Menuju konten utama

Kenaikan Suku Bunga BI Bakal Buat Dunia Usaha Kembali Tertekan

Apindo menilai kebijakan moneter BI dalam menaikkan suku bunga membuat dunia usaha kembali mengalami tekanan, membuat potensi melemahnya konsumsi.

Kenaikan Suku Bunga BI Bakal Buat Dunia Usaha Kembali Tertekan
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.

tirto.id - Bank Indonesia menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen. Kenaikan ini merupakan kedua yang dilakukan oleh bank sentral dalam rentang tahun ini, setelah pada 23 Agustus sebelumnya menaikkan 25 basis poin.

Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani mengatakan, kebijakan moneter BI dalam menaikkan suku bunga membuat dunia usaha kembali mengalami tekanan. Karena penyesuaian tersebut membuat potensi melemahnya konsumsi.

"Pemerintah kembali membuat kebijakan dari sisi moneter yang membuat dunia usaha kembali mengalami tekanan," kata Ajib dalam pernyataannya, Jumat (23/9/2022).

Ajib menuturkan, seharusnya pemerintah lebih fokus dengan pemberian insentif agar terjadi pengurangan biaya-biaya dan kemudahan produksi, sehingga efek inflasinya tetap bisa terjaga. Misalnya kebijakan relaksasi kredit untuk dunia usaha yang kembali diperpanjang karena narasi besar atas potensi inflasi.

"Dengan pola pembiayaan yang lebih terukur dan manageable, dunia usaha akan mempunyai fleksibilitas," imbuhnya.

Ajib menilai, kebijakan BI menaikkan suku bunga juga akan memberikan konsekuensi ekonomi dengan berkurangnya likuiditas dan cenderung menurunkan kemampuan daya beli serta konsumsi masyarakat. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan ditopang oleh konsumsi. Data Produk Domestik Bruto (PDB) 2021 sebesar Rp16.970,8 triliun, lebih dari 54 persen nya adalah kontribusi dari konsumsi.

"Untuk jangka pendek, pemerintah sudah cukup tepat dengan mendorong program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diambilkan dari alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," katanya.

Dia memaklumi langkah kebijakan moneter ini diambil oleh pemerintah dalam rangka menjaga laju inflasi yang terus merangkak naik. Kuartal kedua 2022, inflasi pada bulan Juli menunjukkan angka 4,94 persen secara year to year (yoy).

Jauh dari asumsi makro awal penyusunan APBN 2022 yang ditarget hanya kisaran 3 persen secara agregat di tahun ini. Secara prinsip, kata Ajib, inflasi disebabkan karena dua faktor utama. Pertama karena faktor permintaan demand pull inflation. Hal ini timbul karena pertambahan jumlah uang beredar dan meningkatnya konsumsi secara keseluruhan, sehingga membuat sisi demand naik.

Faktor kedua adalah penawaran atau cost push inflation. Inflasi yang disebabkan karena kenaikan Harga Pokok Produksi (HPP) atas barang dan jasa. "Kalau kita melihat lebih detail, fenomena kenaikan yang sedang terjadi di Indonesia cenderung karena faktor cost push inflation," jelasnya.

Menurutnya paling tidak ada tiga hal signifikan yang membuat kenaikan harga penawaran. Pertama kebijakan fiskal pemerintah menaikkan tarif PPN pada tanggal 1 April 2022 dari 10 persen menjadi 11 persen. Kedua karena kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada 3 September 2022, dan ketiga karena kondisi geopolitik yang mengganggu global supply chain.

Baca juga artikel terkait DAMPAK KENAIKAN SUKU BUNGA ACUAN NAIK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin