Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Kerajaan Kutai Kartanegara: Sejarah, Letak, & Daftar Raja-Sultan

Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara berbeda dengan Kerajaan Kutai Martapura di Kalimantan Timur.

Kerajaan Kutai Kartanegara: Sejarah, Letak, & Daftar Raja-Sultan
Istana Kesultanan Kutai. FOTO/Istimewa

tirto.id - Kerajaan Kutai Kartanegara berbeda dengan Kerajaan Kutai Martapura yang disebut-sebut sebagai kerajaan Hindu tertua di Nusantara dan sudah ada sejak abad ke-4 Masehi. Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara mulai eksis pada abad ke-14 sebelum menjadi kesultanan atau memeluk Islam.

Kutai Kartanegara mulai menjadi kerajaan Islam sejak tahun 1575. Raja yang menjadi sultan pertamanya adalah Aji Raja Mahkota Mulia Alam. Nantinya, Kesultanan Kutai Kartanegara menganeksasi wilayah Kerajaan Kutai Martapura dan menjadi satu pemerintahan.

Fakta sejarah itu seperti diungkapkan oleh Muhammad Sarip melalui buku Dari Jaitan Layar sampai Tepian Pandan: Sejarah Tujuh Abad Kerajaan Kutai Kertanegara (2018) yang menyebut bahwa sejak 1635, nama Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martapura mulai muncul.

Sejarah & Letak Kerajaan

Kerajaan Kutai Kartanegara didirikan oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti yang menjadi raja pertamanya sejak tahun 1300 hingga 1325 Masehi. Semula, kerajaan ini menganut ajaran Hindu.

Menurut website Dinas Pariwisata Kutai Kartanegara, pusat kerajaan ini awalnya berlokasi di Jahitan Layar, lalu pindah ke Tepian Batu, Kutai Lama (kini termasuk wilayah Anggana, Kabupaten Kuta Kartanegara atau Kukar di Kalimantan Timur) hingga tahun 1732.

Berdasarkan catatan C.A. Mees dalam De Kroniek van Koetai Tekstuitgave Met Toelichting (1935) yang merunut Kakawin Nagarakretagama, sebutan awal Kutai Kartanegara adalah "Kute" dan pernah menjadi bagian dari wilayah Majapahit.

Seiring dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit pada paruh kedua abad ke-16 lantaran serangan dari Kesultanan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa, pengaruh Hindu di Kerajaan Kutai Kartanegara pun ikut meluruh.

Ajaran Islam pun mulai menyebar luas ke Nusantara dan mempengaruhi kerajaan-kerajaan yang sebelumnya memeluk agama Hindu, Buddha, atau ajaran leluhur, tak terkecuali Kerajaan Kutai Kartanegara.

Aji Raja Mahkota Mulia Alam (1545-1610) adalah penguasa Kutai Kartanegara pertama yang memeluk Islam, yakni pada 1575. Selain itu, pengaruh Islam di kawasan ini semakin kuat seiring hadirnya para pendakwah.

Posisi Kutai Kertanegara sebagai kerajaan Islam di Kalimantan Timur semakin kuat saat dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778).

Aji Muhammad Idris, menurut Sutrisno Kutoyo dalam Sejarah Daerah Kalimantan Timur (1978), adalah penguasa pertama di Kutai yang menyandang gelar sultan.

Dikutip dari situs Kesultanan Kutai Kartanegara, ketika Sultan Aji Muhammad Idris memimpin, ibu kota kerajaan dipindahkan dari Kutai Lama ke Pemarangan (kini Desa Jembayan, Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara).

Menaklukkan Kutai Martapura

Setelah sekian lama hidup berdampingan, perselisihan antara dua kerajaan di Kalimantan Timur, yaitu Kutai Kartanegara dan Kutai Martadipura mulai muncul pada abad ke-16 Masehi.

Kala itu, Kerajaan Kutai Martapura yang menganut Hindu dipimpin oleh Dharma Setia, sedangkan Kesultanan Kutai Kartanegara yang sudah memeluk Islam berada pada era pemerintahan Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa.

Dalam bukunya, Muhammad Sarip menerangkan bahwa Kesultanan Kutai Kartanegara memenangkan perang dan menguasai wilayah Kerajaan Kutai Martapura pada 1635.

Kemenangan tersebut menandai sejarah baru yakni dengan munculnya Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martapura.

Kiprah Aji Imbut & Kebangkitan

Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778) adalah pemimpin Kesultanan Kutai Kartanegara yang paling keras melawan penjajahan VOC atau Belanda, bahkan hingga mengorbankan nyawa saat berjuang bersama Sultan Wajo di Sulawesi Selatan.

Kematian Sultan Idris pada 1778 meninggalkan perselisihan di Kesultanan Kutai Kartanegara. Pangeran Aji Kedo merebut kekuasaan yang seharusnya diberikan kepada Pangeran Aji Imbut sebagai putera mahkota.

Dengan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyeddin (1778-1780), Aji Kedo menobatkan dirinya menjadi Sultan Kutai Kartanegara penerus Sultan Idris.

Pangeran Aji Imbut tidak tinggal diam. Dua tahun berselang, ia merebut kembali takhta yang menjadi haknya dengan bantuan para pengikut ayahnya dan orang-orang Bugis dari Kesultanan Wajo.

Kewalahan menghadapi Aji Imbut, Aji Kedo meminta bantuan VOC. Namun, usahanya sisa-sisa sehingga Aji Imbut berhasil memenangkan peperangan pada 1780.

Pangeran Aji Imbut resmi menjadi raja Kesultanan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin (1780-1816) sesuai yang dikehendaki oleh mendiang Sultan Idris.

Sultan Aji Muhammad Muslihuddin melakukan pemindahan ibu kota kerajaan ke daerah Tepian Pandan pada 28 September 1782. Hingga saat ini, pusat Kutai Kartanegara masih berada di lokasi tersebut, yakni di Tenggarong, Kalimantan Timur.

Kesultanan Kutai Kartanegara bertahan cukup lama dengan segala dinamikanya selama masa penjajahan Belanda hingga Jepang di Nusantara.

Dua tahun setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, yakni pada 1947, Kesultanan Kutai Kertanegara berstatus Daerah Swapraja dan masuk ke dalam Federasi Kalimantan Timur.

Tanggal 27 Desember 1949 seiring pengakuan kedaulatan Indonesia dari Belanda, wilayah Kesultanan Kutai Kertanegara tergabung dalam Republik Indonesia Serikat, lalu menjadi Daerah Istimewa Kutai setingkat kabupaten.

Pada 1959, wilayah Daerah Istimewa Kutai dipecah menjadi 3 Daerah Tingkat II yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Samarinda, serta Kota Balikpapan.

Tanggal 21 Januari 1960 dalam Sidang Khusus DPRD Daerah Istimewa Kutai di Tenggarong, dilakukan serah terima pemerintahan dari Sultan Aji Muhammad Parikesit kepada Bupati Kutai, Wali kota Samarinda, dan Wali Kota Balikpapan.

Dengan demikian, pemerintahan Kesultanan Kutai Kertanegara sebagai kerajaan resmi berakhir.

Bertahun-tahun kemudian, tepatnya pada 22 September 2001, Kesultanan Kutai Kartanegara bangkit kembali. Aji Praboe Anoem Soerya Adiningrat ditetapkan sebagai raja bergelar Sultan Aji Muhammad Salehuddin II.

Namun demikian, seperti kerajaan-kerajaan lainnya di Indonesia, Kesultanan Kutai Kartanegara tidak memiliki wewenang politik dan menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Daftar Sultan Kutai Kartanegara

1. Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325)

2. Aji Batara Agung Paduka Nira (1325-1360)

3. Aji Maharaja Sultan (1360-1420)

4. Aji Raja Mandarsyah (1420-1475)

5. Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya (1475-1545)

6. Aji Raja Mahkota Mulia Alam (1545-1610)

7. Aji Dilanggar (1610-1635)

8. Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa (1635-1650)

9. Aji Pangeran Dipati Agung (1650-1665)

10. Aji Pangeran Dipati Maja Kusuma (1665-1686)

11. Aji Ragi atau Ratu Agung (1686-1700)

12. Aji Pangeran Dipati Tua (1700-1710)

13. Aji Pangeran Anum Panji Mendapa (1710-1735)

14. Aji Muhammad Idris (1735-1778)

15. Aji Muhammad Aliyeddin (1778-1780)

16. Aji Muhammad Muslihuddin (1780-1816)

17. Aji Muhammad Salehuddin (1816-1845)

18. Aji Muhammad Sulaiman (1850-1899)

19. Aji Muhammad Alimuddin (1899-1910)

20. Aji Muhammad Parikesit (1920-1960)

21. Haji Aji Muhammad Salehuddin II (1999-2018)

22. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerya Adiningrat (2018-sekarang)

Baca juga artikel terkait KESULTANAN KUTAI atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya