Menuju konten utama

Kementerian PPPA akan Bentuk Tim Tangani Anak Korban Teroris

Kasus bom bunuh diri para teroris dengan melibatkan anak mereka sebagai 'pengantin', menjadi perhatian baru.

Kementerian PPPA akan Bentuk Tim Tangani Anak Korban Teroris
Ilustrasi HL 6 teror bom. tirto.id/lugas.

tirto.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) akan melakukan konsolidasi internal untuk membentuk tim penanganan anak korban indoktrinasi terorisme dari orangtua.

Asisten Deputi (Asdep) Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, dan Partisipasi Anak pada Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Dermawan mengatakan bahwa pihaknya dengan Asdep yang khusus menangani terorisme akan melakukan rapat koordinasi.

"Kami baru akan konsultasi nanti dengan Asdep yang menangani terorisme di sini di KPPPA karena ini kan bicaranya udah korban, kalau di pihak saya itu pencegahan. Jadi ada pencegahan korban baru. Ketika sudah ada korban, kami turun agar tidak terjadi kedua kali," ujar Dermawan di Kantor Kementerian PPPA Jakarta pada Jumat (18/5/2018).

Pihaknya akan menitikberatkan dalam hal mitigasi dengan memperkuat partisipasi anak dalam keluarga dan meningkatkan kesadaran para orangtua terhadap hak partisipasi anak dalam menentukan sesuatu.

"Kami dari pencegahan melihat agar tidak terulang lagi kasus ini, kami memperkuat anak dan keluarganya agar anak bisa mengutarakan pendapat di keluarganya," kata dia.

Kasus bom bunuh diri para teroris dengan melibatkan anak mereka sebagai 'pengantin', menjadi perhatian baru. Hal ini sebelumnya belum menjadi perhatian khusus pemerintah.

"Untuk aksi terorisme [yang melibatkan anak] kami belum bergerak, tapi kalau untuk bencana alam sudah. Terorisme itu kan baru muncul nih. Kami baru merencanakan bentuk tim dulu gimana caranya," terangnya.

Mengenai realisasinya, Dermawan masih menunggu kepastian informasi dari kepolisian, karena Kementerian PPPA tidak bisa bergerak sendiri dan terlebih penanganan kasus ini adalah ranah dari kepolisian. Jadi perlu adanya koordinasi terlebih dahulu.

"Saya pikir kalau polisi itu sudah paham cara menyikapi anak korban terorisme. Satreskrimnya udah tahu UU perlindungan anak, sistem peradilan anak. Sebenernya udah tahu, jadi kami menunggu aja [dulu] dari kepolisian itu, tindakannya apa, kerja samanya apa," jelasnya.

Saat ini, dikatakannya, informasi masih simpang siur sehingga pihaknya belum berani untuk mengambil sikap nyata. "Nanti dulu. Suasananya dan informasinya masih simpang siur, belum jelas. Kalau udah jelas harus seperti apa baru saya gerakkan forum anak wilayah," kata dia.

Forum Anak yang dibina Kementerian PPPA akan diturunkan sebagaimana pemetaan kebutuhan dari kepolisian. "Wilayahnya dimana? Kalau Jawa Timur, nanti Forum Anak Jawa Timur yang turun. Jadi enggak bisa yang dari Jakarta yang turun ke sana, karena yang tahu situasi anak-anak Jawa Timur," ungkapnya.

Forum Anak yang berisi konsultan psikologi dan beberapa anak binaan dapat diturunkan untuk memberikan stimulus pemulihan traumatis secara psikososial. "Kami melakukan psikososial dulu. Maksudnya diberikan konseling dulu anak itu dengan hal-hal untuk menghilangkan traumatiknya," ujarnya.

Setelah itu, memungkinkan anak-anak korban indoktrinasi terorisme dibina dalam Forum Anak milik Kementerian PPPA. "Bagaimana nanti korban anak ini punya pemikiran baru bahwa mereka punya masa depan panjang. Untuk itu, kami harus punya akses untuk masuk ke sana," terangnya.

Baca juga artikel terkait TERORISME atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri