Menuju konten utama

Kenali Jenis Cacing yang Kerap Menginfeksi Anak Serta Dampaknya

Infeksi cacing dapat menyebabkan anemia atau kurang darah, berat bayi lahir rendah, lemas, mengantuk, malas belajar, IQ menurun, prestasi dan produktivitas menurun. 

Kenali Jenis Cacing yang Kerap Menginfeksi Anak Serta Dampaknya
Ilustrasi anak bermain lumpur. foto/istockphoto

tirto.id - Iklim tropis di Indonesia berpengaruh besar terhadap daya hidup cacing yang kerap menjangkiti anak-anak. Ditambah lagi dengan kebersihan yang tidak terjaga, tanah lembab, kepadatan penduduk, dan kurangnya pasokan air bersih menjadikan angka cacingan naik hingga 28 persen. Hal ini jadi perhatian serius pemerintah sejak beberapa tahun terakhir.

Peraturan Menteri Kesehatan, Nomor 15 Tahun 2017 Tentang Penanggulangan Cacingan merilis bahwa prevalensi cacingan di Indonesia umumnya masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk kurang mampu dengan sanitasi yang buruk. Prevalensi cacingan bervariasi antara 2,5 persen hingga 62 persen.

Akan tetapi, banyak masyarakat yang masih menganggap sepele penyakit cacingan. Padahal, dampaknya cukup berbahaya. Efek jangka panjangnya, penderita infeksi cacingan mengalami kerugian yang lumayan besar bagi pribadi dan keluarga bersangkutan.

Sebagaimana yang dilansir dari laman Departemen Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) menyatakan bahwa infeksi cacing dapat menyebabkan anemia atau kurang darah, berat bayi lahir rendah, lemas, mengantuk, malas belajar, IQ menurun, prestasi dan produktivitas menurun.

Dampak-dampak tersebut tentunya tak bisa dibilang remeh. Infeksi cacing juga berpengaruh terhadap pemasukan, pencernaan, penyerapan, serta pengolahan makanan sehingga berakibat hilangnya protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin dalam jumlah besar. Anak yang menderita infeksi cacing mempunyai risiko tinggi mengalami gangguan nutrisi, hingga gangguan tumbuh kembang.

Penyakit cacingan berhubungan erat dengan kebiasaan buang air besar sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum makan, serta bermain di lingkungan terbuka tanpa mengenakan alas kaki.

Kotoran akibat buang air besar sembarangan yang berada di lingkungan terbuka adalah lahan subur perkembangbiakan cacing. Umumnya, telur cacing bertahan di lingkungan lembab dan kemudian berkembang menjadi telur infektif.

Telur cacing infektif yang ada di tanah dapat tertelan masuk ke dalam pencernaan manusia bila tidak mencuci tangan sebelum makan.

Cacing-cacing yang lazim menginfeksi anak-anak adalah cacing gelang (Ascaris Lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris Trichuria), cacing kremi (Enterobius Vermicularis), dan cacing tambang (Necator Americanus).

Berikut beberapa penjelasan menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia dan dampak buruknya:

Cacing Gelang

Cacing gelang biasanya masuk ke tubuh manusia dalam bentuk telur cacing. Kadangkala, telur cacing gelang melekat pada buah-buahan dan sayuran yang tidak dicuci bersih. Telur cacing yang awalnya berada di luar tubuh manusia, dapat tertelan masuk ke dalam pencernaan.

Cacing gelang juga dapat masuk melalui larva cacing yang menembus kulit anak hingga mengakibatkan infeksi. Akibatnya, cacing gelang akan menimbulkan kerusakan pada lapisan usus halus, menyebabkan diare, sehingga mengganggu penyerapan karbohidrat dan protein.

Cacing Cambuk

Siklus hidup cacing cambuk membutuhkan tanah liat serta lingkungan hangat dan lembab agar dapat berkembang biak. Bila telur cacing ini matang lalu tertelan, larva akan keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus.

Infeksi cacing cambuk dapat menyebabkan diare yang dibarengi gejala disentri, hingga menyebabkan berat badan turun. Kadangkala cacing cambuk dapat menimbulkan pendarahan dan radang usus.

Cacing Kremi

Cacing kremi bersarang di usus besar. Jika dewasa dan ingin bertelur, cacing ini menjalar ke arah anus. Rasa gatal pada anus adalah reaksi adanya cacing kremi. Telur yang digaruk akan pecah dan menyebabkan larva masuk ke dalam dubur.

Pada saat bersamaan, telur itu juga dapat tersangkut di jari, kuku, dan kadang menempel di pakaian, seprai, dan handuk hingga dapat menular ke orang lain.

Cacing Tambang

Menurut Pedoman Penanggulangan Cacingan, daerah perkebunan dan pertambangan termasuk lingkungan rentan menyebabkan anak-anak cacingan. Tanah berpasir gembur, tercampur humus, dan terlindung dari sinar matahari merupakan lingkungan yang pas bagi perkembangbiakan cacing tambang.

Larva cacing tambang dapat menembus kulit anak yang menyebabkan perubahan kulit, ditandai dengan papula-papula disertai gatal-gatal. Infeksi cacing tambang menyebabkan penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, batuk, suara serak, dan sakit leher.

Pencegahan infeksi cacing dilakukan dengan menjaga pola hidup bersih dan sehat. Hal itu dicapai dengan memiliki sanitasi yang baik, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, merawat jari dan kuku, mengenakan alas kaki, dan memperhatikan peralatan makan, serta mencuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi.

Infeksi cacing juga dapat dicegah dengan memberikan obat cacing kepada anak. Usia balita yang perlu diberi obat cacing adalah dua tahun. Hal ini dikarenakan balita sudah mulai bermain aktif dan melakukan kontak dengan tanah. Setiap enam bulan sekali, pemberian obat cacing dapat diulang.

Jika terdapat gejala mencurigakan, apalagi setelah diperiksa dokter ditemukan cacing atau telurnya di tinja balita, pemberian obat cacing harus disesuaikan dengan saran dokter.

Baca juga artikel terkait CACINGAN atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari