Menuju konten utama

Kepasrahan Prabowo dan Tim Kampanye Jelang Putusan MK

Tim Prabowo siap menerima apa pun yang diputus MK. Menurut pengamat, sikap itu bisa dikategorikan pasrah.

Kepasrahan Prabowo dan Tim Kampanye Jelang Putusan MK
Sidang lanjutan sengketa hasil pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Drama pemilihan presiden yang berlangsung nyaris satu tahun terakhir hampir memasuki babak akhir. Kamis 27 Juni, Mahkamah Konstitusi akan memutuskan apakah mereka menerima permohonan sengketa hasil pilpres kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno atau tidak. Jika tidak, maka Joko Widodo akan kembali jadi Presiden RI untuk periode ke-2, sebagaimana hasil rekapitulasi nasional Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Tidak seperti pada momen pengumuman rekapitulasi--Prabowo sempat bilang dia tidak akan menerima hasil pemilu karena banyak praktik curang yang merugikannya, tim yang bergabung dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) kali ini tak begitu ngotot. Mereka mengaku akan menerima apa pun yang diputuskan para hakim.

Pernyataan ini keluar misalnya dari mulut koordinator juru bicara BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak. "Seperti kata Pak Prabowo, apa pun hasilnya kami menghormati keputusan konstitusional," kata Dahnil di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Senin (24/6/2019) kemarin.

Dahnil juga berharap para pendukung menghormati putusan MK, salah satunya dengan cara tidak memprotes lagi seperti yang terjadi saat pengumuman rekapitulasi.

Prabowo juga mengimbau demikian, setidaknya begitu menurut juru debat BPN, Sodik Mujahid. "Kalau mau, berdoa di masjid masing-masing; di tempat ibadah masing-masing agar hakim MK diberi petunjuk," katanya.

Sikap siap menerima hasil putusan juga diungkapkan ketua tim hukum Prabowo-Sandiaga untuk perselisihan hasil pemilu, Bambang Widjojanto. "Yang menang jangan sombong, yang kalah jangan ngotot," katanya (23/6/2019).

Beberapa ahli yang menyimak dari dekat sidang perselisihan hasil pilpres menyatakan peluang gugatan diterima hakim memang tipis. Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi misalnya, mengatakan kalau tim hukum Prabowo tidak cukup kuat meyakinkan hakim bahwa memang terjadi pelanggaran yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

"Kalau membaca dalil permohonan, kalau membaca dari proses persidangan, saya tidak cukup yakin ada bukti yang kuat terjadinya pelanggaran TSM. Kalau pelanggaran TSM, dia harus dibuktikan secara berlapis," kata Veri, Ahad (23/6/2019) lalu.

Salah satu dalil pemohon yang disebut membuktikan bahwa terjadi pelanggaran TSM adalah adanya aparat yang tidak netral. Bagi Veri, itu saja belum cukup selama tidak memengaruhi hasil akhir (selisih Jokowi-Prabowo mencapai 17 juta). Dalam sidang juga sulit melihat keterkaitan antara satu kasus dan kasus lain.

Kepasrahan yang Patut Diapresiasi

Menurut pengajar komunikasi politik dari Universitas Airlangga, Suko Widodo, apa yang dikatakan para politikus itu menunjukkan sikap pasrah.

Di satu sisi, menggugat di MK memang mekanisme terakhir dalam rangkaian panjang pemilu. Tidak ada upaya lain yang bisa dilakukan setelah itu. Namun di sisi lain, bisa saja Prabowo dan tim memberi pernyataan untuk tetap tidak menerima keputusan--meski itu tak memengaruhi apa-apa. Tapi mereka tidak melakukan itu.

Karena alasan itu, menurut Suko, langkah ini patut diapresiasi. "Jika disampaikan ke masyarakat, apalagi pendukungya, akan bagus guna mengurangi tensi kekecewaan yang selama ini mengemuka," ujar Suko kepada reporter Tirto, Selasa (25/6/2019).

Dosen komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio juga mengatakan hal serupa, bahwa sikap menerima apa pun putusan MK harus diapresiasi. Selain itu yang terjadi selama ini juga mestinya jadi pembelajaran bagi semua pihak, bahwa yang juga penting adalah mekanisme hukum mesti ditaati.

"Jadi sekarang kita tahu bahwa bila ada dugaan kecurangan harus dilaporkan, jangan didiamkan; kemudian ya diadili apa pun putusannya. Yang penting prosesnya sudah dilaksanakan," kata Hendri kepada reporter Tirto.

Dengan menerima apa pun putusan MK ini, Hendri melihat Prabowo-Sandiaga juga badan pemenangannya siap melangkah ke dinamika politik selanjutnya, yaitu otak-atik koalisi. Sejauh ini beberapa partai yang tergabung dalam BPN--Gerindra, PKS, PAN, PKS, dan Berkarya--disebut-sebut akan bergabung dengan koalisi Jokowi.

"Apa kemudian akan ada koalisi besar, ya mungkin saja terjadi. Tapi menurut saya ini masih jauh," pungkas Hendri.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino