Menuju konten utama

Kerugian Jemaah First Travel Bukan Tanggung Jawab Kemenag

Kemenag membantah anggapan bahwa pihaknya memberi ruang bagi First Travel untuk menipu lebih banyak jemaah. Hal ini terkait perpanjangan izin yang diberikan Kemenag pada First Travel dan baru dicabut pada Agustus 2017.

Kerugian Jemaah First Travel Bukan Tanggung Jawab Kemenag
Warga antre untuk mengurus pengembalian dana atau "refund" terkait permasalahan umroh promo di Kantor First Travel, Jakarta Selatan, Rabu (26/7). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi, Mastuki menampik anggapan bahwa Kemenag memberikan ruang bagi PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) untuk menipu lebih banyak jemaah sedari Desember 2016. Ia mengklaim justru Kemenag sudah bekerja dengan baik dengan mencabut izin bagi First Travel demi menghindari korban yang lebih banyak.

“Sama kasusnya seperti Yayasan Pendidikan yang mendapat izin membuka sekolah. Lantas Yayasan tersebut wanprestasi atau didemo orang tua murid. Apakah Kementrian Dikbud harus menanggung kerugian Yayasan dan orang tua?” jelasnya di Mekkah, Rabu (23/8/2017).

Sebelumnya, Bareskrim Polri pada Selasa (22/8/2017) menduga ada 58.682 jemaah yang masih belum menerima ganti rugi ataupun diberangkatkan umrah oleh pihak First Travel. Menanggapi hal ini, Mastuki menganggap banyaknya korban tersebut bukan merupakan kesalahan dan tanggung jawab dari Kemenag.

Menurutnya, Kemenag sudah menjalankan tupoksinya sesuai fungsi lembaga pengawasan terhadap kinerja Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Meski begitu, perpanjangan izin operasi First Travel yang diberikan oleh Kemenag pada Desember 2016 baru dicabut pada Agustus 2017. Sebagian pihak menganggap Kemenag terlambat dalam membereskan masalah yang menyangkut kepentingan para jemaah.

Menurutnya, setelah izin dikeluarkan pun, tanggung jawab penyelenggaraan umrah ada pada pihak PPIU – dalam kasus ini First Travel – dan Kemenag hanya dalam ranah pengendalian dan pengawasan.

Alasan pemberian perpanjangan izin kepada First Travel sendiri dimaksudkan agar para jemaah yang sudah membayar bisa diberangkatkan. Menurutnya, saat itu First Travel masih memenuhi syarat aturan dari Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah.

Terkait penyebab tidak dihentikannya izin operasi First Travel lantaran sudah banyak laporan jemaah, Mastuki berdalih Kemenag baru memperoleh aduan jemaah dan berita di media sejak Maret 2017. Atas dasar itu, barulah Kemenag mencoba melakukan mediasi dengan pimpinan First Travel untuk meminta daftar jemaah yang akan berangkat beserta jadwal keberangkatan.

“Tapi 4 kali sepanjang Maret-Juli kita lakukan mediasi, pimpinan First Travel tidak pernah hadir. Maka dengan pertimbangan karena penelantaran jemaah, pencabutan izin dikeluarkan,” terang Mastuki yang saat ini berada di Mekah.

Kemenag Dinilai Menyepelekan Kasus First Travel

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid yang juga berada di Mekah mengaku sudah merasakan ada keganjilan atas usaha First Travel. Sayangnya, Kemenag menyepelekan hal tersebut.

Komisi VIII mengaku sudah memberi arahan untuk membatalkan izin operasi dari First Travel, tapi pihak Kemenag bergeming dengan alasan memikirkan nasib jemaah yang sudah membayar tapi belum berangkat.

Dengan banyaknya jemaah yang terlantar Sodik menilai harus ada perbaikan kinerja dalam unit penanganan umrah agar proaktif, cepat, dan tegas. Selain itu, aturan penyempurnaan terkait ibadah haji juga sedang dikaji oleh pemerintah dan DPR, sehingga diusahakan dapat melindungi hak-hak para jemaah dengan lebih tegas.

Ketika ditanyakan ihwal banyaknya kerugian yang diakibatkan Kemenag dan pengunduran diri Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebagai bentuk tanggung jawab, Sodik enggan berkomentar.

“Ya kita sih belum ada budaya seperti ini [pengunduran diri jika menyebabkan kerugian masif bagi masyarakat],” katanya.

“Perlu [pengunduran diri] jika memang ada kesalahan yang langsung dan masif, misalnya jika ada misi haji,” jelasnya lagi.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Komnas Haji Umrah Mustolih Siradj setuju bahwa Kemenag tidak bertanggung jawab atas ganti rugi yang merupakan kewajiban pihak terutang, yakni First Travel. Namun, fakta tersebut tidak semata-mata melepaskan Kemenag dari tanggung jawab sosialnya.

Mustolih yang juga mewakili para calon jemaah penipuan First Travel ini menyalahkan Kemenag karena memberikan perpanjangan izin operasi PPIU kepada First Travel pada Desember 2016 silam.

Menurutnya, izin operasi cuma bertahan selama 3 tahun, dan 3 bulan sebelum kadaluarsa, maka First Travel harus mengajukan perpanjangan. Seharusnya Kemenag bisa sadar tentang penipuan First Travel pada saat itu. “Ini ketika terjadi kan berita First Travel sudah mulai April 2016 itu sudah ramai,” katanya.

Mustolih pun merasa Kemenag tidak boleh lepas dari tanggung jawab dan membuat pernyataan permintaan maaf resmi kepada jemaah First Travel yang sudah merugi sekurang-kurangnya sekitar Rp14,3 juta.

Hal itu perlu dilakukan untuk memberi kejelasan bahwa Kemenag tidak bertanggung jawab mengganti rugi jemaah dan menjawab kekecewaan dari para jemaah terhadap kinerja Kemenag.

“Coba dari awal ketika masih percikan-percikan, belum membesar seperti sekarang dipanggil terus diberikan punishment sesuai dengan kinerjanya, barangkali masyarakat akan lebih terbantu,” terangnya. “Menteri Agama [Lukman Hakim Saifuddin] harus secara legowo dan secara jantan untuk meminta maaf kepada masyarakat yang sampai sekarang ini masih bingung.”

Baca juga artikel terkait FIRST TRAVEL atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra