Menuju konten utama

Kemkominfo Memang Perlambat & Blokir Internet Papua, Pak Plate

Menkominfo bilang tidak ada rapat terkait pembatasan internet di Papua. Pengadilan menemukan sebaliknya.

Kemkominfo Memang Perlambat & Blokir Internet Papua, Pak Plate
Menkominfo Johnny G Plate diperiksa suhu tubuhnya sebelum rapat dengan Presiden Joko Widodo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (3/3/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pd.

tirto.id - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengaku belum membaca amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta perihal perkara pelambatan dan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat. Pernyataan ini ia sampaikan usai Hakim Ketua Nelvy Christin memvonis tindakan Presiden dan Menkominfo melanggar hukum.

Pemerintah divonis bersalah lantaran memperlambat hingga memblokir akses internet di Bumi Cenderawasih pada 21 Agustus-4 September 2019. Saat itu Papua diguncang kerusuhan di mana-mana. Pemicunya tindakan rasis aparat dan penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya pada pertengahan Agustus.

Dua Penggugat adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang diwakili oleh Abdul Manan dkk; serta Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet) yang diwakili oleh Damar Juniarto dkk. Perkara diajukan pada 21 November 2019 dan teregistrasi dengan nomor 230/G/TF/2019/PTUN.JKT.

Kemkominfo akan berkoordinasi dengan instansi lain untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.

Kepada reporter Tirto, Rabu (3/6/2020), Plate mengatakan meski belum membaca putusan resmi, ia mengaku "tidak menemukan adanya rapat-rapat terkait hal tersebut (pembatasan dan pemblokiran internet)." Ia juga mengatakan tidak menemukan dokumen terkait. Alih-alih mengakui bahwa memang ada kebijakan pemblokiran, ia mengatakan bisa jadi internet terputus karena "terjadi perusakan terhadap infrastruktur komunikasi."

Memang Diblokir

Pernyataan Plate keliru atau setidak-tidaknya kurang tepat. Faktanya, Kemkominfo memang melakukan pelambatan, dan itu mereka sampaikan lewat rilis pers di situs resmi pada Senin 19 Agustus 2019.

Di sana tertulis jelas: “Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan throttling atau perlambatan akses/bandwidth di beberapa wilayah Papua Barat dan Papua di mana terjadi aksi massa pada Senin (19/8/2019), seperti Manokwari, Jayapura dan beberapa tempat lain. Perlambatan akses dilakukan secara bertahap sejak Senin (19/8/2019) pukul 13.00 WIT.”

Mereka menyebut pelambatan akses internet dilakukan dalam rangka “mencegah luasnya penyebaran hoaks yang memicu aksi.” Pemulihan internet dilakukan per 4 September 2019, setelah berkoordinasi dengan aparat.

Selain pernyataan resmi Kemkominfo sendiri, kuasa hukum Penggugat Ade Wahyudin menyatakan persidangan juga membuktikan adanya koordinasi dari pemerintah untuk memblokir internet. “Bahkan yang bersaksi itu Dirjen Aptika (Semuel Abrijani Pangerapan). Saksi menyebutkan bahwa memang terjadi beberapa rapat,” kata dia ketika dihubungi reporter Tirto, Kamis (4/6/2020).

Dalam Putusan Nomor: 230/G/TF/2019/PTUN-JKT, halaman 187, Semuel Abrijani Pangerapan selaku saksi dari Tergugat I bersaksi bahwa: “Pada tanggal 19 Agustus 2019 di pagi hari ada pertemuan dulu di tingkat menteri, dilanjutkan pertemuan di WAG (grup Whatsapp) yang akhirnya langsung ditindaklanjuti dengan eskalasi yang ada di lapangan dan memberikan perintah ke operator melakukan pelambatan akses internet dan dilanjutkan dengan penutupan terbatas.”

“Pelambatan internet di Papua terjadi pada 19 Agustus 2019, yang dilanjutkan dengan penutupan terbatas mulai 21 Agustus 2019,” katanya, lalu menambahkan bahwa keputusan tersebut “tidak dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan.”

Pada poin selanjutnya dijelaskan bahwa Kemkominfo terus memantau perkembangan dari hari ke hari setelah 21 Agustus 2019. Menkominfo pun--saat itu dijabat Rudiantara--sudah melaporkan kepada Presiden.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua Emanuel Gobay menyatakan sekalipun Plate mengaku tidak menemukan dokumen terkait rapat-rapat internal Kemkominfo, faktanya masyarakat Papua dan Papua Barat jadi korban pemblokiran internet.

“Selain itu, ada pernyataan dari pemerintah pusat yang mengatakan akan membuka pemblokiran internet di Papua juga menunjukkan memang ada pemblokiran,” kata Gobay kepada reporter Tirto, Kamis (4/6/2020).

Gobay mengatakan bantahan Plate tersebut hanya menunjukkan bahwa ia tidak menghargai putusan pengadilan.

“Jika demikian faktanya, kami meragukan komitmen pemenuhan asas umum pemerintahan yang baik dalam tubuh Kemkominfo,” katanya menegaskan.

Baca juga artikel terkait PEMBLOKIRAN INTERNET PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino