Menuju konten utama

Kementerian ESDM Matangkan Skema Bagi Hasil Baru Blok ONWJ

Pemerintah mengisyaratkan akan mengumumkan skema bagi hasil baru di BLOK ONWJ, yang memakai konsep Gross Split, setelah kontrak pengelolaan blok itu habis pekan depan

Kementerian ESDM Matangkan Skema Bagi Hasil Baru Blok ONWJ
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan (kiri) didampingi Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/11). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan kini masih mematangkan pembahasan peraturan mengenai skema bagi hasil baru di Blok Migas Offshore North West Java (ONWJ).

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar mengisyaratkan pengumuman mengenai skema bagi hasil baru untuk Blok ONWJ dilakukan setelah kontrak pengelolaanya berakhir pada (17/1/2017) mendatang.

"(Kontrak) ONWJ kapan berakhirnya? 17 (Januari) kan? Masih ada waktu," kata Arcandra di Kementerian ESDM Jakarta, pada Jumat (13/1/2017) seperti dikutip Antara.

Menurut Arcandra Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi atau Indonesian Petroleum Association (IPA) juga telah memberi masukan mengenai bentuk skema bagi hasil baru tersebut.

Sebelumnya, pemerintah sempat mengumumkan berencana menerapkan skema bagi hasil baru di pengelolaan blok-blok migas, yang mengalami pembaharuan kontrak, mulai tahun 2017.

Blok ONWJ, yang kini dikelola oleh PT Pertamina Hulu Energi, menjadi kegiatan produksi migas pertama yang akan menerima penerapan skema bagi hasil baru itu karena kontraknya akan berakhir pada (17/1/2017). Kontrak pengelolaan blok migas itu akan diperbaharui pada (19/1/2017). Blok ONWJ adalah satu dari 10 blok migas di Indoensia yang segera memasuki masa habis kontrak.

Rencananya, pemerintah akan menerapkan konsep bagi hasil Gross Split. Skema itu diberlakukan untuk mengganti model bagi hasil Production Sharing Contract (PSC). Indonesia akan menjadi negara pertama yang menerapkan konsep bagi hasil ini di dunia.

Dalam skema Gross Split, kontrak bagi hasil dilakukan dengan pembagian produksi kotor setiap tahun bagi pemerintah dan perusahaan migas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Jadi, bagi hasil tidak lagi diberlakukan untuk hasil penjualan migas sebagaimana di skema PSC. Karena itu, skema Gross Splitt meniadakan kewajiban pemerintah membayar penggantian biaya operasi atau Cost Recovery.

Adapun besaran bagi hasil produksi, yang diterima oleh perusahaan migas, di skema Gross Split rencananya disesuaikan dengan sejumlah variabel. Salah satunya Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di kegiatan hulu migasnya.

Menurut penjelasan Arcandra, terdapat tiga jenis skema yang mungkin diaplikasikan secara bersama dalam konsep Gross Split. Ketiganya ialah base split, variabel split, dan progresif split.

Base split adalah pembagian dasar dari bentuk kerja sama. Sedangkan variabel split dan progresif split adalah faktor-faktor penambah atau pengurang nilai base split.

Dia memisalkan, bila pemerintah menetapkan base split sebesar 70 persen dari produksi minyak diberikan untuk negara dan 30 persen untuk kontraktor, maka hasil tersebut kemudian akan ditambah atau dikurangi oleh variabel split dan progresif split. Variabel yang dapat menambahkan split atau bagi hasil untuk kontraktor itu contohnya adalah kondisi lapangan, spesifikasi produk, dan TKDN yang digunakan di kegiatan hulu migas kontraktor.

Karena itu, menurut Arcandra, pemberlakuan skema Gross Split bisa menyebabkan besaran proporsi bagi hasil di antara setiap kontrak dan daerah bisa berbeda-beda karena tergantung pada luas lahan, sisa potensi migas, TKDN dan variabel lainnya yang kini masih diperhitungkan oleh pemerintah.

Baca juga artikel terkait BLOK MIGAS atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hard news
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom