/2019), Andri dan ribuan demonstran lainnya turun ke depan Gedung DPR RI dalam aksi lanjutan bertajuk 'Reformasi Dikorupsi'. Mereka menuntut sejumlah hal kepada DPR periode 2019-2024 dan pemerintah: menghentikan pembahasan sejumlah peraturan bermasalah, menerbitkan Perppu atas revisi UU KPK, dan sejumlah tuntutan-tuntutan reformis lainnya.

Andri, dan yang lain, mulai mundur menuju arah Semanggi. Ia pikir aksi kali ini tak akan berujung rusuh seperti demo 24 September lalu. Dia yakin karena melihat mahasiswa berfoto di depan barikade polisi. Dia juga menonton pelajar yang duduk-duduk di sisi jalan.

"Kami tahu betul jam 18.00 adalah batas maksimum aksi," kata Andri kepada reporter Tirto

Meski orator dari mobil komando terus mengimbau massa secepatnya bubar, namun mereka sulit bergerak. Maklum, di sana ada ribuan orang. Tidak akan ada yang bisa bergerak cepat kecuali orang itu memaksakan diri, mendorong orang yang ada di depannya.

Pada situasi seperti itu, tiba-tiba terdengar letusan berulang-ulang. Polisi memberondong massa dengan gas air mata. Massa panik.

Andi menegaskan sebelum itu para demonstran tidak melakukan kekerasan apa pun. Dia membantah jika ada yang menganggap polisi menembakkan gas air mata karena massa menyerang.

"Banyak yang berjatuhan karena berdesakan. Kerumunan padat."

Fanly Koten (24) ingat gas air mata itu dimuntahkan "di tengah azan." Saat itu dia berada di sisi mobil komando. Rencananya Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan Demokrasi (Amukk)--salah satu kelompok demonstran--akan menggelar konferensi pers.

Massa mundur hingga ke flyover Semanggi--titik istirahat dan perawatan bagi demonstran yang terluka atau lelah. Ada pula demonstran yang mundur ke arah Palmerah, katanya.

Situasi sempat kondusif. Sejumlah demonstran beristirahat di sekitar flyover. Ada juga yang masuk ke kampus Universitas Atma Jaya. Di dalam kampus itu relawan mendirikan posko medis.

Fanly memilih beristirahat di Taman Semanggi yang berlokasi di bawah flyover. Di sana ia berkumpul lagi dengan kawan-kawan rombongannya yang sempat terpencar akibat serangan.

"Aku lihat massa juga pada mau bubar. Aku sudah mau pulang sampai halte Benhil," kata Fanly.

Namun polisi kembali maju. Demonstran yang tengah istirahat kembali berhamburan. Ada yang masuk ke Plaza Semanggi, sebagian melompat ke pagar belakang kampus Atma Jaya.

Warga non-demonstran pun ikut jadi korban. Penumpang Trans Jakarta di halte Benhil kocar-kacir akibat gas air mata.

Warga lain yang hendak pulang ke rumah juga turut jadi korban. Andri mengaku melihat ada warga yang pingsan dan dilarikan ke Atma Jaya untuk mendapat pertolongan pertama.

"Sudah tahu banyak warga sipil di bawah yang enggak ikut aksi, dan orang sudah membubarkan diri, tetap dikejar dan ditembaki gas air mata. Aneh sekali," kata Andri.

Tim Advokasi Untuk Demokrasi menyebut polisi juga menangkapi dan menggebuki sejumlah orang. Tim medis tak luput dari perburuan.

Horor itu belum berhenti. Sekitar pukul 20.21 WIB sampai 21.10 WIB, polisi menembaki Atma Jaya dengan gas air mata dan mengakibatkan korban luka dan sesak nafas terkepung.

Respons Polisi

Atas semua kekacauan di posko medis Atma Jaya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono hanya mengatakan "mungkin polisi refleks". Sebab, katanya di Polda Metro Jaya, Selasa (1/10/2019), "karena melihat massa berlarian ke sana."

Sementara untuk gas air mata yang diarahkan ke tempat lain, menurut Argo, itu semata untuk memukul mundur massa. Padahal mereka memang hendak pulang. Yang memilih diam pun sebenarnya tengah rehat barang sejenak.

Malam itu hingga tanggal 1 Oktober dini hari, polisi menangkap 649 orang.

Di kantornya, Jakarta, Selasa (1/10/2019), Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan orang—yang ia sebut sebagai "perusuh"—ditangkap—dia memilih menggunakan kata "diamankan"—oleh Polda Metro Jaya dan polres metro jajaran.

"Seluruhnya masih penyelidikan. Jika selesai proses penyelidikan, bisa ditingkatkan status hukumnya ke tahap penyidikan," kata Dedi. "Statusnya bisa jadi tersangka," sambung Dedi, jika masing-masing dari mereka terbukti bersalah dengan dasar dua alat bukti.

Baca juga artikel terkait DEMO DPR atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz